Post ini terinspirasi dari orang sebelah kamar kos gue yang setiap malam jam 10 itu main gitar dan ngobrol kayak itu rumahnya sendiri (selanjutnya gw akan sebut dia sebagai Oknum Kamar 34). Oke, sebelum gue lanjut. Lo boleh bilang kalau gw lebai lah, gw banyak mau-nya lah, manja lah. Gini. Sebel nggak kalau dalam 7 bulan terakhir gue harus tidur di atas jam 11 malam dan mengorbankan tidur 8 jam yang direkomendasi oleh sleeping expert agar besoknya bisa beraktivitas dengan optimal.
Dengan Pandemi COVID-19 yang sekarang sedang ada di sekitar kita, menjadi orang tegaan untuk bisa mencegah penyebaran virus ini. Bagi kamu yang masih merasa jiwa-nya muda, please #DiRumahAja karena bisa raja kita merupakan carrier. Ok, lanjut cerita ya. Beberapa kali gue melaporkan insiden ini ke Ibu Kos. Fair kan? Sayangnya, dia tidak menggunakan tangan besinya untuk menghentikan ini. Instead, kejadian ini terus berlanjut dan si Oknum Kamar 34 semakin keras ketawa-ketawanya dan durasi dia bermain gitar semakin malam. Satu hal yang gue sesali sehingga gw nggak jadi orang yang tegaan ialah tidak confront dia langsung dengan sikapnya yang nyebelin itu. Tapi emangnya cuma itu doang? Ini dia beberapa hal yang gue temukan bahwa menjadi orang tega itu ternyata ada baiknya buat sanity kita sendiri.
Lo sadar kalau nggak semua orang punya empati
Iya ternyata begitu adanya. Buktinya? Dia nggak punya empati untuk berpikir kalau ada orang di sebelah kamarnya yang ingin istirahat. Gue nggak ada masalah mau ngobrol kek, mau split kek, mau masak ketoprak di depan kamar . Tapi dia nggak punya sense of time yang baik sehingga memperkirakan ada orang yang besoknya butuh kerja untuk cari uang dengan tingkat fokus yang tinggi aja nggak bisa. So, buat apa baik sama orang kayak gitu?
It's okay to push through saat apa yang menjadi hak lo
Sekali, dua, dan tiga kali gue bisa terima. Tapi saat kejadian itu terjadi yang keempat kalinya sudah nggak bisa bungkam sih. Jangan syedih teman-teman netijen ku. Setiap kali terjadi gue udah japri Ibu Kos. Sudah sampai nggak mikir jam berapa karena yaaa biar merefleksikan apa yang menganggu gue dong di malam ini.
Baik sama orang kayak gitu? Buat apa?
Beneran deh. Dari awal gue masuk ke kos-an itu dan mulai untuk membuat pembicaraan sama dia sampai di titik kalau mau dia hilang atau nggak ada suaranya pun sudah nggak peduli! Lebih baik nggak ada? Jujur itu bukan gue banget tapi buat apa kita buang energi ramah tamah sama orang yang nggak mau memikirkan kalau dia nggak bisa toleransi dengan kenyamanan orang lain
Jadi gimana? It's okay kok untuk bisa tega saat orang lain tidak punya empati terhadap kita. Semua itu harus dua arah. Saat kita berusaha baik dan orang-orang di sekitar kita tidak bisa memberikan apresiasinya lalu buat apa terus menerus memberi kebaikan? Semua ada batasannya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”