Sejak aku memutuskan mengajukan pindah lokasi kerja dan dikabulkan. Ternyata tidak serta merta bisa memindahkan kebiasaan ke tempat yang baru. Meski tidak juga menemukan kebiasaan baru. Karena kenyataannya, aku belum menghasilkan tulisan, dari banyak mimpi yang ingin aku wujudkan.
Padahal aku punya misi, mengeluarkan semua yang ada dikepalaku. Menjadikannya banyak kisah. Barangkali menjadi penggalan-penggalan cerita, puzzle yang melengkapi kehidupanku. Tidak semuanya indah, namun layak dikisahkan.
Tentang persahabatan. Aku punya banyak kenangan. Tentang bagaimana kami kecil bermain. Bergelantungan di pohon tua hutan tropis yang kala itu masih tersisa. Meski akhirnya, pohon penuh makna itu, Â juga harus mengiklaskan dirinya digantikan pohon yang konon katanya lebih punya nilai ekonomis kelapa sawit.
Menonton film Brucee lee, sambil mematut diri layaknya seperti jagoan kungfu itu. Bermain dialiran sungai kualuh, yang kadang meluap dan menghabiskan tanaman padi bapakku. Tetapi kala itu, bagiku dan barangkali teman-temanku, bukan bencana. Karena di lautan banjir yang menggenangi persawahan, aku masih bisa berburu burung puyuh yang tidak lagi punya tempat untuk melarikan diri. Bahkan, kala banjir mulai surut, ada begitu banyak ikan yang bisa kami pancing.
Dikejar anjing, hanya gara-gara aku malu ketika jatuh cinta. Maklum seragam sekolahku masih putih biru. Hanya berani memandang dari kejauhan, bahkan ketika dia sedang belajar menari dihalaman rumah bersama teman-temannya. Sialnya, anjing tetangganya menganggapku laki-laki asing yang sedang bersiap mencuri. Apes, tetapi barangkali anjing itu benar, aku sedang mencoba mencuri hati.
Aku juga masih ingat, satu-satunya jalan yang ketika melewatinya, jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya. Betul jalan itu akan melewati kuburan, tetapi bukan karena itu. Lebih pada sebuah rumah yang ada di ujung kampung. Ada sosok yang selalu kurindu di sana, tetapi justru aku nyaris tidak pernah menatapnya. Meski kini aku tahu bagaimana akhirnya. Namun, juga bukan dosa jika semua itu membekas. Seperti relief yang terukir di dinding hati. Tak pernah kusengaja, namun begitu dengan sendirinya. Bagian dari perjalanan. Ada seniman besar yang membuatnya demikian. Sang penguasa semesta.
Ini baru sebagian dari banyak bagian. Ingin, Â namun belum berhasil kukisahkan. Barangkali kelak, ketika aku sudah menemukan ritmenya. Meski aku juga tidak tahu, itu kapan. Aku terus dan sedang berusaha meyakinkan diri sendiri.
Setiap kisah yang nantinya kubuat, bukan untuk orang lain. Tetapi untukku sendiri. Sebagai pengingat, bahwa aku hari ini, Â tidak serta merta begini. Syukur jika ada orang lain yang membacanya. Suka atau barangkali menganggapnya sampah. Aku harus belajar bersikap biasa saja. Aku hanya ingin meyakini satu hal, menulis yang kulakukan, Â karena aku tidak ingin kehilangan rasaku sebagai manusia. Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”