Bisa dibilang, bahagia adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan manusia akan kebahagiaan nyaris sama pentingnya dengan kebutuhan manusia akan makanan, pakaian dan tempat tinggal. Tidak heran manusia seringkali melakukan berbagai macam hal untuk dapat mencapai kebahagiaan. Hal ini menjadikan kebahagiaan seolah merupakan suatu hal yang sangat sulit dicapai. Namun, mungkin  hal ini tidak sepenuhnya salah mengingat banyak dapat beredar cerita di masyarakat dunia bahwa bahkan, kekayaan tidak menjamin kebahagiaan, begitu juga dengan popularitas dan kemewahan.
Kebahagiaan sebenarnya bukanlah suatu hal yang susah didapatkan. Sebaliknya, dengan penerimaan yang benar, justru kebahagiaan merupakan hal yang sangat mudah untuk didapatkan. Salah satu metode atau cara untuk mengakomodir hal ini adalah dengan menerapkan Stoisisme (Stoicism). Stoisisme merupakan salah satu aliran filsafat yang mengajarkan kita untuk terbebas dari hasrat, tidak tergerak atas dasar sukacita maupun kesedihan, serta menerima tanpa mengeluh apapun yang terjadi dan tidak dapat dihindari.
Sebenarnya, metode ini sudah populer dan banyak diterapkan di anca negara, akan tetapi di Indonesia sendiri, Stoisisme masih seperti hal yang asing. Mungkin karena pengaruh sosial budaya Indonesia yang masih terlalu berorientasi kepada hasil akan segala usaha yang dilakukan.
Stoisisme mengajarkan kita untuk bersiap akan kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Hal ini menjadi penting karena pada saat kemungkinan terburuk tersebut benar-benar terjadi, kita tidak lagi kaget dan tidak mengalami kesedihan yang berlarut-larut.
Sebagai contoh kasus, pada saat kita mendaftar pada sebuah perguruan tinggi impian kita, daripada memaksa percaya sepenuh hati bahwa kita akan diterima, lebih baik kita juga sudah berpikir bahwa kita akan ditolak. Kita menyisakan sedikit ruang di hati untuk kemungkinan itu sehingga apabila hal tersebut benar-benar terjadi, kita tidak lagi kaget dan sedih terlalu berlarut-larut.
Pada dasarnya, Stoisisme mengajarkan bahwa kita tidak dapat mengendalikan faktor-faktor eksternal yang akan mempengaruhi suatu kejadian atau hasil dari usaha kita. Sebaliknya, Stoisisme mengajarkan bahwa yang sebenarnya dapat kita kendalikan bukanlah faktor eksternal tersebut, melainkan penerimaan kita terhadap segala kejadian yang terjadi. Stoisisme mengajarkan tentang bagaimana kita merespon segala sesuatu yang terjadi secara tepat, alih-alih melawannya. Hal ini disebut dengan dikotomi kendali. Ada hal-yang yang masih dalam kendali kita, dan ada pula yang tidak dapat kita kendalikan sama sekali.
Pada dasarnya, Stoisisme mengedepankan kebahagiaan dari dalam diri dengan menerima hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan dan berdamai dengannya. Namun, hal ini bukan berarti kita pasrah secara total, akan tetapi kepasrahan yang diajarkan oleh Stoisisme disini adalah kepasrahan terhadap hasil tanpa sedikitpun mengurangi nilai usaha untuk hasil yang terbaik. Bisa dibilang, Stoisisme menganggap sebuah kesuksesan adalah bonus.
Stoisisme telah dianut oleh banyak orang terkenal didunia. Sebut saja George Washington, pendiri negara Amerika, Adam Smith, Bapak ekonomi modern hingga Nelson Mandela.
Stoisisme sangat efektif untuk diterapkan pada kehidupan modern. Bersiap akan sesuatu yang paling buruk di tengah dunia yang semakin tidak terduga sangatlah penting.  Bersiap menerima kesengsaraan membuat kita semakin kuat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”