Baru Kenal Langsung Pakai Emoji Ini, Yakin?

Zaman sekarang pelajar mana sih yang tidak mengenal media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, dan kawan-kawannya. Apalagi dengan kehadiran pandemi ini membuat kita semakin lengket dengan yang namanya medsos. Ketika menyelami medsos kita biasanya sering lupa dengan waktu karena terlalu asik bermain bersamanya.

Advertisement

Belum lama ini saya pernah mengikuti sebuah webinar, di mana Sang Pembicara mengibaratkan pelajar jaman sekarang seperti peribahasa sambil menyelam minum air, ketika sedang melakukan pembelajaran daring dengan laptop atau ponsel pasti ada saja keinginan yang membuat kalian membuka media sosial. Ya meskipun tidak selama saat di luar jam sekolah, satu atau dua menit kalian curi jam pelajaran dengan scroll instagram, twitter, tiktok dan spesies lainnya. 

Pernyataan itu membuat saya tertawa dan kaget bahwa pembicara paruh baya ini yang berprofesi sebagai dosen dengan usai paruh baya tau saja, apa yang dilakukan saya ketika pembelajaran, wkwkwk… Ya mau gimana lagi sudah hampir 2 tahun saya melewati pembelajaran daring ini. Sejak duduk dipertengahan kelas 11 dan lulus sebagai angkatan covid kedua, hingga kini menjadi mahasiswa saya belum merasakan indahnya pembelajaran tatap muka lagi.

Sadar atau tidak ternyata dengan adanya media sosial rasa kedekatan seseorang dengan temannya diuji dengan sebuah percakapan virtual yang saat ini sering digunakan. Pengalaman saya sendiri, suatu hari tepat seminggu sebelum libur sekolah karena pandemi. Saya dan beberapa teman dekat saya harus melakukan pelatihan untuk lomba di luar sekolah. Dan saat itu pula kelompok kami seharusnya menampilkan tugas drama yang sudah sebulan kami berlatih. Namun karena hal ini akhirnya saya dan beberapa teman satu kelompok drama, yang juga mengikuti pelatihan tidak bisa menampilkan drama tersebut bersamaan dengan anggota kami yang lain.

Advertisement

Dan kami harus menggantikan nilai pentas drama dengan monolog di esok harinya. Kemudian salah seorang teman yang bisa dikatakan dekat dengan kami mengirim pesan kepada teman saya dan mengatakan bahwa tampilan drama kelompok kami lebih bagus dibandingkan ada kami. Saya tidak mengerti apakah itu sebuah candaan atau bahkan ejekan yang ia lontarkan, pasalnya kelompok kami kekurangan personil dan harus melakukan peran ganda.

Awalnya saya merasa biasa saja dan bahkan lega jika kelompok saya dapat menampilkan pentas dengan sebisa yang mereka lakukan, namun berbeda dengan teman saya yang satunya ia marah dan merasa jengkel terhadap pesan yang diterimanya. Ia merasa bahwa itu adalah sebuah perkataan yang merendahkan kami dan juga kelompok kami.

Advertisement

Setelah mendengar perkataannya, saya menjadi merasa sedih dan jengkel pula terhadapnya. Namun saya mengatakan kepada teman saya untuk tidak terlalu memikirkan pesannya tersebut. Dan karena kami sudah saling dekat dan mengenal, sehingga masalah tersebut hilang begitu saja. 

Kemudian belum lama ini saya mengenal seseorang namun belum pernah melihat dan mengenalnya secara langsung. Kami disatukan karena ada sebuah project kuliah dan di dalam kelompok ini terdapat 4 anggota lainnya. Setiap kali kami diskusi ia selalu mengirimkan balasan dengan emoji Expressionless Face atau yang dikenal dengan emoji muka datar. Menurut literatur yang saya dapatkan emoji ini berarti menunjukkan bahwa seseorang tidak suka dengan bahasan yang sedang dibicarakan.

Entah lah… Mungkin saja emoji tersebut menggambarkan kondisi keadannya waktu itu atau mungkin memang tidak ada pilihan emoji lain yang bisa ia gunakan. Namun karena kami belum lama mengenal, serta saya pun belum mengetahui tabiatnya. First impression yang saya dapatkan adalah ia kurang menghargai pendapat orang lain. Alangkah lebih baiknya jika ia tidak setuju dengan diskusi yang berjalan, ia menyampaikan pendapat dengan memberikan jalan keluar jangan hanya memberikan respon yang negatif terhadap suatu pembicaraan.

Nah dari peristiwa tadi saya menyadari bahwa kita tidak bisa menggunakan media sosial untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya. Banyak spekulasi yang dapat timbul dari sebuah pesan yang ada di media sosial. Kita tidak boleh menyamakan presepsi diri kita dengan orang lain, karena tabiat yang biasa kita lakukan. 

Apalagi dengan orang yang baru saja kita kenal, secara tidak langsung sebuah pesan akan menggambarkan bagaimana tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ya meskipun tidak 100 % hal itu dapat dijadikan sebuah tolak ukur menilai seseorang. Namun alangkah lebih baiknya kita bersikap bijak dalam menggunakan media sosial.

Jangan karena berada di lingkup dunia maya akhlak nya juga ikut maya, hehehe… Jika sebelumnya kita sering menggunakan ungkapan mulutmu adalah harimaumu, mungkin ungkapan yang cocok untuk kondisi sekarang yaitu jarimu adalah harimaumu. Apapun yang kita ketik jika tidak dikontrol akan membuat boomerang untuk diri sendiri dan orang lain.

Tentu saja kita tidak mau kan menimbulkan api hanya karena sebuah pesan maya. Oleh karena itu, yuk mulai sadari pentingnya menerapkan etika bermedia sosial.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini