Ia berlari menjauh dari kerumunan menuju ruang kesendirian, mengunci pintunya rapat-rapat, menutup telinganya lekat-lekat. Dengan cepat kilat tangannya menyambar kertas kosong dan bolpoin. Gadis yang memasuki Qaurter Life Crisis di titik paling kritis itu, mulai menggoreskan tintanya pada kertas putih. Dan inilah, Kawan, kisah perjuangannya.
Setelah gelar sarjana disandangnya, Ia bertekad untuk memulai wirausaha. Fokus di bidang pakan ternak, lebih tepatnya budidaya maggot BSF (Black Soldier Fly). Kau tahu apa maggot itu, Kawan? Tak salah lagi, itulah belatung yang dihasilkan oleh lalat tentara hitam. Banyak yang menganggap ide itu gila dan sangat menjijikkan. Tetapi baginya, itulah usaha yang menjanjikan.
Percobaan demi percobaan Ia tekuni, begitu pula cibiran turut silih berganti. Namun, supporting system secara ajaib terbangun. Keuletannya membuat orangtua dan keluarganya yang awalnya ragu, kini tegap mendukung langkahnya. Karena itulah, Ia tetap tegak meskipun cibiran menghujamnya secara beruntun.
Di tengah eksperimen-eksperimennya yang belum membuahkan hasil, angin sejuk menyapanya. Ada kabar gembira dari temannya bahwa Ia bisa melanjutkan cita-citanya untuk duduk di bangku kuliah pascasarjana. Kabarnya, ada Hamba Allah yang hendak memberikan beasiswa secara cuma-cuma padanya. Bukan main gembiranya. Cepat-cepat Ia memberitahukan kepada orangtuanya sekaligus meminta restu mereka. Namun perih seketika menyandera, awan mendung kembali menghujaninya. Orangtuanya tidak merestuinya.
“Jika memang baktiku lebih utama dari pada pendidikanku, kuminta pada-Mu, Ya Allah, ridailah baktiku itu dan segala usaha yang kuperjuangkan,” tangisnya di atas sajadah sembari mengadu dan memohon pelukan kasih sayang-Nya. Pagi yang cerah diawali dengan penuh semangat untuk melanjutkan eksperimennya. Luka di hatinya diabaikan, tangisannya segera dihapus dan cukup baginya, deretan huruf-huruf yang akan mengisahkan perjuangannya.
Percobaan satu gagal. Percobaan dua belum berhasil. Percobaan tiga gagal lagi. Begitu seterusnya hingga penghujung musim kemarau di Bulan November 2020. Dihadapinya semua itu dengan senyuman dan tetap optimis.
Setelah merogoh kantong begitu dalam, setelah peluh membasahi tubuhnya, setelah doa-doa dilangitkannya, Ia dapat tersenyum gembira di percobaan ke tujuh. Ia berhasil untuk membudiyakan maggot dan lalat BSF dalam sekali siklus, namun baru skala kecil. Meskipun impian utamanya masih jauh, Ia tetap menyalakan kobaran semangatnya.
Namun, di masa-masa itu pula, pertanyaan yang paling mengerikan silih berganti.
“Kapan kamu menikah?”
“Sudah waktunya menikah, kenapa tidak segera?”
“Cepetan menikah, keburu tua loh.”
Dan semua pertanyaan sejenis kerap menghantuinya. Dari tetangga, teman lama, teman baru, teman kerja, adik kelas, bahkan orang yang tidak dikenalinya pun turut menjadi dalang hantu pertanyaan itu. Bak angin lalu, Ia tak terlalu menggubris pertanyaan itu. Tapi, pada suatu ketika pertanyaan itu membuat dirinya terbebani karena orangtuanyalah yang menyodorkan pertanyaan itu. Ia terdiam, menarik nafas panjang, dan menyusun kata-kata yang tepat untuk dijelaskan pada orangtuanya.
“Ngapunten, Bu, Pak. Menikah itu bukan hal yang mudah. Ada ilmu yang harus dipelajari, ada dua hati yang harus saling mengerti dan memahami, serta ada kehidupan baru yang harus dijalani dengan hati-hati,” jelasnya pada orangtuanya.
Melalui kehidupan di sekitarnyalah, Ia belajar. Banyak sekali muda-mudi yang memutuskan menikah dini, pada saat memiliki anak, mereka‒mohon maaf‒mentelantarkan anaknya demi cuan yang katanya akan menyelamatkan kehidupan. Ada yang tidak siap mental, terpental dari keharmonisan rumah tangga. Ada yang tidak menerima keadaan ekonomi, berujung keributan di sana sini. Ada yang tidak kuat dengan perlakuan mertua, berujung perceraian yang menggelapkan dunia.
Cukup sudah kasus-kasus itu. Ia tak ingin sembarang melangkah hanya karena diburu umur atau tak kuat dengan pertanyaan-pertanyaan mengerikan itu. Karena hanya dirinya dan Tuhanlah yang tahu kesiapan menuju babak baru, kehidupan berumah tangga. Dan Ia bersyukur, dalam persiapan menuju titik itu, Ia juga bisa memanfaatkan waktunya untuk belajar meraih #MimpiMasaMuda.
Selain desakan pertanyaan kapan menikah, usahanya yang masih seumur kecambah itu disapu angin dan derasnya hujan ketika musim pancaroba datang. Lalat-lalat tak mampu terbang, belatung-belatung diguyur hujan, yang tersisa hanyalah kandang yang porak-poranda.
Pergantian musim dan segala cobaan yang mendera membuatnya melemah. Ia jatuh sakit‒demam, flu, dan batuk‒lumayan lama. Ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya di rumah meskipun hasil tes rapid menunjukkan hasil non-reaktif. Waktunya di rumah banyak digunakan untuk merangkai sajak, menyusun cerita, mengikuti seminar dan lomba kepenulisan. Ia merasa lega, karena segala yang Ia rasakan dapat terurai melalui rangkaian kata-kata.
Hingga akhirnya, orangtuanya yang penuh pengertian dan kasih sayang memberikan dukungan atas keputusannya. Sebagai upaya untuk meningkatkan imunitas, ibunya memberikan asupan makanan dengan gizi seimbang agar #MimpiMasaMuda-nya tercapai. Selain lebih banyak mengonsumsi buah dan sayur, Ia juga mengonsumsi vitamin C, vitamin B, dan Tablet Tambah Darah (TTD) agar imunitasnya lebih kuat. Dan kau tahu, Kawan, sakitnya mengajarkan bahwa sehat adalah komponen terpenting untuk menunjang pencapaian #MimpiMasaMuda.
Karena sehat itu mahal, maka mari #SehatSamaSama dengan #HipweexNI untuk menjaga, membiasakan, dan ikut serta menyuarakan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Dengan badan sehat, hidup lebih bermanfaat, menyongsong #MimpiMasaMuda dengan penuh semangat.
Bebaskan dirimu mengukir sejarah menggapai #MimpiMasaMuda dan biarkan rangkaian tulisan membuat kisahmu dikenang generasi selanjutnya. Dari kami, bait-bait sajak dan rangkaian tulisan yang bersaksi atas kegigihan perjuangannya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”