Aku sosok perempuan yang biasa, aku sederhana dan sudah pasti aku tidak sempurna. Disaat hatiku bercelah, aku mengenalmu, memahamimu dengan caraku, terbiasa di tempat yang sama menjadikan rasa itu tumbuh begitu saja tanpa ku duga.
Kepadamu aku menunggu dengan harap dan penuh rindu. Mencarimu ketika kau mulai tanpa kabar meski hanya sebentar. Menghawatirkanmu dan menyimpan kecemasan terhadapmu. Aku simpan rasa ini dibalik pertemanan kita, inginku tulus akan rasaku, tetapi tetap saja hati kecilku memintamu mengerti rasaku.
Aku ingin kamu menjadikanku pilihanmu, sepertiku menjadikanmu satu-satunya di hatiku, sebab rasa nyaman kepadamu itu istimewanya lebih dari jatuh cinta.
Kamu tahu rasaku, tetapi aku sudah sadar posisiku. Bagaimanapun caraku membuatmu memahami betapa dalam rasaku, sepertinya kita tetap tidak mungkin bersama, menjalin kasih seperti manusia pada umumnya. Aku tidak akan memaksamu, karena rasaku tidak seegois itu.
Kamu menyukai perempuan lainnya.
Untukmu aku ingin menjadi kuat, aku ingin selalu baik-baik setidaknya ketika di hadapanmu. Aku ingin selalu bercerita tentang resahnya hati, sesak ini, tiap hal yang ku rasa. Namun aku selalu tidak bisa, semuanya tetap tertahan. Hatiku pun tahu, jika aku bercerita, aku akan menangis dan rasa ini tak akan lagi sama pada akhirnya. Aku percaya saat aku disia-siakan, kelak kan aku dapatkan seorang terbaik yang layak kucintai sepenuh hati.
Patah hati, dua kata yang biasa digunakan untuk menjelaskan sakit emosional mendalam yang dirasakan seseorang setelah mengalami penolakan cinta, dan aku merasakan itu.
Meski tidak akan mudah, tetapi karenamu aku berhenti, bukanku lelah, bukanku tak sanggup lagi berjuang, tapi aku telah sadar, cinta itu tidak selamanya buta. Aku percaya pada saatnya cinta akan dapat dilihat dengan logika, dan inilah saatnya untuk menyadari semua hal yang tidak mungkin dipaksakan. Tinggalkan yang menyakiti, jauhi yang tidak perduli, aku ingin menjaga hatiku dari hal yang tidak pasti.
Menghargai diri sendiri itu penting, menjaga hati untuk tidak terus tersakiti itu menjadi tanggung jawab sendiri. Sederhana saja, melepaskan tanpa menahan dan mengikhlaskan tanpa tangisan. Bukankah manusia diciptakan berpasangan, meski usiaku tak lagi muda, namun aku selalu meyakini itu. Tidak perlu memaksakan pada semesta, karena Tuhan akan menjawab doa dan segala harap kita di waktu terbaikNya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”