Ayo jujur, sampai usia sekarang, sudah berapa puluh kali kamu ditodong pertanyaan ini? Apalagi, sebentar lagi momen lebaran.
Kapan nikah?
Mana calonnya?
Kenapa belum menikah?
Ada orang yang akan bodo amat dengan pertanyaan itu. Ada juga yang langsung memasukkan hal tersebut ke dalam hati. Sekali dua kali sih nggak apa-apa, tapi kalau terlalu sering, mental seseorang bisa jebol juga.
Pertanyaan itu kelihatannya simpel, tapi membuat kita bingung harus jawab apa. Seolah pertanyaan itu menjadi pembuktian bahwa kita masih belum mencapai titik kehidupan di level tertentu yang membuat kita berbeda dari orang lain. Seakan belum menikah adalah aib yang memalukan.
Padahal, bila ditelusuri lebih dalam, ada beragam alasan di balik kenapa seseorang belum menikah. Ada yang memang baru putus nggak jadi nikah, ada yang masih sibuk dengan mimpi-mimpinya, ada yang prioritasnya keluarga, masih belum stabil ekonomi maupun mental, ada yang memang tidak percaya pernikahan, dan simpelnya, memang belum waktunya.Â
Namun, orang-orang tidak ada yang peduli dengan semua alasan itu. Hal yang mereka tahu adalah kita hanya perawan tua dan bujang lapuk.
Sebenarnya itu bukan perkara yang harus membuat kita malu atau sedih. Hanya saja, lingkungan dan desakan sosial kita memang toksik sedari dulu.Â
Kapan lulus? kapan kerja? kapan menikah? kapan punya anak? Kapan nambah anak lagi? Terus menerus pertanyaan-pertanyaan kepo itu akan selalu ada di setiap fase kehidupan kita dan nggak akan berhenti.Â
Kalau terus menerus mendengar penilaian orang ya capai juga. Kita seakan dipaksa untuk masuk ke dalam lingkaran setan yang bikin kita banyak pikiran.
Overthinking itu kemudian membimbing kita pada kegalauan, bete, insecure sehingga pada akhirnya kita menarik kesimpulan sendiri bahwa dengan menikah semua kegalauan ini beres.
Saya nggak akan minder lagi jika sudah menikah, tidak ada lagi yang memandang rendah saya, memanggil saya perawan tua atau bujang lapuk, saya pasti akan bahagia kalau saya menikah, pikirnya.Â
Padahal, tidak ada jaminan bahwa dengan menikah semua masalah kita akan beres. Tidak ada jaminan bahwa kita akan bahagia setelah menikah. Karena harus kamu tahu, bahwa menikah bukanlah kisah happy ending dari cerita putri serial Disney.Â
Pernikahan adalah sebuah perjalanan panjang, di mana kita akan ditemani oleh pasangan kita yang berasal dari latar belakang dan kepribadian berbeda. Hal tersebut butuh kematangan berpikir, fisik, mental, usia, dan kesamaan visi misi dalam mengarunginya.Â
Menikahlah memang karena kamu sudah selesai dengan segala pergulatan batin kamu. Menikahlah karena kamu sudah selesai dengan diri kamu. Menikahlah karena kamu sudah siap berbagi suka dan duka dengan pasangan kamu nanti.Â
Jadi, untuk saat ini selagi belum ada jodohnya, selagi belum ada kesiapan, atau keinginan, mari kita fokus untuk terus memperbaiki diri kita. Berusaha menerima bahwa sendiri atau tidak saya akan tetap bahagia. Jangan gantungkan kebahagiaanmu pada pasanganmu kelak atau pada penilaian orang, karena yang bertanggung jawab atas kebahagiaan kita adalah diri kita sendiri.Â
Hidup terlalu singkat kalau hanya kita isi dengan kegalauan tak berujung. Nikmati masa-masa ini, kejar mimpi-mimpimu, dan yuk fokus perbaiki diri. Fokus menjadi pribadi terbaik, pribadi yang bahagia dan yang membahagiakan sesama.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”