Aku, bingung dan hampir tak bisa memulai dari sudut mana harus menggambarkan tentang dirimu dan kepribadianmu. Karena semua terlihat sangat indah dan begitu sempurna. Bahkan kau selalu datang saat aku membutuhkan sandaran dan teman untuk sekedar sharing, dan meluapkan semua masalah hidupku.
Perkenalan kita bermula saat masa SMA, namun terus berlanjut sampai aku lulus kuliah. Aku masih ingat saat pertama kali kau tersenyum manis padaku dan aku hanya tersipu malu, tepat di depan kelasmu saat aku lewat kau selalu menyapa dan memberikan senyum manis.
Aku menyesali kata maaf yang tak sempat terucap sampai akhirnya kamu menarik diri dari hidupku, aku yang dulu sangat bodoh dan tak sadar arti dari senyuman dan tatapan polos pada masa itu, hingga akhirnya aku memilih bersama dengan lelaki lain dan memilih mengabaikan kamu dan perasaanmu.
Entah berapa lama kamu sempat menghilang dari hidupku, sampai akhirnya kembali menghubungi namun saat itu sikap cuek dan respon yang aku berikan sepertinya mengecewakanmu.
Hingga kamu sempat menyinggung soal lelaki itu yang tentu saja masih mengisi hatiku, dengan bangga dan hati berbunga-bunga aku mengatakan hubunganku dan dia baik bahkan kami akan segera menuju jenjang yang lebih serius.
Kamu hanya menjawab semoga pilihanmu yang terbaik. Ketika itu tentu saja aku tak pernah memusingkan jawabanmu dan tetap fokus dengan dirinya. Sampai akhirnya aku merasakan perubahannya terhadapku dan tekanan demi tekanan dalam hubungan ini yang lebih menguras emosi ku adalah ketidak adanya restu dari orangtua ku untuk aku dan dia.
Di dalam ketidak pastian hubungan itu kamu hadir menawarkan sandaran dan baskom perhatian untuk menampung segala kesedihan dan bulir air mata yang mengalir, hari-hariku pada saat itu penuh dengan kamu dan kata-kata motivasi yang memberikan keyakinan bahwa mungkin Tuhan tak berikan restu padaku lewat ketidak adanya restu dari orangtuaku.
“Di dalam ketidakpastian hubungan itu kamu hadir menawarkan sandaran dan baskom perhatian untuk menampung segala kesedihan dan bulir air mata yang mengalir.”
Seminggu pun berlalu entah makhluk astral dari mana yang merasuki diri ini, aku memutuskan hubungan dengan lelaki itu hanya dengan kata-kata yang sulit ku cerna yakni ayo putus! Sejenak beban didiri berasa ringan, hati seperti tertusuk sembilu dan air mata jatuh semakin tak tertahankan tapiii ada perasaan lega dan kamu bertanya apa aku akan baik-baik saja?
Jelas saja aku tidak baik, tapi aku berpura-pura baik karena kamu ada didepanku. Semenjak itu kamu terus menghubungi dan menemani hariku ibarat tukang jait kamu terus menjait hati yang tersobek-sobek hingga akhirnya perlahan menjadi utuh kembali.
Lagi-lagi aku tak sempat menyadari bahwasanya kau semakin jauh memasuki hidupku, sampai di sepertiga malam itu entah kenapa aku terbangun dan memimpikan tentangmu. Perasaan ku padamu tak mampu ku jelaskan awalnya dan sampai sehari sebelum kau menyampaikan maksud dan tujuanmu aku hanya menganggap kamu teman baik dan perasaan ku tak lebih dari sekedar itu.
“Kamu, ibarat tukang jait kamu terus menjait hati yang tersobek-sobek hingga akhirnya perlahan menjadi utuh kembali.”
Senin 17 Desember 2018 pukul 20.45 wib, kamu menyampaikan maksud dan tujuanmu selama ini terus hadir dalam hidupku dari mulai SMA sampai sekarang adalah untuk menjadikan aku teman hidupmu, menua bersama dan merajut kasih sayang yang tak akan habis sepanjang masa.
Mataku terbelalak membaca pesan teks darimu dan mulut seolah membisu takut mengucapkan kata-kata yang akhirnya mengecewakanmu lagi. Triing…triing…triing… dering ponselku malam itu dipenuhi notif pesan darimu. Dan yang terpenting kamu berjanji dan mewarkan sebuah kebahagiaan lewat emoticon love-love dua.
Sejenak di pikiranku melintas sosok lelaki yang lebih dulu pernah mengucapkan itu padaku hingga akhirnya janji dan semua tawaran indah itu terkubur menjadi luka dan masa lalu. Aku terus larut dalam memori lama itu hingga lupa membalas pesanmu dan saat terbangun hari sudah pagi.
Sebenarnya hatiku masih belum utuh melupakan dia, seringkali aku merasakan kehadirannya lewat hembusan angin dan hal-hal kecil yang membangkitkan memori saat bersamanya. Tapi aku juga mulai merasakan hadirmu dalam memberi warna di hidupku. Saat ini aku tak berani membalas pesanmu karena aku belum yakin akan perasaanku.
Kamu terlalu baik, aku terlalu buruk dengan segala sikapku padamu. Bisakah kamu meyakinkan aku bahwa kamu tidak akan aku kecewakan nantinya?
“Bisakah kamu meyakinkan aku bahwa kamu tidak akan aku kecewakan nantinya?“
Butuh waktu lama untuk ku menerima kamu dan memberikan semua perasaan ini untukmu, tapi sebelum kita terlanjur jauh menanam bibit pengharapan. Kamu tau bukan, aku tak jauh dari kata baik, sudah yakinkah kamu untuk menetapkan hati padaku?
Bukan aku ragu padamu aku hanya tak ingin suatu hari kamu juga merasakan sakitnya kehilangan seperti aku kehilangan dia yang dulu. Sadarlah kamu terlalu baik, aku tidak mau jika harus kehilangan kamu jika sewaktu-waktu kita bersama dan adanya pertengkaran kamu malah pergi dariku.
Tapi jika memang kamu sudah yakin, tolong bantu aku merawat perasaan ini terhadapmu dan tuntun aku menjadi wanita baik. Serta marilah kita bangun istana hati untuk kita berdua.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”