Apa Benar Perempuan Lebih Rendah Dari Laki-Laki?

Dalam Al-Quran menyebutkan orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertaqwa. Jadi, hal ini tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kaum perempuan dan kesetaraan.-KH. Nasaruddin Umar.

Mempunyai pola pikir turun temurun bahwa perempuan lebih rendah posisinya dibandingkan dengan laki-laki menjadi akar masalah dari ketimpangan gender yang masih sering terjadi.

Advertisement

Ada satu poin menarik yang dikemukakan oleh netizen, dia mengatakan bahwa urusan memasak dll itu nggak perlu dipersulit. Itu masuk di wilayah kesepakatan, kata ini seolah sederhana tetapi ada berapa banyak orang yang menganggap berbeda? Sebagian besar memilih bahwa tugas memasak bukanlah kewajiban istri, sebagian kecil lain mengatakan itu tugasnya. Ada yg berargumen, 'Ya masakan siapa yang paling enak, dia yang masak. Ada pula pengalaman yang mengatakan bahwa dirinya yang laki-laki itu kebagian job masak di rumah'.

Berapa banyak laki-laki yang mencari kriteria calon pasangan yang salah satu keahliannya memasak? Ditambah lagi keahlian lain seperti mencuci piring, bersih-bersih, berhias, dan lain sebagainya. Intinya, ada banyak laki-laki yg cari pasangan itu justru seperti cari ART, bukan sebagai seorang partner. Sebaliknya, ada juga banyak perempuan yang mencari kriteria seorang suami yang mampu melindunginya. Sehingga ia menjadi seseorang yang sangat bergantung. Pada akhirnya, ketika ia dikecewakan, ia tidak punya kuasa untuk sekadar mengingatkan. Akibat relasi kuasa yang timpang. Bukankah tugas seorang istri itu harus nurut suami? Pertanyaan seperti ini sering kali menjebak.

Apa yang dimaksud nurut? Apakah dengan prinsip surgo nunut neroko katut menjamin perempuan mendapat kehidupan yang baik?

Advertisement

Semua agama tidak pernah mengajarkan penundukan dalam sebuah hubungan. Apalagi terhadap istri, seseorang yang diajak untuk berkomitmen menjalani bahtera rumah tangga. Agama mengajarkan kerelaan dan kerelaan tidak bisa diawali dari keterpaksaan, untuk itu kesepakatan adalah koentji. Kita juga sering mendengar pertanyaan terkait dengan warisan beberapa tahun yang lalu. Mengapa di agama Islam warisan untuk laki-laki itu dua, sementara untuk perempuan satu?

Jika begitu, bukankah Islam menunjukkan bahwa laki-laki itu lebih mulia dari perempuan? Hmmm, jika SoHip berpikiran kayak gini, ada sebaiknya kita baca sejarah dulu. Mulai dari tahun 1907 di mana terjadi sebuah peristiwa besar adanya demonstrasi dari buruh di New York. Para buruh tersebut menuntut adanya hak politik dan upah yang setara, ini di tahun 1907 alias abad kedua puluh. Sebelumnya, belum ada aksi besar-besaran yang dilakukan olek kelompok perempuan. Lah, perempuan bekerja saja sudah bagus. Termasuk di negara Barat seperti Amerika, perempuan saat itu masih sangat terbatas aksesnya. 8 Maret 1907 inilah tonggak sejarah dimulai. Setahun setelahnya, aksi serupa kembali dilakukan untuk memperingati aksi tahun sebelumnya. Aksi-aksi seperti ini kemudian rutin dilakukan setiap tahun. Selain 8 Maret dan 28 Februari, ada juga yang melakukan aksi tanggal 19 Maret. Selain menuntut keadilan salah satunya berupa hak memilih, di tahun 1917 aksi hari perempuan dilakukan untuk menolak perang. Ini membuktikan wawasan perempuan sudah semakin oke, perempuan bukan lagi makhluk domestik yang selalu didomestifikasi.

Advertisement

Pernah kah kita membaca situasi Arab di abad ke 6 Masehi? Jika kita belajar sejarah pra-Nabi (masa jahiliyah), perempuan itu dianggap sebagai barang, bisa diperjual belikan dan bisa diwariskan. Ketika seseorang lahir berjenis kelamin perempuan, saat itu orang tua merasa malu. Kemudian tega mengubur hidup-hidup bayinya, itu pun jika selamat dari pembunuhan di masa bayi, ketika menginjak remaja, mereka bisa dinikahkan, dipoligami sesuka hatinya. Menjadi perempuan ibarat kutukan, selalu ditindas, nggak dianggap sebagai manusia. Ibaratnya, perempuan adalah kesalahan yang harus dilenyapkan. Perempuan yang selamat adalah perempuan bangsawan, sementara rakyat biasa, sungguh mengenaskannya.

Tahukah SoHip bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi tokoh yang mengubah peradaban kotor itu, menjadi peradaban yang ramah terhadap perempuan. Ketika salah seorang sahabat bertanya, siapa yang harus dihormati? Nabi menjawab ibu sebanyak tiga kali, baru setelahnya ayah. Poligami yang sebelumnya unlimited dibatasi hanya empat, itu pun dengan banyak catatan. Mulai bisa bersikap adil, hingga komitmen untuk meletakkan kemaslahatan di atas semuanya. Pada intinya, semangat yang diusung Nabi adalah semangat keadilan. Contohnya dalam pernikahan, seharusnya komitmen suci itu menuju pada kemaslahatan, bukan sekadar legalitas hubungan seks. Posisi pernikahan jauh lebih tinggi dibanding sekadar menumpahkan hawa nafsu.

Saatnya kita tahu bahwa perlakuan diskriminatif kepada perempuan sudah nggak jaman, apalagi mengatasnamakan agama. Jika kita memahami agama secara komprehensif, maka bisa kita temukan bagaimana peran perempuan dalam berbagai bidang. Jadi intinya, stop mengatakan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Kita semua sama, konstruksi sosial yg menjadikan perempuan lebih rendah harus ditata ulang. Jangan ada diskriminasi di antara kita,

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Women's Muslim