Semua terjadi begitu saja tanpa ada kata maaf dan penyesalan. Semua memang terjadi begitu cepat, indah namun jika direnungkan ini hanya sebuah cinta yang sementara. Terasa indah dilihat namun ternyata sakit yang ada di dada. Sudah dua tahun berlalu, aku memang tidak pernah mendengar kabarmu lagi, untuk mencari tahu kabarmu saja jujur aku tidak sudi. Andaikan kamu tau sakit yang aku rasa saat itu, mengetahui kamu mengucapkan ijab kabul dengan wanita lain dan itu bukan aku. Betapa hancur dan sakit yang aku rasa.
Kamu datang ke kehidupanku, bergaya sebagai penyelamat sakit masalalu ku namun ternyata kamu hanya menambah luka pada hati yang mulai bangkit.
Hai.. boleh kah aku mengenalmu ?
Bolehkah aku menemui mu ?
Bolehkah aku meminta tolong padamu?
Bolehkah aku mengatakan sesuatu padamu?
Bolehkah aku meminta hati mu?
Bolehkah aku melamar dan menikahimu ?
Ya, memang. Sepertinya kata kata itu indah. Namun ternyata itu adalah awal dari hancurnya hati yang tak beraturan ini. Saat semua pertanyaan mu sudah terjawab, saat banyaknya janji janji dan kata manis yang kau ucapkan, saat hati ini sudah mencoba meyakinimu untuk mengakhiri pencarianku, dengan mudahnya kamu menghancurkan semua. Habis dan tak bersisa.
Seorang laki laki yang nyatanya sudah dijodohkan dengan orang tuanya, yang tidak pernah berani mengeluarkan isi hatinya kepada orang tua yang telah melahirkan dan mendidiknya hingga menjadi orang yang berguna.
Umurmu sudah cukup nak, tidak kah kamu ingin melangsungkan sebuah pernikahan ? Apa lagi yang kau tunggu ? ucap mereka
Lontaran pertanyaa yang sangat mudah untuk dijawab
Aku belum menemukan seseorang yang cocok dengan hatiku bu..
Lalu, bagaimana jika ibu mengenalkan mu pada seorang wanita cantik, pintar teman ayah dan ibumu?.. ucap ibu mu
Ya kalau itu mau ibu. silahkan bu
Entah apa yang kamu fikirkan saat itu. Kamu memilih untuk dikenalkan dengan wanita yang bukan seleramu, melangsungkan perjodohan dan bahkan melakukan sebuah acara lamaran. Apakah aku yang salah? Terlalu polos ataukah terlalu bodoh? Aku tidak mengetahui itu sama sekali, sampai aku sudah menaruh rasa pada mu, dan kamu membuka semua rahasia itu.
Kamu tau, betapa hancurnya hati ini. Apakah aku seorang perebut calon suami orang? Apakah aku perusak hubungan orang?Â
Maafkan aku.. aku sangat amat tidak bisa berkata apa apa. Aku tidak sanggup untuk menjalani ini semua. Aku tidak sanggup jika harus menikah dengan wanita yang tidak kucintai. Aku mencintaimu. Dan aku sangat ingin menikah denganmu, dengan wanita yang aku cintai
Tangisan yang aku sebutnya air mata palsu.Â
Percayalah. Aku akan mengenalkanmu kepada orang tuaku. Membawa mu kehadapan mereka dan berkata jika aku tidak perlu dijodohkan. Karena aku sudah mempunyai pilihan hatiku.
Nyatanya tidak semudah itu bukan? Kamu sudah melakukan proses lamaran bahkan pembayaran Gedung untuk tempatmu menikah. Apakah semua itu bisa dibatalkan dengan semudah itu? Sangatlah tidak.
"Aku mundur. Tinggalkan aku, jika memang kamu ingin bersama dia, lupakan aku dan jauhi aku…"
" Tidak mungkin! Aku tidak mungkin meninggalkan mu.. " ucapmu waktu itu
" Lalu apa yang bisa kamu lakukan? Drama apalagi yang akan kamu ciptakan dikehidupanku ini? Dosakah aku mencintaimu dengan tulus?"
"Aku akan lakukan semuanya untuk kamu. Percaya! Aku mencintaimu" dengan tegas dan tangisan kau ucapkan itu
Seiring dengan berjalannya waktu. Semuanya terbongkar, Dia calon mu mengetahui keberadaan ku. Dia fikir akulah yang masuk ke kehidupan kalian dan merusak hubungan kalian. Ternyata, kamu memutar balikan semua keadaan. Di sini aku yang dijadikan korban kebohonganmu. Kamu membuat cerita sekaan semua ini salahku, semua ini ulah perbuatanku. Sudahku minta untuk pergi menjauh, bagaimana bisa terjadi, kamu tidak bisa menjauh tapi, kamu tidak mau meninggalkan aku, tapi kamu juga menjatuhkan aku.
Dosa apa yang sudah ku perbuat? Bisakah ini dinamakan Cinta yang #BertepukSebelahTangan? Berbahagialah kamu, karena aku sekarang sudah bahagia.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”