Memang Apa Salahnya Memiliki Kebiasaan Beres-beres Sebagai Coping Stress?

Baru-baru ini lini masa twitter saya cukup ramai dengan perdebatan coping stress beres-beres rumah sebagai hal yang tak wajar. Lalu yang lumrah bagaimana? 

Advertisement

Kata sebagaian warga twitter sih, sangat aneh jika saat stress melanda justru yang ada digenggaman adalah sapu dan pel. Bukannya mencari pengalihan pada hal-hal yang menyenangkan malah tambah beban dengan mengepel seisi ruangan. 

Aduh rasanya benar-benar gatal dan ingin ikut memberi balasan. 

Sebelum melihat pembelaan dari saya, alangkah baiknya kita mengenal lebih dulu apa itu coping stress? Dalam istilah psikologi, dikenal sebagai usaha seseorang melakukan segala cara untuk menanggulangi atau mengurangi stres. 

Advertisement

Nah, tampak jelas ya, jika coping stress dilakukan manusia dengan cara apapun hingga akhirnya ia merasa lebih baik dari sebelumnya. Mau joget di pinggir jalan, berlari mengelilingi stadion ataupun sesederhana membersihkan rumah asalkan hati merasa lebih tenang, apa yang perlu diperdebatkan?

Saya sebagai seseorang yang juga memiliki coping stress membersihkan kamar pun dibuat geram.  Pasalnya secara nggak langsung mereka telah menyepelekan usaha saya dalam menangani stres. Bahkan teman terdekat saya pun juga melakukan hal yang sama. 

Advertisement

Sebagai mahasiswa, cara saya mengurangi stres terkesan seperti emak-emak. Mangadu tangan dengan segala macam alat kebersihan rumah tangga. Padahal umur sepantaran saya lebih sering berkunjung ke bar meneguk bir atau sekedar pesan antar secara online lalu menikmatinya di kosan. Tak lupa juga dengan sebatang rokok di tangan kanan. 

Bukannya cupu, saya pernah kok mencoba coping stress ditemani dua botol soju dan susu fermentasi sebagai campuran. Tapi rasanya sangat berbeda. Saya sama sekali tidak merasa lebih baik. Justru dibuat nestapa tatkala bangun pagi, jackpot dan sekujur badan terasa pegal semua. Sambil sesekali belajar mengikhlaskan uang saku yang tak sedikit harus dimuntahkan begitu saja.

Saya juga pernah mencoba pengalihan stress dengan checkout barang-barang impian di suatu marketplace. Kesan pertama, saya merasa senang dan puas. Sebelum akhirnya saya menyadari barang yang dibeli tidak teramat penting. Bahkan benar-benar tidak penting. Penyesalan akan kekeringan uang pun melanda lagi. Ah sial, saya pun dibuat pusing lagi. 

Berbeda rasanya saat saya memegang sikat, dituangkannya cairan karbol lalu menggosokkannya dengan tegas ke lantai. Memastikan lantai kamar mandi tidak licin lagi seaakan ada sensasi puas dihati.

Meletakkan barang di tempat sebagaimana mestinya, menyapu kamar, memastikan tidak ada helaian rambut yang tersisa dan mengepel seisi ruangan. Sejauh mata memandang rasanya begitu tenteram dan menenangkan. 

Sudahlah, semakin keras saya mencoba coping stress ala anak-anak jaman now, penyelesaiannya pun semakin kacau. Begitulah, kalau kita tidak punya pendirian yang kuat dan mudah rapuh dengan cibiran orang lain. Kita akan terus berusaha menuruti permintaanya, padahal tak selalu tepat guna juga. 

Mengenai setiap manusia, tidak ada satu katapun yang pantas untuk menjelaskan perbandingan. Sebab semua terlahir dengan takdir, karakter dan tumbuh dengan kebiasaannya masing-masing. Begitupun cara seseoarang ketika menghadapi suatu masalah, cara berdistraksinya pun pastilah berbeda. 

Jadi, jangan berkecil hati jika mereka menghujatmu, tetap di jalan yang sama dengan coping stress kebanggaanmu. Kalau masih ada yang mencaci lagi, biarkanlah, anggap saja angin lalu. Kan yang tahu kapasistas diri kita adalah kita sendiri, bukan mereka. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta