Dilahirkan dengan takdir sebagai anak pertama perempuan dan harus menjadi kuat sepertinya tidak asing dibicarakan pada zaman sekarang. Apakah kenyataannya anak itu benar harus kuat? Kuat seperti apa yang dimaksud? Tidak boleh menangis? Tidak boleh mengeluh? Atau tidak boleh bergantung dan meminta kepada kedua orang tuanya?.
Sekarang, bagaimana rasanya setiap memulai hari baru dengan langkah baru tetapi diberatkan oleh harapan dan masa depan seperti langit yang tinggi?. Kuat dalam setiap orang tidak boleh disamaratakan. Kenyataannya kuat pada setiap orang itu berbeda.
Pertama, aku bersyukur takdir memilihku dilahirkan di keluarga yang berkecukupan. Berada di tengah-tengah, tidak kurang dan tidak lebih. Hal ini yang menjadi salah satu alasanku bisa berada di sini, di kota orang, untuk melanjutkan pendidikanku dijenjang perkuliahan.
Tulisan ini menceritakan kilas balik bagaimana aku bisa berada di sini. Bagaimana aku menganggap dunia kadang berpihak, tetapi kadang juga tidak berpihak pada keinginanku. Namun, bukan hanya itu, ini juga tentang bagaimana kita harus belajar bersyukur pada setiap langkah kecil di hidup kita.
Sedari kecil ketika aku masih berada di sekolah dasar, aku termasuk anak yang dimanja dan selalu dituruti keinginannya. Sama ketika aku berada di sekolah menengah pertama, semua yang aku sukai selalu diizinkan oleh orang tuaku. Hingga akhirnya aku berada di sekolah menengah atas, inilah dimana ceritaku tentang menghargai hidup ini dimulai.
Bukan berarti di saat aku berada di masa SMA orang tuaku melarang semua, tetapi aku lebih diajarkan untuk mensyukuri hidup dan percaya jika setiap keinginanku tidak harus terkabul. Aku juga harus berpikir ke depan, bagaimana aku melanjutkan hidup sebagai orang yang lebih dewasa. Aku juga harus merelakan yang pada akhirnya memang bukan untuk aku.
Masa SMA adalah masa dimana aku berpikir untuk bersenang-senang dengan teman-temanku, berkumpul dan bermain. Masa yang seharusnya sejak awal aku juga harus berpikir bagaimana aku kedepannya akan melanjutkan pendidikanku. Namun, aku tidak menyesali itu karena itu juga rasa syukurku ketika aku bertemu dengan teman-temanku.
Pada pertengahan SMA, ibuku jatuh sakit. Disinilah salah satu rasa prihatinku dimulai. Susana rumah yang pada biasanya ibu selalu mempersiapkan semua, tetapi pada saat itu berubah. Ayah menjaga ibu di rumah sakit, sementara aku harus bisa mengurus adikku yang juga harus bersekolah.
Sedih? pasti. Aku sempat berpikir, kenapa harus ibu? aku lelah, adik lelah, ayah lelah, semua lelah. Namun, harus bertahan demi ibu sembuh. Sampai akhirnya ibu sudah diperbolehkan pulang. Tapi bukan sampai disitu saja, tiba-tiba pandemi melanda kita semua.
Pengobatan ibu harus tetap berlanjut, yang dimana artinya pengeluaran finansial pada saat itu cukup banyak. Ibu yang cuti dari mengajar dan artinya juga pemasukan hanya dari ayah. Disinilah aku merasa harus berpikir dewasa, ketika masa SMA yang diinginkan hanya menuruti kemauan tetapi kemauan itu harus ditahan.
Sampai dimana ibu kembali pulih dan melakukan pekerjaan seperti dulu, tetapi bisa tidak sesempurna dulu. Masa ini juga masa peralihan dari pandemi ke perlahan normal kembali, masa yang diharuskan beradaptasi kembali yang tadinya beradaptasi dengan adanya pandemi juga belum selesai. Disini rasa stress juga muncul.
Memikirkan bagaimana belajar yang seharusnya ketika tadinya pelajaran daring dikarenakan pandemi seperti tidak melakukan pembelajaran pada porsi seharusnya. Merasa stress karena ini taun terakhir SMA yang artinya harus serius untuk menentukan perkuliahan nanti. Dan ketika harus memilih les dengan biaya yang sebisa mungkin tidak membebani orang tua.
Aku merasa tetap harus mendapatkan ilmu dari luar sekolah seperti les ini karena materi dari sekolah saja tidak mencukupi. Berharap materi dari les bisa membantuku lebih fokus karena belajar di masa peralihan yang tidak mudah itu. Ternyata takdir berkata lain.
Aku gagal, gagal di percobaan pertama mendaftar politeknik kesehatan, gagal percobaan kedua di UTBK, gagal percobaan ketiga di kedinasan. Mendaftar kedinasan ini sebenarnya juga bukan kemauanku tetapi kemauan ayah untuk mencoba dan aku mau untuk membuktikan bisa dan membuat orang tua bangga. Ternyata? Gagal.
Dan kesempatan terakhir untuk mendapatkan kuliah taun itu adalah jalur mandiri. Ini harapan terakhirku bisa kuliah taun itu dan tentu aku berharap bisa diterima di perguruan tinggi di kotaku. Kenapa? Karena nyatanya aku juga memikirkan bagaimana aku bisa bertahan hidup sendiri di kota orang.
Lagi-lagi aku gagal mendapatkan apa yang aku mau, dari 4 perguruan tinggi hanya 1 yang menerimaku dan itupun di luar kotaku. Ternyata aku gagal berkali-kali ya?hahaha. Bukan hanya tentang gagal, tapi ini juga tentang finansial, dari awal hingga akhir proses itu semua mengeluarkan biaya dan aku hanya berhasil di satu titik.
Lagi-lagi juga tentang finansial ya?. Bagaimana biayaku hidup di kota orang nanti?. Bagaimana orang tuaku mengeluarkan biaya lagi yang sebanyak itu?. Apa aku bisa untuk melewati semuanya nanti? Bagaimana kalau aku gagal? Sudah sebanyak itu biaya yang dikeluarkan, dan jangan lupa masih ada adikku yang harus dibiayai untuk sekolah.
Aku tidak pernah membayangkan itu sebelumnya. Aku takut, aku takut mengecewakan semua, aku takut perjuanganku sia-sia. Tetapi disinilah orang tuaku mengajarkan untuk bersyukur, aku masih diberi kesempatan kuliah taun itu. Mengajarkan bahwa rezeki datang dari mana saja, tidak tentu seperti apa yang aku mau.
Ternyata disini aku juga belajar bagaimana mengikhlaskan yang seharusnya memang tidak menjadi milikku dan bukan rezekiku. Tuhan sudah mengatu semua. Benar, aku belajar banyak hal dan rezeki disini bukan soal finansial mungkin, tetapi kuat menghadapi ini sendirian dan mendapat teman serta orang tua yang suportif menurutku itu juga rezeki yang Tuhan kasih.
Untuk semua anak pertama dan khususnya perempuan, jangan takut. Jangan takut untuk memulai yang ingin kamu gapai, jika belum tercapai bukan berarti gagal, mungkin Tuhan kasih di jalan lain nanti. Untuk menjadi kuat dan bisa diandalkan nanti, aku yakin kalian bisa. Semoga jalan suksesmu dilancarkan wahai orang-orang yang diharuskan untuk kuat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”