Aku adalah anaknya. Yang bertahun-tahun lalu kerap menangis digendongannya, bahkan sering membuat mereka terjaga sepanjang waktu demi damainya aku. Kilas balik memori membawaku ke suatu waktu dimana aku menjadi prioritas yang harus mereka wujudkan, apapun itu aku menjadi nomor satu. Namun dilain kesempatan, akupun ingat betul bagaimana aku merengek meminta sesuatu tapi nyatanya aku tak dikabulkan. Aku menangis dipelukan tapi keinginanku tak kudapatkan. Tanpa tahu bahwa mereka kesulitan atau memang seyogyanya aku tidak diperbolehkan mendapatkan.
Aku adalah bagian dari sebuah keluarga kecil mereka. Yang kini mulai mengerti makna relasi dalam sebuah keluarga, aku sebagai anak dan mereka sebagai orang tua. Bagaimana seharusnya aku berlaku, baik kewajibanku maupun hakku. Meskipun pada praktiknya belum mampu terupayakan seluruhnya, namun aku tahu apa dan bagaimana peranku untuk mereka.
Sebagaimanapun mereka, aku tetaplah anaknya. Suka duka dalam sebuah hubungan adalah suatu keniscayaan, begitupun dalam lingkup keluarga. Mereka kerap mengusahakan bahagiaku tapi tak jarang mereka juga menaruh perih dihatiku. Bertahun-tahun hidup bersama sudah cukup membuat kami saling mengenal, tapi bukan berarti kami bisa sepenuhnya saling memahami dan mengerti. Justru kesalahpaman sering mewarnai hari-hari kami, tentang bagi mereka yang ingin terbaik untukku namun nyatanya yang kurasakan bukanlah begitu. Pun sebaliknya, aku anggap diriku benar tanpa mengindahkan bahwa justru merekalah yang lebih berpengalaman dan tentunya sangat paham. Disatu hari kami berlawanan lalu dihari berikutnya saling mendamaikan, terus bergulir seperti itu.
Namun satu hal yang paling aku sadari. Lahir dan tumbuh besar dipelukan mereka adalah anugrah yang sudah seharusnya ku syukuri. Luapan kasih sayang yang tercurahkan adalah kenyataan yang tak boleh kudustakan. Bagaimanapun cara mereka mendidik dan membesarkanku, tujuannya tetaplah satu. Adalah ingin agar aku hidup sukses dan bahagia, bila perlu harus lebih dari mereka. Terlepas sebetapapun didikan yang kudapatkan, mereka hanya berusaha menjadi orang tua yang baik dan bertanggungjawab.
Mimpiku cukup sederhana, ingin membuat mereka lega. Atas usaha mereka, wajib bagiku untuk membalas budi. Meski aku sendiri tahu bahwa sebesar apapun upayaku untuk membalas jasa mereka, tak secuilpun dapat ku ganti. Disetiap doa yang ku panjatkan, nama mereka selalu dan akan selalu ku sertakan. Karena aku sadar betul, bahwa perlakuan saja tak cukup untuk mewujudkan baktiku kepada mereka.
Menjadi seperti apa aku dimasa depan, aku hanya berharap menjadi anak yang membanggakan.
Disuatu kali, mereka berkata bahwa dimasa depan hal yang membahagiakan adalah melihatku sukses dengan karirku dan bahagianya hidupku. Lalu ku katakan, aku punya mimpi dan dengan #BeraniWujudkanMimpi akan ku jadikan nyata bahagia mereka diesok hari.
Sampai kapanpun itu, aku tetaplah anak kecil bagi mereka. Tapi semakin bertambahnya umur, aku harus kian mengupayakan baktiku pada mereka. Jangan sampai membuat mereka khawatir atau bahkan sampai bersedih hati. Sebaliknya, ku upayakan membuat mereka merasa lega dan bangga miliki aku sebagai anaknya. Dan inilah mimpi sederhanaku sebagai seorang anak bagi bapak dan ibu, bagi kedua orangtuaku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”