"Yah, aku pengen kuliah di luar negeri." Kataku penuh semangat saat kelas 2 smp. Ayah menjawab dengan senyuman di bibirnya, tampak hangat kala itu sore hari di teras rumah. "Bagus! semangat ya belajarnya." kata-kata tersebut membuatku tersadar kelak diri kita sendirilah yang membuat ragu.
Diberi harapan oleh ekspetasi, namun dipaksa mundur oleh refleksi diri sendiri. Seakan dari tahun ke tahun diriku dihantui kalimat 'batasan diri' ibarat diberi cermin persegi tujuannya malah insecure diri.
Kayaknya aku harus realistis deh, kuliah di luar negeri itu susah
Diusiaku yang belum sepenuhnya termasuk usia dewasa mengingat perkataan kuliah di luar negeri kala itu pada ayah, saat ini masih menjadi pertimbangan. Apakah aku mampu? kataku dalam hati. aku bukan anak yang pandai, aku bukan anak yang sering menjuarai perlombaan, bahkan untuk kegiatan belajarku terbilang kalah ketimbang teman-teman lain. Aku bukan anak yang kerap mengacungkan tangan saat guru memberi soal di kelas. Aku biasa dihadapan mereka yang terbiasa luar biasa.
Tapi, seringkali kita lupakan bahwa satu-satunya perbedaan suatu masalah apakah terasa menyakitkan atau menguatkan adalah pilihan yang kita buat, dan secara tidak langsung kita memiliki tanggung jawab terhadapnya. Kita memilih apa yang diri kita inginkan, kita memilih apa yang sama dengan prinsip yang kita pegang, alam bawah sadar kita menuntun pada apa yang kita sukai dan apa yang ingin kita gapai. Jika demikian, kita harus siap bertanggung jawab konsekuensi di setiap keputusan pilihan. "Yah, benar." gumamku teringat sesuatu pepatah di buku pemberian Ayah.
Rasa kurang percaya diriku adalah jelmaan keputusanku bahwa aku merasa kurang pantas bersaing, berharap nilai toefl tinggi terkalahkan oleh ralitas nilai bahasa Inggris yang seadanya. Alhasil, alih-alih berpikir demikian bukankah lebih baik dan menguntungkan jika kita memupuk rasa optimis? jikalau rasa optimis sudah kita pupuk namun hasil masih belum maksimal, apa salahnya dengan hal itu? kita sudah menapak satu langkah kedepan, kita sudah membuat keputusan yang lebih positif ketimbang memilih kurang percaya diri. Lantas apa yang perlu disesali. Jika kita menyesali sudah menapak satu langkah ke depan, berarti kita sudah memilih menyakiti diri sendiri ketimbang menguatkan.
Biaya mahal untuk ikut bimbingan, aku tak sanggup
Banyak jalan menuju roma. Tapi kita harus tahu dengan melihat kita bisa berjalan tepat menuju roma. Masalahnya, tidak semua orang beruntung bisa melihat jalan tersebut. Persoalan biaya layaknya sebuah kekurangan tidak bisa melihat(terlahir katarak), kita tidak bisa selalu mengambil kendali terhadap apa yang terjadi pada kita. Kita tidak bisa menyalahkan seseorang karena telah memberikan kekurangan tersebut. Itu bukan salah kita.
Namun kita bisa mengendalikan cara kita menafsirkan segala hal yang menimpa kita, dan cara kita merespon. Ini lagi-lagi ini tentang memilih. Sialnya, kita juga harus bertanggung jawab atas hal yang bukan salah kita. Bertanggung jawab bagaimana kita menyikapinya.Â
Jika kita tidak bisa sekolah di luar negeri tahun ini, it's ok. Kita bisa coba di tahun depan. Tahun depan tidak bisa lagi, it's ok. Kita bisa coba tiga tahun yang akan datang. Jika tidak bisa lagi, jangan berputus asa. Tetap jaga impianmu itu. Jangan biarkan waktu mengikis semangat cita-citamu. Tidak ada kata terlambat untuk belajar di negeri orang.Â
Setiap ada usaha pasti ada jalan. Asal kita mau berdiri tegak menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang datang, percayalah Allah nggak akan ngecewain hambanya yang berusaha. Tahun ini tak bisa kuliah di luar negeri, apa salahnya kita kuliah di dalam negeri terlebih dahulu. Jangan memiliki ego 'tak kuliah di luar negeri tak ada belajar' mungkin Allah menunjukan jalan tersebut dahulu agar kelak mimpimu di masa depan lebih siap ketimbang tahun-tahun sebelumnya.Â
Banyak sedekah, maka rezeki akan dilipat gandakan. Hmm berarti aku harus giat sedekah agar biaya buat bimbingan terpenuhi.
Kata orang zaman dahulu, sujudmu terlalu singkat untuk permintaanmu yang sejagat. Artinya, kita butuh pertolongan Allah disaat kita butuh saja, namun kita lupa ketika tak butuh Allah, kita lupakan begitu saja. Tentu kita merasa malu melakukan hal ini. Kita giat beribadah saat hendak ujian masuk perguruan tinggi, sedekah ditingkatkan saat hendak apply beasiswa luar negeri. Tentu ini bukanlah hal yang salah. Allah tidak marah dan mengatakan "giliran butuh ke sini, giliran nggak butuh kemana aja?" tidak. Allah tidak berkata demikian. Allah selalu berikan apa yang kita butuhkan. Maka dari itu, pernahkah kita berpikir bahwa apa yang sebenarnya kita lakukan pada Allah itu tidak adil?
Jangan membohongi diri sendiri teman-teman. Kita berjuang segala upaya tentunya dengan hati yang ikhlas. Allah maha tahu segalanya isi hati kita dan saat kita paham akan hal itu. Kita harus memilih dan bertanggung jawab menjalaninya.Â
Kurikulum pembelajaran di luar negeri sulit. Sedangkan kemampuanku pas-pasan
Kalian kenal spiderman? Siapa sih yang nggak kenal superhero satu ini. Saat kecil aku pernah berkata pada Ayah bahwa cita-citaku saat besar kelak aku ingin menjadi spiderman. Menolong orang dengan kekuatan super jaring laba-laba. Jika kalian tak asing dengan tokoh satu ini. Kita pasti kenal tokoh 'Ben Parker' atau sering kita kenal paman ben. Paman dari peter parker a.k.a spiderman. Quote terkenalnya berbunyi "Kekuatan yang besar membutuhkan tanggung jawab yang besar." tapi bagaimana kalau quote tersebut kita balik menjadi
tanggung jawab yang besar membutuhkan kekuatan yang besarÂ
Begitu juga dengan kuliah di luar negeri. Kita memilih berjuang di sana, maka yang perlu kita bentuk adalah keyakinan dan kemampuan kita menjalaninya. tak jarang kurikulum kampus luar negeri menganut kurikulum internasional. Kurikulum ini mengembangkan kemampuan murid untuk berpikir kritis alhasil gaya belajar siswa dapat menyesuaikan diri dengan program pembelajaran tiap kurikulum internasional. Contohnya, di kurikulum IB, siswa harus mengambil enam mata pelajaran dan tiga ko-komponen. Sedangkan, jika siswa mengikuti kurikulum IGCSE, mereka hanya memilih lima sampai enam mata pelajaran. Tidak hanya itu, kemampuan berbahasa inggris harus menjadi pertimbangan.Â
Bukan keadaan yang semakin sulit belajar di luar negeri, tapi diri kita sendirilah yang harus bertambah kuat belajar beradaptasi. Tak masalah kita mengeluh susahnya belajar di sana, tapi jadikan itu motivasi satu langkah mundur ke belakang untuk tiga langkah melangkah ke depan.Â
Kuliah di luar negeri ibarat seperti beban, ada tuntutan membawa perubahan saat pulang ke negeri sendiri. Aku tak yakin bisa melakukannya.Â
"Aku bisa." katakan sekali lagi pada diri kita sendiri. Hal yang perlu kita sadari kala menimba ilmu di luar negeri bahwa kita sudah merubah diri kita sendiri menuju lebih baik. Kita sudah memahami diri sendiri dan memilih tekad belajar lebih dalam menimba ilmu tersebut. Jika banyak orang mengatakan "Lah terus apa bedanya kuliah di luar negeri kalau ujung-ujungnya sama kayak lulusan dalam negeri." Jangan dengarkan. Kita tak bisa mengontrol perilaku seseorang, tapi kita bisa milih mengontrol apa respon kita.
Hal tersebut semakin membawa efek negetif terhadap kita jika kita memilih mengiyakan hal tersebut. Bukankah lebih baik jika kita fokus pada diri sendiri? it's ok jika kita down akibat ucapan tersebut. Kita coba yuk perlahan-lahan bangkit lebih percaya diri, kita coba perlahan-lahan bangkit berpikir tenang. Perubahan yang sebenarnya adalah ketika kita percaya dengan kemampuan diri sendiri dan melakukan hal yang kita bisa.lakukan. Terlepas dari dampak perubahan besar atau kecil. Ingat, sebuah buku yang bermanfaat tidak akan tercipta tanpa satu persatu lembar halaman.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”