Hai, bagaimana harimu setelah mengusirku? Menyenangkan? Atau sungguhan menyakitkan sama seperti puisimu yang berjudul Melepaskan ah aku hanya menduga-duga jika tanpaku kau akan tetap baik-baik saja. Kau tak akan kehilangan apa-apa, tak akan pernah merasa kehilangan siapa-siapa. Oh iya, aku juga sudah membalas puisimu itu begini kira-kira isinya
Balasan Melepaskan.
Aku tahu, aku pun merindukanmu. Aku tersiksa oleh rasa yang berusaha kubunuh paksa
Aku menahan untuk tak menuliskan lagi tentangmu, aku meyakinkan diriku jika sekuat apa pun aku berusaha ada, pada akhirnya aku tetap yang akan terluka, sementara kau? Kukira cuma pura-pura.
Aku menyadari, hanya saja aku pura-pura tak peduli. Aku sudah lelah berada di fase ini, di mana aku hanya dibiarkan berjuang sendiri. Dibiarkan tanpa pasti, dibahagiakan dengan kata-kata. Aku bertanya sedang apa? Ternyata kau sedang tertawa bersamanya. Ketika aku rindu, mungkin kau sedang menujunya untuk bertemu.
Jika semua terasa menyakitkan, kenapa kau tak pernah bisa meyakinkan? Kenapa kau tetap memilih bertahan jika dengannya kau masih merasakan kesedihan? Mengapa tetap menemuinya ketika hatimu tak benar-benar ada ketika bersamanya?
Kau memang duri, hanya saja aku tak pernah tahu cara mengundurkan diri. Rasa bukan hal yang harus diakui, bukan hal yang harus diungkapkan ketika mampu saling merasakan.
Aku pergi untuk kau cari, aku menghilang agar aku tahu apa ada yang hilang. Jika tidak, aku cukup tahu diri untuk benar-benar undur diri.
Syukurlah jika itu yang terjadi, seorang badut sepertiku memang pantas kau usir dari hidupmu, untuk tak pernah lagi mengganggumu.Â
Aku menyadari mungkin sampai kapan pun aku tak bisa menjadi siapa-siapa untukmu, untuk hidupmu. Dengan itu aku menulis ini, ini tulisan yang kutulis dengan penuh rasa rindu, aku yang selalu mencari tahu kapan terakhir kau online, kapan terakhir kau menulis, beberapa kali mengunjungi blogmu berharap ada tulisan baru, dan itu tentangku.Â
Semakin aku ingin tahu, semakin aku menyadari rasa yang padamu bisa sebesar ini. Semakin aku mencoba membunuhnya semakin ia datang dengan pasukan yang lebih besar, memorak-porandakan setiap pejam agar aku tenang memimpikanmu.
Aku ingin tahu, jika kau merindukanku juga. Hanya saja kau enggan mengatakan itu. Kau malu atau kau merasa engga enak. Jika ketika kau menyapaku kau takut aku tak bisa lepas darimu, iya kan? Tidak apa-apa, tanpamu pun aku tetap masih merindukan. Aku masih berharap mimpi ini akan jadi nyata, tidak sekadar khayalan semu.
Tapi aku juga tahu diri, kau tak mungkin begitu saja meninggalkan ia yang kau sayangi itu. Kuharap kau menyayanginya sungguhan, tanpa kau merindukanku ketika sedang bersamanya. Apa yang lebih menyakitkan? Selain raga dengan siapa, tapi hati dan pikiran melayang entah ke mana. Yang lebih buruk adalah orang yang masih merasa sendirian saat di sampingnya ada seseorang.
Kali ini, aku gagal untuk tidak menuliskanmu lagi. Setelah beberapa hari aku menahan untuk tidak membuat tulisan tentangmu. Karena kau tahu? Sejak huruf pertama kuketik dada dipenuhi luka, ibarat bara dalam sekam ia menggerogoi dada hingga nyeri yang kurasa.Â
Tak apa, ini memang resiko yang harus aku tanggung, aku tak akan meminta pertanggungjawaban padamu. Cukup kau bahagia saja tak usah cemaskan kepura-puraanku untuk tetap merasa baik-baik saja.
Kelak, aku akan benar-benar pergi dari sini dari tulisan ini. Dan mungkin ketika membacanya lagi, aku akan menertawakan kebodohanku ini.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”