Beradaptasi di Segala Keadaan Seperti Bunglon. Tapi, Apakah Bisa Membut Kita Jadi Diri Sendiri?

Kita sebagai manusia itu (ternyata) juga harus menguasai jurus bunglon agar bisa terus bertahan hidup di segala musim, tempat, dan keadaan apapun.

Take me back to myself.

Advertisement

Begitulah judul album yang dibuat seseorang di sebuah akun layanan streaming musik digital. Untuk sesaat, saya merasa tidak ada yang salah dengan judul album musik tersebut. Tapi beberapa hari setelahnya, mulai saya sadari bahwa judul itu punya banyak makna dan membekas di hati saya.

Di tahun yang baru ini, saya sadari, bahwa dua tahun belakangan ini saya banyak berubah. Pemikiran, perasaan, dan perilaku saya. Semuanya berubah. Seakan saya bertransformasi menjadi pribadi lain yang bahkan diri saya sendiri tak bisa mengenali.

Memang benar sih, manusia sebagai mahluk sosial dituntut untuk bisa selalu menyesuaikan lingkungan tempat dia berada. Ya, kita dituntut menjadi seperti bunglon, di mana ketika dia berpindah ke padang rumput maka bunglon akan merubah warna kulitnya menjadi hijau seperti rumput. Lalu, jika dia ada di padang pasir, dia akan merubah warna kulitnya menjadi berwarna cokelat seperti pasir. Bunglon melakukan itu agar dia bisa bertahan hidup dan mendapatkan zona amannya sehingga musuh tidak bisa mengenali dan menyerangnya. 

Advertisement

Nah, kita sebagai manusia itu (ternyata) juga harus menguasai jurus bunglon agar bisa terus bertahan hidup di segala musim, tempat, dan keadaan apapun. Sehingga, akhirnya identitas asli kita, tentang pandangan hidup kita, nilai-nilai idealis yang kita pegang, mimpi kita, sifat, karakter kita mau tak mau harus disesuaikan dengan tempat kita berada, ya, disesuaikan dengan siapa kita bergaul, berinteraksi, bahkan berkomunikasi. Dan identitas asli itu akhirnya kian hari kian memudar.

Saya mendapati diri saya berusaha menguasai jurus bunglon dalam banyak perubahan hidup saya. Seperti, perpindahan kota pasca mendapat gelar sarjana, perpindahan tempat bekerja ke tiga (3) kantor berbeda dalam kurun waktu empat (4) tahun, bahkan perpindahan pulau tempat tinggal. Semua perubahan yang menurut saya terlalu cepat dan mengagetkan ini nyatanya mampu saya atasi dengan jurus bunglon. Dan hasilnya, ya seperti sekarang ini, saya agaknya berhasil menguasai jurus bunglon itu. Terbukti, saya masih bisa menulis dan bertahan hidup sampai masuk tahun yang baru, ya, tahun 2020 ini. Hehe.

Advertisement

Tidak salah sebenarnya menerapkan cara bertahan hidup bunglon pada diri kita, tapi apakah itu akhirnya membuat hidup kita legah? Bahagia? Kita mulai menjadi seseorang yang (sebenarnya) tidak kita sukai hanya untuk bertahan hidup, merasa aman, bahkan (terlihat) seperti punya banyak teman daripada musuh. Kita menyesuaikan dan mencocokkan diri kita dengan lingkungan sekitar kita (bos, teman, pasangan hidup, dsb) supaya kita sah mendapat sebuah label “PENERIMAAN.”

Saya bersyukur tak sengaja membaca judul album musik digital punya seseorang itu, karena dari situ saya mendapat sebuah perenungan yang dalam bagi pribadi saya sendiri. (Nyatanya) saya telah mengingkari nurani saya, ada sesuatu yang kurang legah di hati saya. Memang bertahan hidup sih. Memang diterima lingkungan sekitar sih. Memang mendapat zona yang aman (juga) sih. Tapi ada yang menjanggal di hati. Rasanya, seperti tidak bebas. Banyak keputusan-keputusan ”aman” yang (kadangkala) saya sendiri tak bisa memahami mengapa dan kenapa saya mengambilnya.

Kini, saya mulai berusaha kembali bersahabat dengan nurani saya kembali, ya, kepada siapa sebenarnya saya. Bagi saya sekarang tidaklah terlalu penting mendapat pengakuan dan penerimaan sekitar asal saya tak mengingkari nurani saya, yang sebenarnya (menurut saya) itu adalah Sang Pemilik Semesta sendiri, yang tinggal dekat dan menggelitik hati saya untuk merasa tidak legah dan bahagia ketika saya meningkari perkataan dan tuntunanNya dalam menjalani perubahan musim hidup yang datang secara cepat dan tak diduga-duga.

Oke, seperti itulah perenungan saya dari sebuah judul album musik digital ”Take me back to myself.” Lalu bagaimana dengan kalian? Apa perenungan yang kalian dapat dari (hanya) sebuah judul album musik digital ini?  Coba renungkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Shangrila.(n) ; any place of complete bliss and delight and peace→The Lost Horizon, James Hilton(England,1933)™ Passion Never Weak