Ketuhanan yang Maha Esa, sila pertama di Pancasila tersebut menjelaskan bahwa Indonesia adalah Negara yang beragama. Dilihat dari kenyataannya, banyak masyarakat Indonesia yang tidak paham bahwa meskipun Indonesia adalah Negara beragama namun Indonesia tidak menganut satu agama tertentu. Indonesia bukan negara Islam bukan juga negara Katolik, Hindu maupun Budha.
Negara ini dalam UUD 1945 dan diperkuat dengan UU No 23 tahun 2006 memberikan kebebasan bagi tiap-tiap warga negaranya dalam memilih agama yang dianut termasuk juga kepercayaan-kepercayaan tradisional yang telah dianut turun temurun seperti Sunda wiwitan. Banyaknya agama dan kepercayaan di Indonesia harusnya tidak dijadikan alasan untuk terpecah belah. Sentimen negatif keagamaan di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak lama.
Hal tersebut dapat dilihat dari persekusi terhadap kelompok Ahmadiah dan Syiah yang sudah muncul sejak tahun 2000an. Sentimen negatif semakin muncul sejak Basuki Tjahaja Purnama diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Peristiwa yang terjadi pada Gubernur DKI saat itu, merupakan manifestasi dari acuhnya pemerintah dan masyarakat secara umum dalam menanggapi munculnya bibit-bibit intoleransi di Indonesia.
Hingga kini menjelang pemilihan Presiden tahun 2019, isu intoleransi dan sentimen negatif terhadap kelompok agama dan ras tertentu semakin banyak digaungkan. Tentunya hal tersebut tidak sesuai dengan Deklarasi Ham Universal yang telah disepakati bersama di tingkat global.
“Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status. Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the political, jurisdictional or international status of the country or territory to which a person belongs, whether it be independent, trust, non-self-governing or under any other limitation of sovereignty” -Article 2 of the universal declaration of human rights.*
Sebagai Negara hukum dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM, Indonesia seharusnya menjalankan fungsi proteksi dalam melindungi Hak-Hak warga negaranya untuk dapat memilih dan menjalankan kegiatan agama sesuai dengan yang diyakininya. Tugas kita sebagai warga negara untuk menjamin hak-hak kebebasan agama adalah dengan menghormati kepercayaan masing-masing.
Mungkin hal tersebut terlihat sederhana namun pada faktanya sangat sulit untuk dilakukan. Semakin banyak kelompok-kelompok yang menyebarkan berita kebencian melalui sosial media terhadap kelompok agama dan ras tertentu dengan menargetkan kelompok remaja agar terpecah belah. Kurangnya pemahaman dan interaksi secara langsung antara warga negara khususnya remaja dengan kelompok-kelompok minoritas membuat berita kebencian tersebut sangat mudah merasuki remaja itu sendiri yang tidak paham bahwa mereka adalah targetnya.
Oleh karena itu penting untuk memastikan semakin banyak remaja yang memiliki akses untuk berinteraksi secara langsung dengan kelompok-kelompok minoritas agama agar mereka semakin memahami bahwa kecurigaan dan ujaran kebencian yang dilontarkan bagi kelompok minoritas tersebut tidaklah benar. Serta, memahami bahwa setiap agama tidak membenarkan kekerasan, intoleransi dan kebencian.
Apabila remaja dapat menjalankan peran utamanya dalam menghormati keyakinan orang lain seperti yang dicantumkan dalam Deklarasi HAM Universal, bukan tidak mungkin dalam 100 tahun kemerdekaan Indonesia, kita tidak lagi menanyakan “apa agamamu?” Dan semua masyarakat dapat hidup damai dengan keyakinan ataupun tidak memiliki keyakinan masing-masing.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”