Putus Hubungan Memang Membuat Pilu. Namun Tanpa Disadari, Aku Justru Mengabaikan Mereka yang Selalu Menyayangiku

mengabaikan mereka yang menyayangiku

Saat masih berstatus pacaran, tulisan dan suara lebih dominan dalam hubungan kami. Kami LDR. Intensitas pertemuan yang jarang, membuat hubungan kami tak kuat. Apalagi saya termasuk pribadi yang sulit mengutarakan isi hati secara lisan. Saya tidak suka mengekspresikan emosi langsung, karena saya tahu, saya mudah lepas kontrol. Jika itu terjadi, saya menjadi orang yang sangat jahat. Saya lebih menuangkannya dalam tulisan.

Advertisement

Dengan tulisan saya bisa menyaring apa yang mau saya katakan. Berkebalikan dengan pasangan saya. Dia risih dengan pemahaman lewat tulisan. Itulah mengapa, hubungan kami penuh dengan kesalahpahaman. Sifat saya yang egois dan keras, membuat rasa sayangnya pudar dan kami berpisah begitu saja. Sedih? Iya. Saya sedih. Mengapa saya bisa menjadi pribadi yang demikian dan mengapa saya sulit untuk memahami pasangan saya.

Dari hubungan ini, saya merasa gagal menjadi manusia. Jujur, saya tak percaya diri untuk menjalani hubungan baru. Saya trauma dengan penolakan dan saya cukup tertekan mengetahui seberapa buruknya diri saya. Sebab, sekarang saya single, waktu luang saya melimpah ruah. Ruang dalam pikiran dan hati saya juga jadi luas terhampar. Dulu, mungkin penuh dengan remeh temeh rasa hubungan pria dan wanita. Walau merasa kesepian, saya merasa lebih tenang. Lalu apa yang saya lakukan untuk mengisi kesendirian?

Awalnya saya terjebak dengan media sosial. Jari saya tak henti terus bergerak di layar ponsel. Semakin melihat semakin saya frustasi. Di usia saya yang sekarang, kegagalan hubungan ini membuat impian bersama dengan orang yang dicintai di masa tua menjadi sangat jauh. Ah! Tidak boleh. Sudah cukup waktu yang terbuang untuk meratap. Saya coba melihat sekeliling. Sekeliling yang selalu saya abaikan. Beruntung, saya masih punya keluarga yang lengkap dan beberapa teman baik. Mereka tak banyak bertanya dan dengan setia menemani.

Advertisement

Tersentak saya menyadari, orang tua saya lebih kesepian dibandingkan kami, anak-anaknya. Kami sebagai anak, bebas untuk keluar rumah, berkumpul dengan keluarga, dan dengan leluasa melakukan segala sesuatu. Tapi usia lanjut membuat mereka mengalami keterbatasan untuk melakukan apa yang kami lakukan. Mereka lebih suka berdiam diri di rumah sambil mengamati anak-anaknya sibuk dalam dunia mereka sendiri. Dan ini yang membuat kondisi mereka lebih memprihatinkan.

Saya mendekati mereka, memandangi mereka dalam-dalam. Rambut yang memutih dan kulit yang menua. Percakapan pertama saya sangat canggung, saya hanya menanyakan kabar mereka. Awalnya mereka agak bingung dengan anak yang tiba-tiba perhatian. Namun, respon mereka yang menjawab dengan antusias membuat saya semakin terbuka untuk mencurahkan isi hati. Saya bercerita soal hubungan saya yang kandas di tengah jalan dan mereka mendengar tanpa mengadili. Inilah hal yang saya rindukan selama ini. Teman curhat yang pengertian.

Sebelum dan sepulang kerja, saya menyempatkan diri untuk menemani mereka. Walau hanya duduk di sebelah mereka sambil menonton televisi, saya cukup senang. Apalagi saat kami bisa makan bersama. Semua hal yang kami lakukan sangat sederhana, namun cukup membuat perasaan saya terobati. Ternyata selama ini, saya mengabaikan kekasih terdekat saya. Kekasih itu diam-diam mencintai dan menyayangi saja. Kekasih itu adalah papa dan mama. Terima kasih. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

maybe full of "Yin"

Editor

une femme libre