Aku adalah seorang sarjana farmasi lulusan tahun 2018. Sebelumnya kuliah di salah satu kampus di Jogja, kampus biru. Aku lulus tidak dengan predikat cumlaude, tapi karena IPK ku lebih dari tiga, masih bisa dibilang lumayan lah. Meski lulus dari kampus yang bisa di bilang bergengsi dan mengantongi ipk yang lumayan, tidak serta merta menjamin langkahku berikutnya menjadi lebih mudah.
Sesaat setelah wisuda, aku dihadapkan pada sebuah dilema. Belum bisa menentukan antara langsung cari kerja atau melanjutkan studi profesi terlebih dahulu. Persoalannya tiada lain ada di dana. Kondisi keuangan keluarga yang hanya ditopang oleh Bapak dan itu pun juga pas-pasan membuatku berpikir seribu kali kalau masih minta uang lagi bahkan walaupun untuk melanjutkan studi profesi.
Karena berbagai pertimbangan, aku pun memutuskan untuk langsung mencari kerja. Saat bau ijazah baru masih tercium aku berselancar di beberapa web yang memposting lowongan-lowongan pekerjaan. Untungnya ada beberapa lowongan yang relevan dengan studiku waktu kuliah dan tidak memerlukan pendidikan profesi. Aku pun bergegas melengkapi seluruh persyaratan termasuk mengajukan pembuatan STRTTK (Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian) terlebih dahulu. Surat itu aku ajukan secara online dan kurang dari dua minggu sudah jadi. Setelah semua berkas lengkap, aku langsung mengajukan lamaran ke beberapa lowongan.
Syukur sekali dari beberapa lowongan ada satu yang lolos. Aku diterima sebagai asisten apoteker di sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Namun, masalah yang baru muncul. Ongkos untuk ke Jakarta dan bagaimana nanti urusan di sana meliputi tempat singgah dan uang makan sampai gaji pertama cair masih belum terpikir.
Persoalan tersebut terselesaikan dengan Bapak memberi sejumlah uang yang cukup digunakan untuk biaya perjalanan, membeli seragam kerja dan masih sisa untuk pegangan. Sedangkan untuk tempat menginap aku dipersilakan oleh Bulikku untuk tinggal di rumahnya terlebih dahulu. Pada waktu itu aku benar-benar baru memahami kalau harta yang paling berharga memang adalah keluarga.
Aku berangkat ke Jakarta dengan diantarkan oleh Bapak dan Mamakku sampai di Stasiun Tugu Jogja. Tidak ada haru yang menderu. Tangis pun tertahan. Yang ada hanya wanti-wanti khas dari orang tua Jawa yang hendak melepas anak laki-lakinya merantau ke kota yang lebih besar. Sesaat sebelum masuk kereta, aku memandangi wajah kedua orang tuaku. Dalam hati aku berjanji kelak akan mengembalikan jerih payah yang telah orang tuaku lakukan sampai aku berada di titik ini. Meskipun tidak bisa membayar lunas semuanya, paling tidak aku ingin keduanya bangga dan bahagia.
Sampai di Jakarta, semua berjalan sesuai rencana. Pada bulan pertama, penggunaan uang pun tidak hanya cukup tapi menjadi lebih irit karena makanku semuanya disediakan oleh Bulikku. Pagi sarapan di rumah, berangkat kerja bawa bekal, selesai kerja langsung bergegas pulang. Kebiasaan ini aku lakukan kapan pun jatah shift yang aku dapatkan. Hanya saja aku masih perlu beradaptasi dengan hiruk pikuk dan budaya macet di sini.
Satu semester berlalu sejak kedatanganku di Jakarta. Ranah kerjaku pun semakin aku kuasai. Meracik obat, mencatat input dan keluaran obat, melayani pembelian obat, dan masih banyak lagi. Lama kelamaan pola hidup baruku terbentuk dengan sendirinya dan hanya begitu-begitu saja.
Sebenarnya ini bukan hal yang salah. Tapi entah kenapa rasanya kian hari hati kian terkikis. Semangat pun kian menipis. Terkadang timbul pertanyaan, hidup seperti inikah yang selama ini aku harapkan? Pertanyaan semacam ini kalau misalkan aku utarakan ke orang-orang yang sudah kenal denganku barangkali akan menanggapi bahwasanya aku ini kurang bersyukur dan sebagainya.
Sampai suatu ketika aku melihat orang-orang yang jualan bunga di lampu lalu lintas. Di situlah aku teringat rumahku di bagian barat Kota Jogja. Walaupun mempunyai halaman yang tidak terlalu luas, namun bagian depan tampak sangat asri dan indah karena terdapat banyak sekali bunga beraneka warna. Semuanya koleksi pribadi Bapak dan Mamak. Kebetulan keduanya mempunyai hobi yang sama.
Selain itu aku pun juga teringat lagi mimpiku sewaktu masih kuliah dulu. Mimpi membangun greenhouse dengan sejuta bunga di dalamnya. Mimpi yang sempat aku utarakan kepada Mamak agar beliau merestui dan mendoakan. Kini mimpi yang sempat redup itu pun menyala kembali dan memberi alasan sekaligus semangat baru.
Malam setelah mandi dan makan aku langsung menelpon Mamak. Untung Bapak juga sedang di rumah. Setelah saling bertukar kabar dan basa basi lainnya aku langsung menyatakan niatku untuk mewujudkan mimpiku kepada kedua orang tuaku. Seperti kebanyakan orang tua, keduanya pun menanyakan kira-kira bagaimana yang akan aku lakukan untuk mewujudkan mimpi itu.Â
Maka aku sampaikanlah kira-kira rencana apa yang telah aku rancang untuk mewujudkannya. Bapak kemudian menanyakan keyakinanku, apakah sudah bulat atau masih ada keraguan di dalamnya. Selanjutnya aku berusaha meyakinkan keduanya, Insyaallah jalan yang aku pilih ini sudah bulat asalkan ada restu dari Bapak dan Mamak.
Bapak kemudian bilang kalau tanah atas namanya, warisan dari simbah yang ada di Godean, Sleman belum terbangun. Pun tidak digunakan sebagai lahan sawah karena tidak dilalui saluran irigasi serta letaknya yang agak jauh dari rumah. Mendengarnya aku seakan mendapat dukungan penuh dari Bapak. Semangatku pun kian membara.
Mamak kemudian bertanya, "lalu untuk pembangunan greenhousenya sendiri serta isinya modalnya darimana?" "Tenang Mak, saya sudah memikirkannya. Saya punya tabungan yang saya sisihkan dari gaji saya selama setahun lebih ini. Setelah saya hitung sepertinya memang kurang. Maka dari itu saya berencana mengajukan kredit tanpa agunan di bank. Kalau sudah turun nanti dana saya kirim semua ke mamak. Mamak aja yang atur semuanya." Jawabku.
Malam itu aku habiskan dengan membahas rencana pembangunan greenhouse keluarga bersama Bapak dan Mamak. Tentu saja walaupun bertajuk greenhouse milik keluarga tapi peruntukannya selain sebagai wadah koleksi bunga juga untuk sarana membangun usaha. Sungguh malam yang panjang. Mendebarkan dan membuat hati penuh. Semoga apa yang kami rencanakan direstui oleh semesta.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”