Sepenggal Kisah Tentang Hubungan Ayah Berjiwa Millennial dengan Anak Lelakinya

ayah millennial dengan anak lelakinya

Ayah, begitu bagi sebagian orang menyebut orang tua laki-lakinya. Namun saya sedikit canggung menggunakan kata panggilan itu. Saya lebih nyaman kata panggilan Bapak. Memang dari kecil saya dilatih oleh keluarga saya khususnya ibu serta lingkungan saya untuk memanggil Bapak dengan kata Bapak. Kata panggilan Ayah terlalu mewah untuk lingkungan saya yang tergolong rural.

Advertisement

Sesuai judulnya, tulisan ini merupakan sebuah usaha penceritaan kisah pribadi hubungan saya dengan Bapak yang berlangsung hampir 21 tahun terhitung sejak saya lahir. Tapi tentu saja akan coba diringkas dan berusaha menampilkan sisi milenialnya. Kisah ini pun saya tulis menurut perspektif saya sebagai anak.

Bapak saya seperti Bapak kebanyakan namun juga mempunyai keunikan tersendiri yang hanya dimiliki oleh beliau. Beliau merupakan salah satu orang yang melek teknologi di lingkungan sosial saya yang masih tergolong kampung. Bagaimana tidak, smartphonenya saja lebih canggih dibanding milik saya. Di rumah saat sedang luang dari aktivitas pekerjaan, Bapak seringkali membaca artikel-artikel berita lewat smartphone miliknya.

Beliau lebih suka mendapatkan informasi lewat gawai pintarnya daripada lewat televisi. Saat saya tanya kenapa, Bapak bilang “Ah, TV sekarang cenderung banyak bohongnya kalau menyiarkan berita. Beberapa stasiun tv mungkin sudah dipolitisasi itu.” Saya pun tidak melanjutkan pertanyaan saya. Walau begitu Bapak  tetap senang menonton beberapa siaran TV seperti ajang kompetisi pencarian bakat, sinetron yang mengisahkan hidup tukang ojek, dan lain-lain.

Advertisement

Kebiasaan Bapak membaca berita atau artikel dari gawainya membuat Bapak cenderung memiliki point of view sendiri saat menanggapi isu yang sedang trending. Hal ini pun memberikan kesempatan kepada saya untuk berdiskusi dengan beliau mengenai satu dua hal yang sedang naik ke permukaan. Cara Bapak dalam menanggapi suatu isu dengan segar pun membuat saya menikmati waktu berbincang dengan beliau di saat pulang ke rumah di setiap akhir pekan di saat tidak ada agenda organisasi.

Saya tidak pernah benar-benar mengetahui kriteria seseorang itu dikatakan milenial atau tradisional atau apalah sebutan yang lain. Namun saya yakin bahwa Bapak saya adalah potret Bapak millennial. Selain karena hal yang telah saya kisahkan di atas, ada dua poin lagi yang menurut saya mempertebal keyakinan saya bahwa Bapak adalah salah seorang milenial bagi generasinya.

Advertisement

Yang pertama adalah selera Bapak dalam menikmati beragam video yang disuguhkan youtube. Selain menikmati video ceramah beberapa kyai seperti katakanlah Cak Nun dan Gus Miftah yang diunggah secara tidak resmi oleh oknum-oknum tertentu, beliau juga pernah saya dapati menonton video music di youtube. Adalah video music dari beberapa musisi seperti Jason Ranti, Efek Rumah Kaca dan Seringai saya dapati Bapak pernah menontonnya.

Saya tidak tahu referensi Bapak dari mana, tapi saya akui dari segi selera musik Bapak saya tergolong kekinian. Entah apapun motif Bapak mendengarkannya. Bapak saya cenderung kurang suka mendengarkan campursari atau dangdut. Tetapi berbeda ceritanya dengan lagu-lagu yang menghentak seperti milik seringai atau lagu yang memuat beberapa isu politis seperti Jason Ranti.

Kemudian untuk poin yang kedua, Bapak saya adalah juga seorang gamer yang ulung. Alasan kenapa beliau memiliki smartphone lebih canggih dari milik saya mungkin salah satunya adalah untuk mengakomodasi kegemaran beliau tersebut. Bapak belakangan senang sekali memainkan game berbau FPS. Game yang sedang beliau mainkan saat ini adalah Call Of Duty Mobile atau CODM setelah sebelumnya bermain Free Fire.

Bakwantelo merupakan nama akun Bapak pada gim CODM. Belakangan saya ketahui rank atau peringkat Bapak di gim tersebut telah mencapai Master II di mana rank tersebut merupakan satu peringkat di bawah rank tertinggi yakni legendary. Kadang saya ingin mencoba untuk menginstall gim tersebut agar bisa bermain bersama Bapak, namun apalah daya karena gawai saya gawai kentang.

Dari poin-poin tersebut, apa yang dapat saya ambil adalah bahwa Bapak pun sama seperti dengan Ayah-Ayah yang lain. Mencoba untuk mengetahui apa saja yang sedang trending sebagai bahan untuk menjalin komunikasi dengan anaknya. Karena dalam hubungan yang baik salah satu kuncinya adalah memerlukan komunikasi yang juga baik dari kedua belah pihak. Mungkin Bapak saya bukan Bapak yang terbaik di dunia, tapi beliau telah selalu berusaha untuk menjadi Bapak terbaik bagi saya. Terima kasih Pak.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang yang sedang mencari makna pendidikan. Berharap kelak dapat menjadi salah satu pendidik yang benar-benar bisa menjadi garda depan pencerdas kehidupan bangsa

Editor

Not that millennial in digital era.