Aku Tidak Cacat, Aku Berbakat!

Sebuah profil teman tuli asal Karanganyar Jawa Tengah

Lelaki berparas tampan itu bernama Firdaus Alam. Ia tumbuh istimewa tanpa bisa mendengar dan sulit bicara. Semenjak usianya 1,5 tahun, ia divonis sebagai anak tuli oleh dokter yang menanganinya. Tidak ada yang tahu apa penyebab pastinya. Saat itu ibundanya hanya mendeteksi, bahwa pertumbuhan anaknya berbeda dengan anak lain dan tidak berproses secara normal. Beruntung, Allah tidak pernah salah di rahim siapa seorang buah hati dititipkan dan dirawat. Anak yang akrab disapa Alam ini, tumbuh menjadi remaja dengan prestasi gemilang, mandiri dan pintar berwirausaha.

Advertisement

Kesukaan, kegigihan dan dukungan, mampu menghantarkan Alam meraih juara olah raga renang dan seni tari tingkat provinsi. Bisa dikatakan itulah bakat Alam. Tentu saja, pencapaian itu tidak akan pernah ada tanpa seorang guru berbakat dan orangtua hebat yang berkualitas dalam mendidik. Mereka semua mengarahkan sekaligus membersamai proses penemuan bakat dan minat. Satu per satu kegiatan diberikan dan diuji cobakan kepada Alam.

Alam masuk sekolah luar biasa di usianya 2 tahun 7 bulan, tepatnya di SLB-B Pawestri, Jaten, Karanganyar. Alam mulai belajar berkomunikasi dengan bahasa isyarat dan bahasa verbal. Keduanya dipelajari, agar ia bisa berbaur dengan semua kalangan, baik sesama teman tuli maupun bukan. Beberapa bulan di awal, ibundanya pun turut serta membersamai di sekolah. Sehingga muncul persamaan persepsi ketika membimbing buah hatinya di rumah.

Berbekal keyakinan dan optimisme, orang tua Alam selalu sabar atas segala permintaannya yang tentu tidak sedikit mengeluarkan uang. Salah satu diantaranya, raket bulu tangkis seharga setengah juta rupiah denga merek dan warna pilihannya. Jika tidak terpenuhi? Ya, Alam akan sedih berkepanjangan dan terus memikirkan permintaannya. Nampaknya, Sang Pencipta juga telah menentukan berapa banyak dana yang dimiliki orang tua dengan anak berkebutuhan khusus itu. Keluarganya berada di ekonomi menengah ke atas, ayahnya seorang kepala sekolah di salah satu lembaga pendidikan milik pemerintah, sementara ibundanya guru di ponpens swasta.

Advertisement

Siapa sangka, di usia yang semakin dewasa, ketika duduk di bangku SMP, Alam tak lagi meminta uang jajan atau ngebet beli ini itu. Pemuda berparas tampan ini justru senang berbagi, terkhusus kepada ayah dan bundanya. Bukan menjadi halangan bagi teman tuli untuk berkegiatan. Alam aktif berkarya bersama teman tuli lainnya di Patar. Patar ialah singkatan dari Persatuan Anak Tunarungu Karanganyar. 

Di komunitas tersebut, Alam belajar desain grafis, melukis, berenang, memasak dan berwirausaha. Pada bidang wirausaha itulah, Alam mulai belajar menjahit dompet kulit yang kemudian ia jual di banyak kalangan. Alam menawarkannya secara online, sehingga ia tak perlu berkata. Namun ada pula yang ia jual secara langsung. Jauh sebelum adanya pandemi Covid-19, di mana berkerumun adalah suatu hal yang wajar, Alam dan teman-teman tuli suka berjaualan di Car Free Day (CFD). Bagaimana bisa? Ya, selain berbakat pemuda ini juga kreatif. Ia menggoreskan tinta hitamnya di kertas putih, bertuliskan nama barang dan harga. Ternyata, tak sedikit pula orang mengajaknya berbicara bahasa verbal. Bagi Alam, ini sungguh menyenangkan meskipun tidak bisa ia balas dengan bahasa sempurna. 

Advertisement

Saat ditanya sebuah cita-cita, Alam menjawab ingin menjadi bos besar.


Cita-cita Alam ingin menjadi bos. Tuturnya berhati-hati dengan gerakan bibir dan kedua tangannya. Ibundanya yang tengah di sampingnya pun menimpali penuh harap, aamiin..ibu juga pengen Alam jadi bos besar. Bidang apapun itu asalkan halal dan bermanfaat. 


Jarang sekali Alam mengeluh atas apa yang Allah anugerahkan pada dirinya.


Pernah satu hari lalu, Alam diam dan terlihar murung. Saya pun bertanya ada apa. Ia memeluk saya dengan genangan air mata. Alam mengatakan, mengapa dirinya belum bisa memaksimalkan kemampuannya. Kata ibunda Alam saat menjadi narasumber di salah satu stasiun TV Solo. 


Sejatinya, anak tuli itu hanya terhambat proses informasi bahasa melalui pendengaran. Oh ya, mengapa bukan tunarungu sebagai sebutan anak yang tidak bisa mendengar? Alam dan juga teman senasibnya, lebih suka disapa teman tuli. Artinya tidak semua yang hilang pendengaran itu cacat, rusak atau disebut tuna. Banyak dari mereka memang terlahir tuli dan sebutan tersebut menjadikannya merasa memiliki identitas. 

Orang tua Alam sangat bangga terhadap perubahan yang semakin hari semakin membaik. Sedikit demi sedikit telah mencicipi, betapa menyenangkannya mendidik anak berkebutuhan khusus. Bagi orang tua dan Alam, dalam menerima kehidupan ini kuncinya adalah bersyukur, tidak malu dan terus bersemangat. Inilah yang kemudian menjadikan mereka termasuk gurunya, bisa bangkit hingga saat ini. 


Teman-teman yang sedang menyaksikan Alam, semangat belajarnya, berdo'a, agar menjadi orang sukses. Sapa Alam kepada pemirsa di akhir perbincangan dalam acara Anugerah salah satu TV Solo, Jumat, 26 Februari 2021.


Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang gadis yang suka tantangan, easy learning, suka show up yang diimplementasikan dalam dunia public speaking,