Pernah nggak sih kamu mempunyai suatu ambisi?
Umumnya kita sebagai manusia pasti memiliki hal-hal yang ingin dicapai dalam hidup, baik itu dalam segi karir, asmara, prestasi, studi, dan lain lain. Namun jangan keliru ya, ambisi itu berbeda dengan cita-cita. Walau sekilas terlihat hampir sama, bahkan ada beberapa orang yang beranggapan bahwa ambisi dan cita-cita adalah hal yang sama.
Ketika kecil sering ditanya, mau jadi apa? Jadi dokter, itu adalah cita-cita. Nah, ambisi berada di dalam cita-cita. Seiring perjalanan tumbuh menuju dewasa tentu kamu berusaha untuk mencapai cita-cita tersebut, mulai dari menempuh pendidikan yang mendukung serta finansial yang mencukupi. Namun, itu saja tentu tidak cukup, dalam mencapai cita-cita kamu membutuhkan keyakinan terhadap diri sendiri dan yang paling penting adalah pengukuran bayang-bayang diri, maksudnya melihat batas kemampuan diri kamu sendiri.
Apakah kamu bisa menempuh jenjang pendidikan yang bagus?
Apakah kamu bisa menempuh pendidikan yang bagus dan mendukung jika untuk belajar saja masih dihantui oleh rasa malas?
Apakah kamu bisa masuk ke jurusan kedokteran jika nilai rapor pada ijazah pendidikanmu sebelumnya tidak memenuhi syarat?
Apakah kamu bisa masuk ke jurusan kedokteran jika jenjang pendidikanmu sebelumnya tidak mendukung?
Apakah kamu bisa masuk ke kuliah jika finansial keluargamu kurang mendukung?
Dan akan begitu banyak pertanyaan yang muncul dipikiran untuk mencari kelemahan dan kelebihan terkait dengan melihat kemampuan diri kamu sendiri dalam menggapai cita-cita tersebut. Merupakan hal yang wajar terjadi pada seseorang yang cita-citanya atau keinginannya belum dikuasi oleh ambisi. Hingga pada akhirnya akan muncul pertanyaan terakhir yaitu, apakah kamu yakin untuk terus menggapai cita-cita ini?
Apabila suatu keinginan atau cita-citamu terlalu menggebu-gebu atau sudah didominasi oleh “ambisi” maka kamu akan menghiraukan batas kemampuan dirimu sendiri dan bahkan tidak akan pernah terlintas dipikiranmu pertanyaan terakhir tentang keyakinan. Lho kenapa? Karena ambisi telah membutakan mata hatimu, merusak pelita pikirmu, karena hati adalah pelita pikir.
Keadaan seperti ini sangat berbahaya, kenapa? Apabila sesuatu sudah didominasi oleh ambisi yang menggebu-gebu, secara natural secara alami kamu tidak akan bisa berpikir jernih lagi, karena mata hatimu telah buta oleh ambisimu dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, yang kamu pikirkan hanya cara untuk mencapai cita-cita tersebut, diluar kelemahan dan batas kemampuan yang kamu miliki.
Bahkan dengan melakukan hal apa saja, termasuk melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan dan merugikan orang lain seperti sogok-menyogok, memanfaatkan “orang dalam”, mencuri, kekerasan, dan bahkan ada yang sampai menggunakan ilmu hitam. Sangat berbahayakan dirimu.
Nah, kelihatankan kan, cita-cita dan ambisi itu berbeda, sangat berbeda.
Cita-cita itu mendukung sementara ambisi itu menjatuhkan!
Cita-cita didasari oleh keyakinan sementara ambisi didasari oleh ego dan hawa nafsu.
Lalu bagaimana dong?
Apa nggak boleh kita bercita-cita atau mempunyai keinginan terhadap sesuatu? Tentu saja boleh. Kita ini bukan malaikat yang nggak punya nafsu untuk memiliki sesuatu, kita hanya manusia biasa yang hidup digeluti oleh nafsu dunia. Jadi, kita cuma bisa selalu belajar membiasakan diri untuk tidak berlebihan dalam hal apapun, belajar untuk tidak menuruti hawa nafsu dalam berkeinginan, sehingga kita dapat mengukur bayang-bayang diri atau batas kemampuan diri sendiri agar cita-cita tidak berubah menjadi sebuah ambisi.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”