#RemajaBicaraKespro-Beradaptasi di Dunia Remaja dan Bagaimana Aku Melewatinya

Tuntutan sosial yang dialami remaja

Semua pasti pernah lewatin fase dimana setelah lulus SD, fantasi romansa dan drama di masa remaja memenuhi kepala. Populer, kakak kelas tampan, pacar pertama, atau mungkin our first love scenario sudah tersusun matang. Padahal mah, nggak ada mirip-miripnya. Sekarang cuma bisa cringe sendiri kalau ingat usaha biar bisa fit in di kalangan remaja hits dulu.

Advertisement

Lima tahun lalu, kelas 6 SD, aku adalah tipe anak yang mainnya sama anak cowok terus. Jujur saat itu aku belum tau kalau itu bukan hal yang lazim untuk sebagian orang. Jadi yang aku tahu dari pertemanan itu hanya asik-asikan bareng aja.

Setahun kemudian, aku pun masuk SMP untuk pertama kalinya. Tanpa tahu apa-apa, aku di SMP masih main kejar-kejaran sama teman laki-laki bahkan main petak umpet. Tanpa sadar kalau kepribadian yang seperti ini justru menarik 'perhatian' orang sekitar dan it's not a nice attention. 

Dengan feedback buruk yang aku dapat, akhirnya aku berpindah circle pertemanan. Aku pun mulai main dengan teman-teman cewek. And to my surprise, aku 'dipaksa' untuk mengubah 'petak umpet' menjadi 'gosip' dan 'curhat'. Dari sini aku belajar, untuk mendapat teman dan perhatian dari orang sekitar, I need a story to tell atau bahasa lainnya aku harus punya cerita. Selain itu, aku secara tidak langsung diperingatkan untuk mengikuti mereka yang bercerita agar tidak menjadi yang diceritakan.

Advertisement

Aku mengikuti konsep ini dan berusaha untuk muat di cetakan figur pertemanan aku. Hingga di suatu titik aku menjadi pribadi yang tidak sehat. Bukan secara fisik, tapi mental. Aku sudah memuatkan diriku di cetakan mereka. Aku menjadi salah satu dari mereka.

Bukannya bersekolah tetapi sibuk mencampuri urusan orang lain. Sibuk bercerita tentang orang lain bahkan menambahkan sedikit 'bumbu-bumbu' untuk menarik lebih banyak perhatian. Di sinilah dimana perjalan pubertas aku mulai.

Advertisement

Saat itu aku mau menjadi pusat perhatian orang-orang. Aku cari perhatian kesana kemari, cerita kesana kemari untuk dapat banyak teman, tanpa peduli itu benar atau tidak. Aku tidak memiliki sedikit pun awareness  kalau kata-kata yang aku keluarkan itu bisa dan akan melukai banyak orang. Bahkan memikirkannya sekarang aku cukup malu. Belum lama ini aku harus meminta maaf ke salah satu temanku karena kata-kata yang kutujukan kepada dirinya 4 tahun yang lalu.

Bagaimana aku berubah? Well, it's not a smooth path. Ada perkataan 'what you do, is what you get' dan itu yang terjadi kepadaku. Untung Tuhan memberi ganjaran dalam waktu 2 tahun sehingga tidak berlanjut.

Saat itu aku mendapat ganjaranku sendiri dengan cara yang sama. Aku yang menjadi bahan gosipnya. Not gonna lie, it was kinda depressing untuk anak berumur 13 tahun. Bukan satu dua kali aku membujuk papa mama untuk memindahkan aku ke sekolah lain.

Nah, dari situ aku sadar dengan mengikuti kata orang, dengan aku trying so hard to fit into the society molds, nggak akan buat aku bahagia. Jadi, kelas 3 SMP aku menjauh dari teman-teman yang membuat aku tidak merasa nyaman dan mulai berteman dengan orang-orang yang bahkan tidak pernah terlihat olehku 2 tahun yang lalu. Teman-teman baru dengan gaya berteman yang baru.

Setelah aku belajar kenyamanan dan keuntungan yang aku dapat dengan menjauh dari circle perempuan yang aku kira hebat tadi, aku mulai fokus ke diri aku dan memutuskan kalau aku nggak akan berusaha untuk fit in jika itu tidak akan memberiku keuntungan.

At last, di SMA ketertarikan untuk menjadi pusat perhatian sudah hilang. Aku mulai fokus ke pelajaran dan bakat yang tanpa aku sadar malah menarik perhatian yang aku mau dulu itu dengan sendirinya. Aku masuk ke kelas unggulan dan teman-teman mulai mengenaliku karena band-ku dan teman-temanku 'laris manis' diminta untuk main di berbagai macam acara. Teman-teman angkatanku pun memercayaiku untuk membawa beberapa acara angkatan yang akan datang nanti seperti acara tahunan sekolah. Mereka mempercayakanku untuk menjadi MC-nya.

Sambil menulis artikel ini aku pun tersadar, walaupun aku benci diriku yang sebelumnya, tetapi mungkin aku tidak akan ada di fase sekarang jika diriku yang dulu tidak melewati proses memalukan tadi. Aku mau sampaikan ke teman-teman semua kalau nggak perlu terlalu gelisah atau terburu-buru untuk cari identitas kamu. Kepribadian dan identitas orang itu berbeda-beda, kita nggak perlu ikut-ikutan yang bukan gaya kita.

Pesan dari aku, karena kalian sudah baca pengalaman aku ini, aku harap kalian bisa berpikir dua kali kalau kalian merasa perlu untuk melakukan sesuatu untuk bisa fit in atau menemukan kepribadian kalian. Hindari jauh kelakuan-kelakuan yang bisa berdampak negatif. Kalian juga bisa cerita ke orang terdekat kalian. Itu sih yang aku harap aku lakuin dulu, yaitu cerita ke mama aku agar dikasih nasihat dan juga larangan. 

Jadi, kebingungan dan kegalauan di masa remaja kita ini tuh normal. Kalau misal kalian merasa beban sudah terlalu berat dan kalian bingung banget, cerita deh. Cerita ke mama, ke kakak, ke siapapun yang sudah berpengalaman dan kalian nyaman. Kalau dulu aku cerita, mungkin dampak yang aku dapat tidak akan seberat itu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Perempuan 17 tahun dengan kecintaannya dalam menulis