"Sejak hari-hari biru akan membisu sampai perihal kepada siapa harus mengadu. Semua sudah serba tahu bahwa tangan-tangan biru hampir dibawa tandu. Kalau saja arloji bisa memberi tanda terlebih dahulu, mungkin dunia tidak begitu kelu. Memang hidup sebercanda itu, tempat revisi dari debu yang mengabu lalu."
Ini, abad ke dua puluh, tepatnya tahun ke dua ribu dua puluh, dengan segala ambil andil manusia dalam peluh dan keluh. Termasuk aku yang sedikit keluar peluh tapi kadang banyak mengeluh di tahun yang katanya seperti penjara−tidak bebas dan terbatas. Bermula di bulan Maret, bulan yang punya cerita tentang lahirnya seorang aku. Bulan keberlangsungan langkah mahasiswi semester empat−kala itu.
Bulan yang juga merupakan awal bagi manusia atas rasa terpenjara akan wabah yang tiba-tiba ikut andil dalam perjalanan 2020, tepatnya di Indonesia. Katanya, tahun ini begitu pelik karena jutaan mimpi beberapa orang harus tertunda ataupun gugur. Namun, jika tidak ingin menjadi kacung sebuah wabah, otakku terpaksa digerus untuk mengubah strategi dengan sekaget-kagetnya. Kesan ini menopangku untuk #BeraniWujudkanMimpi.
Wawancara Beasiswa Bank Indonesia tahap kedua kala itu, terpaksa harus tertunda begitu lama akibat pandemi. Padahal, sebelum wabah ikut andil, aku dan pejuang Beasiswa BI lainnya begitu leluasa pada saat persiapan seleksi berkas, sosialisasi Beasiswa BI, hingga wawancara tahap pertama. Sungguh, di awal pandemi, mentalku seperti butuh waktu untuk beradaptasi. Sebagian orang merasakan penurunan pendapatan secara drastis, berkurangnya lapangan pekerjaan, sampai bingung melanjutkan kehidupan.
Tentu, tidak jauh dengan kejadian distribusi novel karyaku yang sempat terhenti, kontrak kerja sama yang harus ditunda, kegiatan organisasi kampus yang mau tidak mau harus tidak terlaksana, bahkan untuk hal-hal yang berujung “ya, sudahlah”. Semua seakan ikut surut dalam sekejap, sambil membawa satu-satunya harapan agar bisa lolos Beasiswa Bank Indonesia untuk perbaikan finansial, bisa berkontribusi sebagai energi untuk negeri apabila sudah tergabung dalam GenBI (Generasi Baru Indonesia), dan mendapatkan banyak relasi sebagai benang merah dalam berkarya.
Setiap langkah yang berlalu kala itu, seperti tidak punya makna akibat wabah. Waktu kemudian digerus musim, aku termasuk mahasiswi yang beruntung bisa dinyatakan lolos sebagai penerima Beasiswa Bank Indonesia dan otomatis tergabung dalam komunitas GenBI. Sebuah komunitas yang sangat luar biasa memberikan energinya untuk negeri ini.
Rasa senang itu hadir karena satu dari sekian list mapping pada buku catatan kecil bisa dicoret dengan puas. Meskipun, masih tertinggal beberapa target yang belum tercapai sampai saat itu, setidaknya aku bisa menjadi manusia yang bersyukur di tengah pandemi. Bernaung diri di komunitas GenBI seakan menjadi tali yang terus menuntunku agar terus berproses di tengah dunia perkuliahan tiada ampun tugasnya. Apalagi, sejak perkuliahan secara daring, beberapa dosen semakin sering membebankan tugas kepada mahasiswanya.
Banyak hal ajaib yang aku dapatkan ketika tergabung dalam komunitas GenBI. Hal ajaib itu mampu mewujudkan mimpi-mimpi kecil yang belum terealisasikan dan hanya sebatas ekspektasi di masa lampau. Bermula aku mendapatkan kesempatan rangkap divisi dengan tergabung dalam divisi Kominfo khususnya sub artikel dan caption. Secara tidak langsung, hal itu menjadi wadah buatku yang memiliki hobi menulis. Tidak hanya itu, aku juga menginisiasi divisi Kominfo untuk membuat podcast GenBI Kepri dengan latar front liner yang esensinya sebagai fungsi GenBI. Rasa senang dan syukur menaungiku ketika ide itu disambut dengan baik hingga peluncuran podcast GenBI Kepri untuk kali pertama di tahun ini.
Kemudian, dalam sebuah kegiatan besar GenBI yaitu LEAD GenBI Kepri aku mendapatkan pujian dari pembina GenBI Kepri−salah satu pegawai Bank Indonesia KPw Kepri−atas research effort terhadap penulisan naskah video kelompok tentang perjalanan rupiah. Berlanjut aku dipercaya sebagai penulis naskah dalam video kebudayaan kegiatan Leadership Camp GenBI Nasional. Kepercayaan itu semakin besar ketika aku juga ikut andil dalam memilih pemeran sampai ikut andil selama proses take hingga editing video. Cerita kecil itu adalah mimpi kecil yang belum terwujud dan sempat hadir ketika masih SMA. Akhirnya, benar-benar ajaib sekali ketika mendapat kesempatan itu, seakan kesempatan untuk berproses belajar menjadi seorang sutradara. Sedikit aneh didengar, tapi rasanya luar biasa ketika karya kita memiliki tempat untuk divisualkan.
Andrea Hirata, Tere Liye, J.S. Khairen, dan sekian anonim lainnya yang merupakan alumni mahasiswa ekonomi, namun bisa berkarya lewat tulisan-tulisan mereka yang luar biasa. Seperti itu jika dianalogikan, aku seorang mahasiswi akuntansi yang sangat gemar menulis sebuah cerita. Secarik mimpiku ialah terus menulis dan berkarya seperti anonim yang telah aku sebutkan. Di tahun dengan segala luka, sebagai pioner GenBI aku #BeraniWujudkanMimpi dengan dinobatkan sebagai 2nd Winner Asean Poetry Competition oleh Prospace.id, masuk nominasi 3 besar dalam beberapa perlombaan cipta puisi tingkat Nasional, hingga dinobatkan sebagai Penulis Istimewa oleh Anara Publishing House.
Bukan sekadar berkarya untuk negeri, namun melalui kegiatan GenBI dan kegiatan Bank Indonesia pula aku ikut menjadi energi untuk negeri karena tidak etis sekiranya apabila mimpi-mimpi yang digantung hanya sebatas untuk kepuasan diri sendiri. Afeksi #BeraniWujudkanMimpi sangat sederhana, yaitu menggantungkan mimpi menjadi generasi perubahan dengan memberikan hadiah melalui karya sebagai benang merah menjadi pioner GenBI atas dedikasi energi untuk negeri.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”