Mau Dibawa ke Mana Arah Pendidikan Sekarang?

Arah Kebijakan Pendidikan

Pada kabinet Indonesia maju, yakni kabinet pada pemerintahan Presiden Jokowi saat ini, Nadiem Makarim pendiri dan CEO Go-Jek, terpilih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal ini mengundang beragam tanggapan dari berbagai kalangan masyarakat, yang justru meragukan kepemimpinannya dalam membawa dunia pendidikan lebih baik dari pada Mendikbud sebelumnya.

Advertisement

 

Salah satunya Prof. Hafid Abbas, mantan anggota Komnas HAM RI periode 2012-2017 ini, menulis sebuah artikel yang berjudul “Ke Mana Arah Kebijakan Pendidikan”, yang mana artikel tersebut ditujukan kepada kebijakan atau peraturan Nadiem Makarim yang dianggapnya tidak tepat.

 

Advertisement

Pada 12 Februari 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 9 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Advertisement

Pada peraturan baru ini terdapat beberapa perubahan ketentuan dalam peraturan Menteri sebelumnya, misalnya: ketentuan huruf f Pasal 81 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

 

“Pasal 81, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah terdiri atas: (a) Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah; (b) Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini; (c) Direktorat Sekolah Dasar; (d) Direktorat Sekolah Menengah Pertama; (e) Direktorat Sekolah Menengah Atas; dan (f) Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus.”

 

Menurut Prof Hafid Abbas perubahan di atas memperlihatkan tiga kejanggalan mendasar. Pertama, rumpun Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah adalah salah satu unit utama kementerian yang menangani segala urusan pendidikan persekolahan. Dengan kehadiran urusan pendidikan masyarakat atau pendidikan non-formal di dalamnya tentu akan membawa beragam kontradiksi. Ini ibarat memasukkan program studi teknik mesin ke fakultas sastra atau sebaliknya.

 

Kedua, Pasal 107 menyatakan Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus merupakan unit organisasi Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah di bidang pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan, dan pendidikan khusus. Sebagai unit eselon 2, direktorat ini tidak mempunyai akses operasional secara birokatif ke daerah karena posisi jabatan strukturalnya setara dengan kepala dinas.

 

Ketiga, kebijakan pengabaian atau pengecilan peran pendidikan masyarakat terlihat bertentangan dengan upaya pemberdayaan masyarakat miskin yang tertinggal. Saat ini kesenjangan sosial, jurang kaya miskin, terlihat semakin melebar. Dalam beberapa tahun terakhir, penurunan angka kemiskinan sangat melambat, hanya satu persen, sedangkan peningkatan persentase orang kaya meningkat 10 persen (BPS, 2018). Ini satu paradoks yang menunjukkan negara gagal mewujudkan pemerataan dan memajukan kesejahteraan umum.

 

Menambahkan kejanggalan yang telah dipaparkan oleh Prof Hafid Abbas, keempat, Nadiem Makarim, tidak berkaca pada kebijakan tahun 2009, yang di mana kebijakan tersebut tidak berjalan dengan efektif. Kelima, dengan perubahan peraturan di atas, dapat menurunkan citra pendidikan kesetaraan karena perubahan birokrasi dan regulasi. Keenam, Pendidikan Masyarakat/ Pendidikan non formal kemungkinan akan kurang diprioritaskan oleh pemangku kebijakan.

 

Maka dari itu, berikut solusi yang dapat diambil oleh Nadiem Makarim, Pertama, dengan kebijakan yang telah dipaparkan di atas yang mendatangkan beberapa kejanggalan, seharusnya Kemendikbud sebelum melakukan perubahan bahkan menghilang salah satu struktur birokrasi, Kemendikbud harus memastikan adanya kesetaraan dalam pengintegrasian program PAUD dan DIKMAS, dengan memperhatikan pengakuan, pelayanan dan penghargaan yang setara bagi pelaku PAUD dan DIKMAS.

 

Kedua, Kemendikbud harus mengalokasikan sumber daya yang adil dan proporsional dalam pembinaan program pendidikan baik ditingkat pusat maupun daerah, hal ini dapat dilakukan agar memperkecil kemungkinan dalam hal kesenjangan sosial.

 

Ketiga, Mendikbud Nadiem Makarim perlu mengkaji lebih dalam lagi tentang keputusan me-reorganisasi nomenklatur dari Direktorat Jendral PAUD dan DIKMAS dipecah dan digabung ke Jendral PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Jendral Direktorat Jendral Vokasi. Hal tersebut demi kemerdekaan pendidikan nasional sesuai dengan harapan Menteri Nadiem Makarim sendiri. Kuncinya harus sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 agar sumber daya manusia unggul dapat tercapai melalui sistem pendidikan nasional dengan kesesuaian sistem.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seek to be whole, not perfect.