Belajar untuk Bahagia dari Mereka yang Hidup Serba Kekurangan

Kebahagiaan nggak akan pergi kemana, kecuali kita yang membuatnya

Selama 3 tahun saya bekerja sebagai penulis dengan gaji UMK, rasa-rasanya tidak menutup kebahagiaan bisa datang setiap saat. Alasan kebutuhan dan gaya hidup yang bisa menjadi salah satu faktor utamanya, walaupun pada dasarnya, ukuran sebuah kebahagiaan bagi setiap orang tentulah relatif, bukan?.

Advertisement

Teruntuk bagi kita yang memiliki pekerjaan tetap, dengan ruang kantor yang ber-AC, gaji yang stabil dan nggak perlu pusing mikirin uang belanja tiap bulannya. Tentulah enak.

Namun sering kali saya melihat saudara kita yang maaf, katakanlah profesinya yang kurang layak, dimana mudah sekali bisa kita temui di berbagai sudut jalanan perkotaan. Mereka bisa terus tersenyum dan tampak bahagia setiap harinya, walau harus menarik gerobak, yang sebenarnya itu jugalah menjadi tempat tinggal mereka. Atau menyanyi dengan suara serak bersama kawan di perempatan lampu merah sambil tersenyum lepas.

Sebenarnya muncul banyak pertanyaan yang dari dulu ingin saya cari tahu jawabannya. Kenapa mereka bisa bahagia dengan kondisi hidup yang berat seperti itu? dan saya pun mencoba untuk merangkum jawabannya menjadi dua hal, antaranya adalah sebagai berikut:

Advertisement

Makan Hanya Untuk Hari Ini

Ya, mereka bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan pada hari itu juga, kadang dari kerja seharian hanya bisa untuk makan sekali saja sehari. Mungkin jika bagi kita, nggak sarapan sekali saja sehari, rasanya pasti udah mau pingsan karena nggak kuat menahan lapar, bukan? tapi nggak buat mereka yang sudah terbiasa makan hanya untuk hari itu juga.

Advertisement

Saya yakin makanan yang bisa mereka dapatkan dari jerih payah dan usaha sendiri rasanya bisa begitu nikmat, walaupun hanya dengan lauk yang seadanya. Dan adanya perasaan bangga akan kerja keras diri sendiri, membuat kita bisa menghargai makanan yang ada. Maka hal inilah, yang menjadi salah satu hal yang bisa membuat mereka tetap bahagia di tengah dari kondisi keadaannya yang serba kekurangan.

Suka Duka Dalam Kebersamaan

Mungkin sedikit berbeda dengan pekerja kantoran, yang rata-rata mereka individualis dan soliter, dimana semua beban masalah lebih banyak dipendam sendiri, karena masalah pribadi ya masalah loe. Bahkan bukan rahasia umum lagi, tindakan kanibalisme di kantor itu sering adanya. Sikut-sikutan, saling menjatuhkan hanya buat naik jabatan itu biasa. Yah faktanya memang begitu, walaupun hal ini sama sekali nggak bisa digeneralisir, karena semua lingkungan kantor atau tempat bekerja memiliki treatment yang beda-beda untuk lingkungan kerjanya, dan tentunya masih ada juga, tempat kerja yang menjunjung tinggi humanis dan hubungan positif antar karyawannya.

Namun berbeda bagi kawan-kawan kita yang mengais rejekinya di jalanan, terik panas, hujan badai, mereka mau nggak mau tetap harus mengerjakan apa yang bisa dikerjakan untuk bisa makan sehari. Dan hal yang mencolok dari kawan kita ini, mereka biasanya bekerja secara komunal, mereka hidup dalam kelompok-kelompok yang dipersatukan dengan kesamaan nasib, atau lingkungan dimana mereka tinggal dengan kondisi yang sama. Yah, sama-sama dengan kekurangannya.

Jadi nggak heran jika di satu perempatan lampu merah saja, ada beberapa anak yang mengamen secara berkelompok, yang satu megang ukulele, yang satunya megang kecrekan, terus yang lainnya mungkin menyumbang suara untuk bernyanyi. Atau bisa juga, berawal dari sebuah kelompok besar kemudian mereka membagi menjadi beberapa kelompok kecil, yang nantinya hasil dari ngamen dikumpulkan untuk bisa makan bersama. Jadi baik susah dan senang, mereka merasakannya bersama-sama. Sehingga alih-alih menjalani hidup yang berat, justru menjadi terasa ringan karena kebersamaan itu.

Pada dasarnya, kunci dari kebahagiaan adalah rasa syukur dari diri kita sendiri. Selama kita bisa menerima keadaan di kondisi apapun, maka kebahagiaan nggak akan pergi kemana, kecuali kita yang membuatnya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

it may well be that you dislike a thing even though it is good for you, and vice versa