Demi cahaya fajar yang suci di ufuk timur,
hatiku merindumu tanpa terukur.
Demi sinar bulan yang indah di gelap malam,
sebagian hati ini meragumu namun ku pendam.
Malam ini aku mengenangmu, sambil dibelenggu oleh resah. Mengapalah kita harus terpisah? Sementara berkali kita saling kembali, karena rasa. Ada aku di hatimu, meski getarnya masih samar. Ada kamu di hatiku, yang semakin jelas tergambar. Aku mengasihimu, tidak-kah dirimu menyayangiku?
Aku rindu, tapi ragu. Seperti saat berjalan disampingmu, betapa hasrat ini ingin menggenggam jemarimu. Tapi urung, karena haruskah aku yang lebih dulu? Atau saat ingin bicara “Aku rindu”. Namun seketika bibir ini membeku, mengingat status kita yang masih semu.
Hati itu yang ingin ku miliki
Jiwa yang penuh sederhana
Mata yang berbinar seperti cahaya
Tutur selembut dan sedingin embun
Mungkinkah kita bersatu? Berdua, menikmati purnama bulan dalam satu ruang. Bersama, memandangi senja hingga matahari berangsur pulang. Berhentilah memalu, luapkan rindu agar aku tak meragu. Gagahkan hati, rebut aku kembali. Seperti hal yang pernah kamu sebut “mimpi”. Lupakan hambatan, karena ombak lautan tidak akan mungkin menyapu habis pasir pantai.
Aku menunggu kamu menghapus ragu. Memperjelas hal yang keruh. Mengutarakan rasa, menggulirkan sendu. Meleburkan dua menjadi satu. Aku dan kamu. Kita tanpa dia dan mereka. Aku menunggu kamu menjauhkan luka. Sampingkan ego, saling bersuka. Menyalakan unggun, bersandar, bercerita dan saling mencinta.
Langit tak berhenti menggodaku, merayuku dengan dansa kerlip bintang berpagutan . Entah apa yang kurasakan, antara dosa dan sebuah mimpi pengharapan.
Terbuaiku oleh belaian angin malam yang menyapu pergi awan hitam untuk kembali tunjukan sinar bulan yang sempat padam.
Aku tak kuasa berlama sengsara. Memendam rasa yang berkecamuk tak terarah. Sudah lama diam, tak mengatasi apa-apa. Bibir terkunci berusaha tak berbicara. Tapi, salahkah? Jika ternyata hati ingin menginginkan sesuatu yang lebih? Bukan sekedar bertemu lalu pergi. Berharap kamu menepi, menemaniku mengusir sepi. Berdua hingga nanti, sampai alam berhenti merestui.
Sentuhlah satu sisi hatimu, adakah rindu untukku? Sedangkan diri kita ingin saling terikat dalam pekat. Apakah harus kita lepas lalu pergi bebas atau hilang terkubur menjadi lumpur. Entahlah, yang harus selalu kamu ingat, jika nanti angin berhembus tak kenal arah, hujan turun tak mengenal musim, ketahuilah rindu ini masih belum ada yang mampu menandinginya.
Rinduku, untukmu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”