Untukmu yang Memilih Berdamai dengan Perpisahan dan Saya yang Coba Menerima

Berdamai dengan perpisahan

Seketika tidak percaya, bahwa apa yang telah kita perjuangkan akan berakhir sia-sia. Tidak percaya, bahwa apa yang kita lakukan terbuang begitu saja. Entah, sekali lagi aku juga tidak percaya, detik itu juga emosiku tidak meronta, melainkan menerima. Menerima keputusan yang sama sekali di luar nalar. Sampai akhirnya aku mencoba berdamai dengan perpisahan.

Advertisement

Kamu memilih untuk berdamai dengan perpisahan, yang sebenarnya kamu tidak pernah bertegur sapa dengannya. Tidak mudah memang, tapi mau dikata apa, sekuat apapun aku mempertahankan ternyata auramu tentangku telah tiada. Seteguh apapun aku menguatkan, namun perasaan itu juga sudah punah.


Kamu telah berubah, dan merubah semuanya


Padahal kau sudah bangunkan impian tentang rumah kecil tentang kau dan aku, kelak akan kau guyur dengan kasih sayang untuk anak-anakmu ketika lelah. Ketika kau kisahkan sebuah gubuk untukku dikala aku rindu dan berjauhan.

Advertisement

Dan kau lantunkan tentang jumlah banyak keturunan yang nantinya akan kau pamerkan pada semesta. Tapi semenjak kau runtuhkan semuanya, itu hanya akan menjadi memori yang cukup membuatku tersenyum di kemudian hari.

1918 hari lamanya telah kita lewati bersama. Setelah aku harus menunggu dibalik punggung acuhmu, berperan sebagai teman dengan menyembunyikan segala perasaan yang lama ada. Dengan gagahnya aku bersabar dan bertahan.

Advertisement

Menahan, menahan, dan menahan ketika kau masih bersamanya. aku hanya menjadi pengikutmu disela-sela waktumu dengannya. Lucu memang tapi itu dulu.


Sekarang aku belajar menerima apa yang seharusnya aku terima


Mengiklaskan detik kau mematahkan harapan dan impian kemarin. Mendadak semu dan tidak tahu. Memahami bahwa cukup sekian Tuhan menyatukan kita dan menitipkan perasaanmu.

Aku cukup bahagia dengan waktu yang tidak sebentar itu, dan perlu kamu tahu, dibersamai dengan siapapun kamu, ia tidak mampu menjadi aku yang terang-terangan merayu Tuhanku untuk selalu menjadi wanita tangguh ketika kau mengeluh.

Sementara waktu aku tidak akan bertamu pada rindu, aku hanya takut itu akan mengusikmu. Biarkan Tuhan yang mengobati kepatahan terbaik menurut-Nya, yang indah akan berbuah pada saatnya.

Kau yang jauh, akan dipeluk oleh-Nya. Sedang apapun alasanmu dibelakangku, biar menjadi rahasia yang tidak akan terungkap sampai kapanpun. Doa lembut ketika aku bersujud akan menjadi pengobat rindu sekaligus penghapus canduku terhadapmu


Perahuku sudah tak bernahkoda, sedang pelabuhan masih jauh. kau meninggalkanku di tengah laut. itu pertanda aku harus berlayar sendiri


Doa kulambungkan tinggi-tinggi untuk kebahagiaan dan restu ayahmu yang entah akan tertuju pada perempuan itu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Penikmat Kajian Ustad Hanan Attaki

Editor

Not that millennial in digital era.