Aku Memang Bisa Bahagia. Namun Bayanganmu yang Pernah Singgah Membuatku Paham, Aku Harus Meloncat Lebih Tinggi

aku bisa bahagia dan meloncat tinggi

Kamu pernah merasakan atau orang-orang di sekelilingmu? Kamu tak sendiri, aku pun pernah merasakannya. Sejak hari itu, tepatnya beberapa hari yang lalu aku kira melewati ini dengan mudah. Pikirku, aku hanya tinggal berjalan dan menikmati hidupku saat ini. Nyatanya, kebiasaan yang selalu aku kerjakan bersama kamu membuatku sedikit kesulitan untuk berjalan melewatinya. Aku tahu, kamu memang tak akan sesulit ini. Sebab, dari awal, akulah yang berhenti terlebih dahulu. Bahkan aku yang lebih dulu mencoba lari bahkan sedikit bersenang-senang dengan 'kamu' yang lainnya.

Advertisement

Bahkan jika kamu mengingat aku seseorang yang jahat mungkin aku akan mengiyakannya. Aku tak mempersalahkan antara salah dan benar. Aku hanya ingin bercerita bukan tentang itu namun kenyataan bahwa apa yang menjadi kebiasaan tidak mudah untuk menjadi keluarbiasaan.

Saat ini aku sedang patah hati, patah akan harapan yang aku buat. Aku juga sedang kecewa pada diriku dan aku sedang ingin marah sampai menangis sejadi-jadinya. Aku gila? Mungkin, aku tak perduli selama kamu tak mengetahui ini semua. Sudah berhari-hari ini selera makanku sepertinya menghilang. Aku tak lagi merasakan kenikmatan seni yang di dalamnya bahkan aku hanya ingin makan karena aku ingin hidup. Tidurku pun hanya 2-3 jam per hari. Jangan tanya mengapa aku begini karena aku sendiri pun tak menyadarinya.

Kali ini aku harus mengatakan sejujur-jujurnya. Pada kenyataannya, kamu yang pernah singgah telah berdiri dalam sebagian dari hidupku, jika kehilanganmu aku kehilangan duniaku dalam sesaat.

Advertisement

Sudah ku katakan dari awal, berjalan sendiri membuatku sedikit merangkak karena aku masih tak mampu untuk berlari. Sampai pada titik, teringat bahwa meninggalkanmu karena aku harus bisa menjadi sepadan denganmu. Aku bisa memotivasi diriku sendiri, mencoba melakukan kegiatan yang pernah aku lakukan sebelum aku mengenalmu. Bahkan aku memilih kegiatan yang belum pernah ku coba sekaligus agar aku dapat meloncat lebih tinggi lagi untuk berlari meninggalkanmu.

Kumencoba berkali-kali, aku ayun sampai aku seret semangat itu agar tak pernah lepas bersamaku. Ku tak lagi peduli dengan kabarmu, yang aku pedulikan sekarang hanyalah sebuah hati yang akan sembuh jika aku mau itu sembuh.

Advertisement

Jangan menangis membaca segala hal tentang hatiku dan perjalananku. Aku hanya ingin kamu tahu, aku bisa berjalan bahkan berlari secepat angin tanpa kamu. Hingga aku dapat meloncat setinggi-tingginya yang kamu sendiri pun heran. Jika ada yang sepertiku pada saat ini, aku ajak kamu bersamaku agar aku bisa melewati ini. Aku berusaha untuk tersenyum dan becanda namun kenyataanya, aku terlalu banyak bercanda sampai saat 'kamu' lainnya datang aku tak pernah serius menatap matanya. Yang aku tahu, selama aku bisa tersenyum dan tertawa bersamanya, dia akan melihatku berharap dia bisa memulihkan apa yang telah rusak.

Kebersamaan dengan dia, telah aku inginkan sejak lama. Sebab, aku telah mendambakan dan mengenal dia jauh sebelum mengenal kamu. Kita berjalan beriringan, tapi aku tak pernah tahu apa yang dia rasakan. Yang jelas dia sering berkata, “Kamu tak pernah sendiri,” kalimat penenang yang sengaja atau tidak dia katakana padaku. Aku pun hanya menganggapnya lucu. Sejujurnya aku muak dengan keseriusan. Sekali lagi harus kukatakan bayangan kamu masih sempat aku lihat.

Tertawaku mungkin berlebihan membuat keseriusanku tertutup atau mungkin aku tak pernah serius dengan dia. Aku masih terselimuti ketakutan yang aku buat sendiri, aku tidak percaya diri di hadapannya. Dia terlalu baik dan tinggi, sedang aku jahat. Aku takut berharap lagi, aku takut jatuh lagi, dan mungkin akan lebih sakit lagi. Tapi aku tak pernah berani mengatakannya. Maaf, aku hanya dapat menulis bagaimana kekhawatiranku bila aku bersamamu. Aku takut segala halnya bersamamu sementara dia yang kini 'kamu' yang baru, tak mengerti.

Seperti air, aku melewatinya. Jika ada batu yang besar aku sabar mengantri giliranku untuk terus mengalir, jika ada daun yang ikut terbawa olehku aku sigap mengantarkan pada tujuannya. Aku ingin mengatakannya namun dia lebih cepat mengatakan tentang apa yang dia rasakan selama ini katanya, “Aku terlalu banyak becanda seperti gadis kecil dan dia tak suka itu”.

Senyum kecut aku kembangkan, ada sedikit keterkejutan, namun aku lega. Sebab, aku baru menyadari bahwa seharusnya aku sembuhkan apa yang telah sakit, bukan malah mencoba merusak yang lain. Memang aku akan senang dan bahagia namun bayangan dan kisah kamu yang telah singgah membuatku paham, aku harus meloncat lebih tinggi dari biasanya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Strong, cold, and introvert

Editor

une femme libre