Assalamualaikum, saya si generasi Z. Ya, setelah mencari informasi lebih jauh tentang penamaan generasi, ternyata saya bukan milenial seperti anggapan saya selama ini. Generasi Z kelahiran tahun 1995 hingga 2010, yang menurut teori ahli adalah generasi yang sangat ketergantungan dengan teknologi. SAYA AKUI! Kebanyakan generasi kami menghabiskan mayoritas waktunya dengan teknologi terutama social media dan segala algoritma internet. Internet adalah tempat kami mencari banyak hal, inspirasi, hobi, pelampiasan, mungkin juga kebahagiaan.
Saya pun MENGAKUI bahwa peranan social media dalam membentuk pola pikir generasi kami sangat impactful ! Banyak kawan diluaran yang produktif karena social media, lebih kreatif dengan social media, berprestasi melalui social media, BAHKAN mengalami insecurity termasuk untuk mewujudkan M-I-M-P-I karena social media.
Ya, ini menjadi big deals untuk generasi kami, IN-SE-CURE. Disuguhkan banyak konten di social media mengenai baiknya kehidupan orang lain, sempurnanya rupa para public figure, kabar baik dan nasib baik teman sekolah, prestasi orang-orang cerdas di luar negeri, dan ba-bi-bu yang lainnya. Semakin banyak melihat semuanya, ternyata kami semakin banyak membandingkan diri dengan mereka yang ada di social media. Sebuah penelitian terbaru dari peneliti University of Sydney, Mcquarie University dan UNSW Austria menyatakan bahwa semakin banyak seseorang melihat konten di berbagai platform, semakin sering membandingkan dirinya dengan apa yang dilihat, terutama terjadi pada perempuan.
Tidak salah kalau ternyata generasi Z sebagai penguasa pengguna teknologi, sering membandingkan dirinya dengan apa yang dilihat di social media. Ketika kenyataan yang dirasakan berbeda dengan apa yang dilihat pada orang lain, dari sini lah insecurity muncul. Dalam psikologi, hal ini disebut social comparison atau perbandingan sosial. Yaitu seseorang merasakan hal baik atau buruk pada dirinya berdasarkan perbandingan dirinya dengan orang lain.Â
Apakah saya tidak pernah mengalaminya? Mungkin pernah, saya kurang yakin. Orang dengan sifat bodo amat level maksimal seperti saya mungkin lebih terlindungi dari insecurity. Saya menerapkan MINDSET ANEH pada diri saya agar insecurity tidak muncul dan menghalangi saya mewujudkan mimpi. Dimulai dengan memiliki kesadaran penuh bahwa setiap manusia terlahir dengan latar belakang yang berbeda-beda  dan tidak dapat dibandingkan satu sama lain.
Kondisi keluarga, pendidikan, pola asuh, dan kemampuan yang berbeda tentu akan melahirkan pencapaian yang berbeda pula. Karena kesadaran itu saya belajar untuk menelaah sebanyak apakah kebaikan yang saya terima dari Tuhan, dengan sederhana saja "masih bisa hidup hingga hari ini". Berusaha bersyukur dengan apa yang telah dimiliki membuat saya belajar menerima dan mencintai diri saya sepenuhnya. Apakah itu cukup? tentu saja TIDAK !
Belajar untuk berhenti membandingkan diri dengan orang lain bukan perkara mudah, tetapi rugi kalau hanya karena insecure kita terhalang mewujudkan apa yang kita inginkan. Senyum cantik semua orang di social media tidak mewakili besarnya kebahagiaan mereka, kesempurnaan hidup orang lain juga tidak pernah kita ketahui sepenuhnya. STOP untuk melihat kehidupan fairy tales setiap orang, karena happily ever after hanya terjadi di film Disney dan Barbie saja. Hidup terus berjalan sehingga fokus terhadap diri sendiri itu, yang saya lakukan.
Melihat seberapa banyak  kekurangan menjadi pemacu untuk belajar lebih banyak. Bukan minder lalu mundur. Saya berusaha memandang impian bukan hal fairy tales alias dongeng yang terasa jauh digapai. Dengan cara apa? Saya mencoba untuk membuat MIMPI menjadi REALISTIS dan LOGIS. Mem-breakdown mimpi yang saya miliki menjadi future goals, lalu persempit future goals menjadi target jangka panjang dan pendek. Setelah itu persempit lagi menjadi plan alias rencana-rencana, tapi STOP hanya menjadi WACANA. Bagaimana caranya? Wujudkan setiap rencana menjadi habit atau kebiasaan sehari-hari.
Sudahkah saya berhasil? tentu saja BELUM. Mimpi saya adalah menjadi seorang perancang kota di usia muda, mustahil! karena saya sekolah jurusan IPS di SMA dan mengambil jurusan serumpun saat kuliah. Perancang kota tentu dekat dengan teknik arsitektur atau planologi, sementara waktu untuk kuliah itu lama, semuda mungkin? terdengar sangat fairy tales bukan?
Saya belajar untuk membuat mimpi itu menjadi realistis, kalaupun tidak tercapai ya it's fine! Mungkin bisa menjadi yang terdekat dengan mimpi itu. Mem-breakdown mimpi itu menjadi future goals, yaitu melanjutkan kuliah master dengan jurusan linear tetapi masih rumpun ilmu sosial, apa itu? Sssttt rahasia. Tujuan masa depan itu, saya persempit menjadi target untuk menyelesaikan kuliah sarjana secepat dan sebaik mungkin agar bisa melanjutkan ke jurusan yang mengarah ke mimpi saya. Bagaimana caranya? Dengan  lulus sarjana di usia 20 tahun. Sulit!
Karena kuliah harus diselesaikan selama 7 semester saja, tapi yang namanya kesempatan akan selalu ada. Berusaha menyusun rencana dan memulai dari hal kecil yaitu habit atau kebiasaan. Contohnya bangun lebih pagi, mengerjakan tugas apapun lebih disiplin, dan mengelola waktu sebaik mungkin. Apakah target dan rencana berhasil?
YA, absolutely yes! Tetapi tujuan alias future goals belum tercapai. Saya harus menerima kenyataan tidak bisa langsung mengambil program master setelah lulus sarjana dan keinginan "semuda mungkin" menjadi bias kembali. Tapi apakah saya berhenti? tentu saja TIDAK! tetap bersyukur dan fokus terhadap diri sendiri. Saya melakukan hal yang lain seperti bekerja dan menyusun rencana untuk target selanjutnya, yaitu kuliah kembali dengan beasiswa. Mudah?
Lagi-lagi tidak! Gagal, gagal, lalu gagal. Kita bisa mengontrol besarnya usaha tapi kita tidak bisa mengontrol hasil akhirnya, ada tangan Tuhan disana. Terus berjalan dan ikhtiar. Kembali saya menata habit dalam hidup untuk mewujudkan rencana dan mencapai target serta lebih dekat dengan future goals dan mimpi itu semakin hari semakin terasa realistis untuk saya miliki. Keep #BeraniWujudkanMimpi.
Saya masih berjalan meskipun pelan, tetap belajar meskipun sukar, tentunya berusaha bersyukur agar tidak insecure. Sekali lagi, hidup itu bukan "balapan yang harus start bersamaan dan mencapai finish cepet-cepetan"Â Â focus on your track, and you will be you!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”