Secara alamiah manusia terlahir dengan memiliki potensi dan kemampuan kognitif dalam menangkap dan memahami lingkungan di sekitarnya bahkan sejak baru saja dilahirkan. Seorang anak perlahan akan menyerap, memproses, dan mengidentifikasi segala karakteristik objek eksternal dari lingkungan hidupnya. Analisa yang dilakukan secara bertahap tersebut disadari dan diidentifikasi sang anak secara tidak langsung. Hasil dari proses identifikasi tersebut akan diinterpretasikan si anak melalui sikap dan tindakannya sebagai indivdu manusia yang mana itu sangat mempengaruhi pola pikir dan mentalitas sang anak.
Jika anak-anak diperlakukan dengan baik dan dicukupi dengan rasa kasih sayang, maka sang anak akan merasa dekat dan menjadi bagian dari keluarga seutuhnya sementara sebaliknya, jika sang anak diperlakukan dengan kasar, ditekan tanpa alasan yang jelas, dan di-label dengan perilaku negatif. Fungsi utama keluarga dalam strata masyarakat adalah sebagai tempat sosialisasi pertama yang dijumpai oleh seorang anak dan seharusnya dapat memberikan afeksi dan kepuasan batin seutuhnya, baik jasmani maupun rohaninya.
Orang umumnya akan berpikir bahwa kekerasan fisik seperti bullying adalah hal yang paling berbahaya bagi kesehatan mental anak, yaa itu memang benar tetapi pernahkah anda berpikir tentang Negative Judgemnts, mungkin banyak dari kita yang tidak terlalu memahami apa itu Negative Judgements. Ini merupakan kondisi pola asuh orang tua dimana seorang anak terus mendapat tekanan dan “terror” mengenai hal-hal yang ia lakukan mulai dari hal kecil sampai yang besar. Isu ini sebenarnya merupakan hal yang umum jika kita berkaca pada bentuk pola asuh dan karakteristik didikan orang tua kepada anaknya, khususnya bagi orang tua yang menerapkan sistem pendidikan “otoriter” bagi sang anak. Hal seperti ini juga mungkin masih sangat asing di telinga masyarakat Indonesia padahal seharusnya pengaruh dan dampak negatif dari Negative Judgements orang tua kepada anak ini sudah mulai dapat disosialisasikan secara efektif dalam kegiatan kajian ilmu pendidikan anak seperti seminar parenting atau sejenisnya yang dikhususkan kepada para orang tua.
Ciri-ciri paling umum dari negative judgements sendiri misalnya, orang tua yang selalu membandingkan dan menganggap rendah anaknya dengan anak lain baik dalam prestasi, kelakuan, ataupun fisik. Penilaian negatif juga dapat diidentifikasi dalam peristiwa misalnya seorang anak yang tak pernah dapat apresiasi dan dukungan positif dari orang tua nya yang selalu menuntut keberhasilan sesuai dengan kriteria yang ia inginkan, sehingga apa saja yang dilakukan sang anak selalu saja dianggap salah dan tabu dimata orang tuanya. Fenomena ini sebenarnya masih sangat sering kita jumpai atau secara tidak sadar kita alami, walaupun sebagian orang masih menganggap sepele akan hal ini tetapi sebenarnya ini dapat berbahaya kelekatan dan proses komunikasi antara anak dan orang tua dan mempengaruhi pembawaan negatif dalam pendirian sang anak yang mungkin menganggap dirinya selalu gagal dan tidak berarti atau bahkan menjadi ofensif dan berusaha menonjolkan ketangguhan dirinya tetapi malah menindas orang lain. Negative Judgements yang dilakukan orang tua atau pengasuh dapat diidentifikasi dengan dua kategori pola asuh fearfull-attachment style atau gaya kelekatan takut dan bahkan dapat lebih condong kepada dissmisive attachment style atau disebut juga dengan gaya kelekatan meremehkan.
Orang tua seharusnya dapat menjadi benteng utama bagi seorang anak guna memberikan afeksi dan perhatian penuh. Namun, akibat dari Negative Judgements orang tua anak dapat berpikir bahwa orang tua bukanlah bagian penting dalam fase kehidupannya. Padahal peran orang tua sangat penting bagi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dalam mengembangkan konsep diri dan memberikan energy positif yang membangun karakteristik sang anak.
Jika seorang anak yang terus menerus mendapatkan tekanan psikologis berupa hujatan dan kekerasan dari pola asuh orang tuanya akan merasa rendah diri dan tidak berguna. Mereka cenderung tidak menyukai hal-hal yang ada pada dirinya dan menganggap dirinya sia sia. Hal ini tentu sangat membahayakan bagi perkembangannya karena dapat membentuk seorang anak menjadi pribadi yang pesimistis dan merasa kalah bersaing dengan orang lain sehingga membuatnya selalu dibayangi pikiran dan perasaan pesimistis dan merasa minder. Ini tentunya sangat tidak baik, apalagi disaat sang anak memasuki dunia pekerjaan dimana semua dituntut untuk kreatif, percaya diri, untuk tampil percaya diri dan menyampaikan opini pibadinya secara efektif yang akibatnya adalah memiliki etos kerja yang tidak maksimal.
Penilaian negatif juga menyebabkan rasa trauma Ini mungkin kerap kali terjadi pada seorang anak yang mendapatkan pola asuh otoriter atau gaya kelekatan takut (fearfull-attachment) meski banyak dari anak-anak yang kuat dan tangguh secara mental sehingga kuat menjalani pola didik seperti itu, tetapi disisi lain ada seorang anak yang karakteristiknya tidak bisa dikeraskan. Ibaratnya kaca yang dipecahkan tidak bisa direkat kembali dengan sempurna begitupula dengan psikologis dan mental anak tersebut. Anak yang mengalami traumatis dapat berperilaku was was dan mempengaruhi konsep dirinya menjadi pribadi yang penakut, canggung, dan paranoid ketika bertemu dengan orang lain. Ini tentunya merupakan efek dari sosialisasi yang tidak sempurna dari lingkungan internal yaitu keluarga. Secara mental, traumatis mempunyai jenjang yang berbeda, orang yang mengalami efek trauma lebih sulit untuk pulih secara instan. Ia harus berkonsultasi kepada ahli seperti psikolog atau psikiater dalam pengembangan diri menuju pribadinya yang lebih dapat memahami potensi dan konsep positif dalam dirinya.
Dampak paling berbahaya dari penilaian negatig adalah rasa luka dan hasrat untuk balas dendam. Efek dari penilaian negatif tidak hanya dapat membuat anak tertekan secara pasif, nsmun bisa sebaliknya. Akibat rasa sakit yang tidak nyaman bagi anak selama mendapatkan pola asuh dari orang tuanya, munculah perasaan kesal dan dendam. Karena pandangan negatif dari orang tuanya sang anak dapat berpikir bahwa dirinya tidak ingin tertindas sehingga sehingga memunculkan sikap yang mengidentifikasikan konsep dirinya harus menjadi pribadi yang tangguh. Sang anak dapat cenderung ofensif dan berontak dan sulit untuk diberikan nasihat (Denial).
Jadi, kesimpulannya adalah Negative Judgements memiliki dampak yang merugikan bagi anak seperti berikut ini :
1. Hilangnya Kepercayaan
2. Perasaan Inferior
3. Efek Traumatis
4. Munculnya Dendam dan Sifat Ofensif
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”