Pertengahan tahunku, tepat di bulan Juli, aku merasakan hidupku sangatlah kosong, hampa, tidak berwarna. Aku merasa seperti pecundang yang sama sekali tidak berharga. Aku melihat diriku hanyalah sebagai gadis kecil yang lemah dan tidak bisa berhasil dalam hal apa pun.
Kini aku masih terdiam di kamarku. Kamarku sangatlah kacau. Ada tempelan tempelan materi yang sengaja ku tempel ketika aku berambisi untuk bisa masuk universitas yang aku sukai. Dindingnya kusam karena memang sudah beberapa tahun tidak dicat. Sedang aku hanya terdiam meratapi kegagalanku melihat dinding-dinding yang penuh catatan materi belajarku. Semuanya terasa memuakkan, semuanya terasa menyedihkan.
Setiap hari aku menangis, terdiam di kamar seorang diri. Sampai pada akhirnya, mama dan ayahku menyuruhku pergi keluar untuk melihat orang orang dengan kesibukannya masing masing. Katanya, nanti aku akan menemukan sesuatu.
Aku sebenarnya malas sekali pergi keluar. Aku merasa nyaman dengan keterpurukanku. Terlebih lagi, aku selalu merasa tidak memiliki energi untuk melakukan apa pun.
Akan tetapi, suatu ketika sahabatku mengajakku pergi keluar untuk bertemu. Mereka bercerita tentang banyak hal, lika-liku kehidupannya. Aku mencoba menghiburnya dan berkata padanya Tuhan pasti ingin memberikan hadiah yang begitu indah untukmu kawan, makanya kamu di beri ujian seberat itu.
Ya, walaupun aku sedang tidak baik baik saja, aku juga tidak tahu mengapa bisa aku berbicara seperti itu. Tiba – tiba aku tersadar dan merasa bahwa aku tidak sendirian mengalami kegagalan dan ketidakadilan hidup ini. Kata-kata yang aku ucapkan kepada temanku adalah kata-kata yang seharusnya aku juga berikan kepada diriku sendiri.
Sejak saat itu, aku mulai berusaha untuk menjadi lebih baik. Lalu, aku kembali melihat kamarku, dinding-dinding sekelilingku, aku berpikir suasana yang seperti ini juga memicuku untuk merasakan hal yang buruk. Semua ini mengingatkanku kepada kegagalanku, lalu aku mulai mengecat ulang dinding kamarku dengan warna putih kebiru biruan. Menurutku, warna ini bisa membuatku merasa lapang dan tenang karena merasa sejuk. Aku juga mengecat ulang meja riasku, yang awalnya berwarna cokelat aku cat menjadi warna merah muda.Â
Aku mengubah kamarku sedikit demi sedikit. Aku baru pertama kali mengecat dinding dan juga meja rias waktu itu jadi hasilnya mungkin tidak begitu bagus. Tetapi aku tetap ulangi, sekali dua kali sampai hasilnya memang sesuai dengan keinginanku, membenahi kekurangannya, menambah pernak pernik agar terlihat lebih menawan untuk meja riasku.
Aku melakukan semuanya dan aku sangatlah bahagia di setiap proses aku melakukan pembenahan untuk kamarku itu. Sampai pada suatu titik di mana aku melihat kamarku sangatlah sesuai dengan apa yang ada di gambaran kepalaku, kamar yang aku sukai, yang membuatku bahagia.Â
Setiap melihat kamarku, aku mengingat betapa lama dan gigihnya aku mencoba semua ini. Aku yang dahulunya merasa tidak bisa apa pun, tidak memiliki bakat. Kini aku tahu bahwa aku bisa melakukan sesuatu asal tidak takut untuk mencoba dan berjuang sampai mencapai kesempurnaan atau keberhasilan yang aku inginkan.
Dan satu lagi yang aku pelajari dari pengalamanku mendekor ulang kamar ini, yakni tentang proses. Di mana di dalam proses sering kali aku gagal atau tidak berhasil. Seperti misalkan saat terlalu banyak memberikan pengencer cat hingga hasilnya tidak bagus dan tidak rata. Ternyata aku hanya perlu belajar untuk mencari hal apa yang membuatku gagal.
Saat mengecat dan mendekor ulang kamarku, aku pun berpikir jika memutuskan untuk berhenti di tengah jalan maka aku tidak akan tahu kemampuan, keahlian, serta kreativitas diri sendiri. Jika aku menyerah saat itu, mungkin hidupku jadi semakin hancur. Aku menilai hidupku makin gelap, padahal aku saja yang terlalu larut dalam keterpurukan dan terlalu dini untuk menyerah kepada kehidupan.
Kini aku melihat hidupku selayaknya saat aku mendekor kamarku ini, bahwa bahwa aku tidak bisa mengubah kamarku menjadi cantik hanya dalam semalam.
Karena kadang aku perlu istirahat jika aku lelah karena kalau aku tidak istirahat dan memaksakannya tubuhku akan tumbang dan tentunya pekerjaanku akan menjadi buruk dan terbengkalai.Â
Aku juga perlu menabung untuk membeli peralatan dan juga bahan untuk mendekor tersebut.Â
Aku juga harus sabar menunggu sambil melihat  dan belajar tentang apa kekuranganku di prosesku sebelumnya.
Aku pun mengambil hikmah seperti Tuhan memberikanku kegagalan bukan untuk merendahkan kemampuanku. Tetapi Tuhan ingin aku belajar apa makna dan arti dari sebuah kesabaran, keikhlasan, dan berpasrah diri. Aku pun belajar serta berproses dari pengalaman dan juga kegagalan yang tidak akan bisa aku temui jika jalanku hanya mulus dan sekali mencoba langsung sukses begitu saja.
Aku merasa ilmu itu bisa dipahami hanya jika aku telah melewati semua prosesnya. Sebuah pemahaman yang bahkan sulit aku pahami ketika hanya membacanya dari buku-buku pengembangan diri. Pembelajaran paling berharga memang pelajaran yang dari diri sendiri.Â
Di tahun yang baru ini akhirnya aku bisa menjadi diriku yang baru dan menemukan makna yang membuatku tenang dan tetap merasa bahagia dan berharga di setiap perjalanan lika-liku kehidupanku.
Proses ini aku namai dengan filosofi mendekor kamar.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”