Bersyukur dan Bahagia, 2 Hal yang Sering Buat Orang Bingung Harus Mendahulukan yang Mana

Bersyukur dan bahagia

Saat sedang berselancar di internet, aku menemukan sebuah artikel yang dimuat oleh salah satu media online ternama. Artikel itu berjudul "Bersyukur Kunci Hidup Bahagia". Bukannya mendapat pencerahan, judul artikel itu malah membuat aku bertanya-tanya. Apakah benar bersyukur itu adalah kunci hidup bahagia? Atau justru sebaliknya, kita harus bahagia dulu biar bisa lancar bersyukur? Mari kita bahas ini.

Advertisement

Penelitian situs Positive Psychology menemukan fakta bahwa kebahagiaan berhubungan erat dengan rasa syukur. Menurut penelitian ini, rasa syukur menstimulai pelepasan beberapa hormon yang membuat kita lebih mudah mengalami emosi positif yang akhirnya menghasilkan rasa bahagia.

Tidak heran kalau bersyukur dilabeli sebagai salah satu kunci dari rasa bahagia. Tapi bagi sebagian orang, kunci ini tidak berlaku. Hal ini dibuktikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa doktoral Psikologi di The Ohio State University bernama David Cregg.

Penelitian ini menggunakan metode meta analisis atas 27 penelitian sebelumnya yang melibatkan 3.675 peserta. Hasilnya, ditemukan bahwa bersyukur tidak bisa meringankan gejala depresi dan gangguan kecemasan. Sehingga rasa syukur juga tidak bisa membuat penderita depresi dan gangguan kecemasan merasa bahagia.

Advertisement


"Selama bertahun-tahun, kita mendengar di media dan di tempat lain bahwa menemukan cara untuk meningkatkan rasa syukur bisa membantu kita lebih bahagia dan lebih sehat dalam banyak hal," kata David Cregg selaku peneliti utama. "Tapi saat sampai pada manfaat yang seharusnya dari intervensi ini (membantu mengurangi gejala kecemasan dan depresi) rasa syukur sepertinya benar-benar mencapai batas limitnya."


Pernyataan David ini didukung oleh rekannya dalam penelitian ini sekaligus profesor Psikologi di The Ohio State University, Jennifer Cheavens. "Berdasarkan hasil penelitian kita, meminta orang yang tertekan dan cemas untuk lebih bersyukur kemungkinan besar tidak akan mengurangi gejala depresi dan kecemasan mereka, seperti yang kita harapkan," jelas Jennifer Cheavens.

Advertisement

Jadi bisa dikatakan bahwa normalnya, bersyukur memang bisa membuat kita lebih bahagia. Tapi hal itu tidak berlaku untuk beberapa orang, salah satunya mereka yang menderita depresi dan gangguan kecemasan. Seberapa kuat pun kita meminta mereka untuk bersyukur, itu tidak akan berhasil.

CEO sekaligus Founder Pahamify, Syarif Rousyan Fikri, menjelaskan secara sederhana soal kenapa penderita depresi tidak mudah bersyukur dalam video “Otak Kamu Saat Depresi” di kanal YouTube Hujan Tanda Tanya. Penjelasan ini disampaikan berdasarkan buku “This is Your Brain on Depression: Creating Your Path to Getting Better” karya Faith Harper, PhD.

 “Jadi ini (depresi) memang gangguan yang ada hubungannya juga dengan genetik, neurokimia di otak kita, yang membutuhkan pemicu yang sangat kuat dari lingkungan, yang nanti membuat kita nggak bisa meng-appreciate sunset. Intinya sih, kita jadi nggak bisa mengapresiasi apa pun dalam hidup ini,” kata Rousyan menjelaskan arti depresi menurut peneliti kenamaan Robert Sapolsky menurut buku “This is Your Brain on Depression”.

“Kalau orang meminta orang depresi bersyukur, itu nggak bisa. Nggak punya energi untuk bahkan bersyukur. Karena itu udah keterbatasan dari fisik ini, reaksi kimia yang terjadi di otak. Jadi apapun yang dirasakan itu lebih banyak ke perasaan negatif. Jadi salah satu kunci atau gejala kunci dari depresi ini adalah itu yang disebut Anhedonia. Anhedonia ini ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan,” lanjut Rousyan.

Anhedonia ini yang menyebabkan penderita depresi tidak bisa merasakan dan menikmati hal-hal yang dulunya membahagiakan. Seberapa kuat pun mencoba, pikiran positif dan rasa bersyukur tidak akan mudah dirasakan oleh mereka yang menderita depresi. Jadi berhentilah menyuruh mereka untuk bersyukur agar terhindar dari depresi. Tolong pahami mereka. Dan perlu diingat bahwa ini semua adalah real, bukan hanya di pikiran mereka saja. Karena depresi muncul akibat ada yang tidak beres dengan otak kita.

Jadi yang benar, bersyukur agar bahagia atau bahagia dulu biar bisa bersyukur? Jawabannya tergantung siapa yang kalian tanya. Orang normal mungkin akan setuju dengan pernyataan “bersyukur agar bahagia”. Tapi jangan lupakan orang-orang yang mungkin berpendapat bahwa kita harus bahagia dulu biar bisa bersyukur.

Aku sendiri berpendapat bahwa kita harus bahagia dulu agar bisa lancar bersyukur. Menurutku, butuh energi dan pikiran yang jernih untuk bisa mensyukuri hal-hal kecil di sekitar kita.  Sedangkan ketika merasa tidak bahagia, pikiran kita cenderung tidak jernih. Energi kita juga habis untuk mengatasi rasa tidak bahagia sehingga tidak lagi punya kekuatan untuk bersyukur dan berbahagia.

Saat akhirnya bisa merasakan bahagia setelah melepas sumber ketidakbahagiaanku, aku menjadi sangat mudah bersyukur. Hal-hal kecil yang dulu luput dari pandanganku, kini bisa dengan mudah aku amati dan syukuri. Bersyukur menjadi perkara yang lebih mudah untuk dilakukan olehku ketika merasa benar-benar bahagia. Mungkin ini tidak berlaku untuk banyak orang, tapi inilah yang terjadi padaku. Kalau kalian bagaimana?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

treat people with kindness

Editor

Not that millennial in digital era.