Semua orang pasti punya impian, dan sekecil apapun mimpi itu semua tetap mimpi. Bahkan sekedar menikah dan menjadi ibu dan istri yang baik pun adalah mimpi yang mulia. Dulu ketika ditanya apa cita-cita kalian semasa kecil saat SD dulu, mungkin sebagian besar dari kalian akan menjawab polisi, guru, dokter, pilot dan profesi-profesi mainstream lainnya. Generasi 90an belum mengenal kemajuan teknologi seperti sekarang. Mungkin anak-anak SD zaman sekarang sudah lebih punya variasi jawaban dibandingkan generasi saya dulu.
Tapi kemudian seiring berjalannya waktu, cita-cita baru bermunculan, mulai dari masuk universitas favorit, sampai pada keinginan untuk melanjutkan studi master di luar negeri yang justru muncul ketika sudah lulus S1 dan kemudian bekerja.Â
Mengapa berkuliah di luar negeri menjadi tujuan? karena tidak ingin hanya sekedar belajar dan menuntut ilmu, tapi juga mendapatkan pengalaman tak terlupakan dengan tinggal di negeri orang dan mengenal budaya dari berbagai belahan dunia. Tentu saja akan butuh biaya yang besar serta usaha yang keras, karena itulah mendaftar beasiswa menjadi jalan saya untuk meraihnya.
Saya tidak mau bergantung pada orang tua lagi untuk melanjutkan sekolah, mengumpulkan tabungan pun akan memakan waktu lama, sehingga mencari beasiswa menjadi jalan yang paling masuk akal untuk meraihnya.
Beasiswa yang menjadi pilihan pertama untuk didaftar, tentu saja seperti orang Indonesia kebanyakan, yaitu LPDP. Jika pekerjaan idaman masyarakat Indonesia adalah PNS atau Pengawai BUMN, maka beasiswa idaman orang-orang di Indonesia adalah LPDP. Dan tentu saja karena kurangnya persiapan dan juga percobaan pertama, jadilah kegagalan harus diterima. Saat wawancara mendapat masukan dari pewawancara kalau saya masih belum memiliki arah dan tujuan yang jelas. Jadi ini menjadi PR saya untuk kemudian hari.
Kecewa sih pasti ya, namanya juga manusia, tapi tentu saja ingin tetap mencoba. Selain karena penasaran juga saya percaya diri bahwa saya cukup mampu untuk mendapatkan beasiswa. Setelahnya saya mencoba AAS yang bahkan berkas saja tidak lolos, lalu NZAS dimana lolos hingga tahap wawancara sama seperti LPDP, dan lagi-lagi harus gagal di tahap ini. Saya juga mencoba beasiswa Stuned dan Swedish Institute yang lagi-lagi juga gagal. Kemudian saya juga mencoba lagi mendaftar LPDP di tahun berikutnya, sayangnya saya bahkan gagal di tes online assessment.
Seperti kata pepatah, banyak jalan menuju Roma, banyak jalan untuk mendapatkan beasiswa, beasiswa di dunia ini sangat beragam, gagal menjadi wajar, tapi tentu masih banyak beasiswa yang bisa didaftar. Patah satu tumbuh seribu, gagal satu ya coba lagi sebanyak yang kita bisa. Saya terus menebar jaring, mencoba berbagai beasiswa sampai mendapatkan berita gembira dari salah satunya.
Dari sekian banyak beasiswa yang saya daftar, akhirnya saya mendapat kabar gembira dari 2 beasiswa, yang pertama ITC Foundation Scholarship Programme dan Stipendium Hungaricum. Beasiswa pertama IFSP, adalah beasiswa kampus yang menggratiskan biaya masuk kampus dan memberikan 5000 Euro selama setahun sebagai biaya hidup. 5000 Euro untuk setahun di Belanda itu tidak cukup ya, mungkin hanya bisa bertahan untuk 6 bulan. Jadi mau tidak mau harus mencari tambahan dengan part-time. Hanya saja Belanda termasuk negara yang menganut sistem blok atau yang kamu kenal dengan caturwulan di Indonesia, akan sangat sulit mengimbangi belajar dengan bekerja. Belum lagi diawal harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk pengurusan visa dan settlement disana.
Di lain pihak saya juga diterima oleh beasiswa Stipendium Hungaricum di Hongaria, dan menurut saya uang beasiswanya akan cukup untuk tinggal dan berkuliah di sana. Walaupun memang secara kualitas kampus dan pendidikan mungkin Belanda lebih bagus, tetapi uang beasiswanya tidak akan bisa meng-cover kebutuhan kuliah dan kehidupan saya di sana, inilah pertimbangan utama saya yang akhirnya memutuskan untuk mengambil beasiswa Stipendium Hungaricum ini.
Lagipula kurikulum di negara-negara Uni Eropa sudah di standarkan jadi kurang lebih apa yang dipelajari akan sama. Kesempatan kuliah musim panas di negara-negara tetangga juga akan terbuka lebar. Itulah alasan-alasan saya untuk akhirnya memutuskan kuliah di Hongaria.
Dan akhirnya saya berangkat di September 2018. Saya berhasil meraih mimpi saya setelah kurang lebih dua tahun mencoba berbagai beasiswa dan kesempatan yang ada. Jadi bagi kamu yang sedang berusaha meraih mimpimu, tetaplah semangat! Akan ada waktunya mimpimu akan tercapai, tentu saja harus disertai dengan usaha yang keras, doa yang tanpa henti dan restu dari kedua orang tua! Percaya deh, kamu akan bisa menggapai mimpimu! Ayok #BeraniWujudkanMimpi
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”