Aku menulis ini untuk seseorang.
Seseorang yang tak tahu harus kupanggil dengan sebutan apa. Sebab, aku memang tak tahu siapa namanya —lebih tepatnya ‘belum’ tahu, mungkin.
Aku hanya ingin mengatakan, bahwa aku sering melihat dua binar matamu yang mengerjap tiap kali pandanganmu mengarah pada seseorang. Aku tahu dan aku lihat itu. Aku bisa tebak, setelahnya kau pasti akan tersenyum sendiri. Sembari terus memutar bagaimana senyum seseorang itu sebelum kau tidur. Sebab kau telah melalui hari yang menyenangkan; dengan melihatnya tersenyum seperti itu.
Aku tahu bagaimana perasaanmu, Tuan. Sebab aku telah lebih dulu merasakan itu. Beberapa waktu lalu, aku selalu menantikan seutas senyum sederhana dari seseorang yang kuanggap sangat berharga. Bagiku, senyum itu adalah penyemangat. Yang dengan sederhananya saja berhasil membuatku seharian tak lupa. Yang indahnya bagai temaram purnama. Sangat mempesona. Telah lebih dulu kurasakan dan kulakukan hal itu.
Maka, dengan mudah dapat kubaca bagaimana perasaanmu.
Aku juga ingin mengatakan, bahwa aku tahu mengenai kesengajaan yang berulangkali kau perbuat hanya untuk menghasilkan sebuah temu. Nampaknya, seseorang itu begitu berarti untukmu. Maka kau lakukan itu berkali-kali. Aku tahu, Tuan. Sikapmu itu sangat kentara dan dengan mudah dapat kubaca. Sebab ‘kebetulan’ takkan mungkin terjadi sesering itu. Jika terjadi sebegitu sering, berarti semuanya telah kau rencanakan agar pertemuanmu dan seseorang itu terlihat seirama. Setelah bertemu dengannya kau pasti akan merasa lega, juga dilema. Mengapa tak ada nyalimu untuk juga mengiringinya dengan sapa.
Hahaha. Kau harus tahu, Tuan. Cinta memang kadang semenyebalkan itu. Kau pasti akan bertanya, mengapa tebakanku serasa amat mengena. Kuulangi, Tuan. Apa yang kau lakukan hari ini, telah lebih dulu kulakukan. Pada seseorang waktu itu. Aku selalu mengatur rencana agar bisa sepintas secara kebetulan bertemu dengannya. Bertemu dengan seseorang yang dahulu kukatakan sebagai ‘bahagia’.
Aku juga tahu bagaimana perasaanmu saat memberi hadiah pada seseorang itu tepat di hari ulang tahunnya. Hadiah sederhana yang semoga saja dapat membuat seseorangmu itu berbahagia. Aku tahu, beberapa hari sebelum itu kau pasti sulit memejamkan mata. Kau bingung, sekaligus ragu. Apakah seseorang itu suka dengan hadiahmu? Atau yang lebih buruk, jangan jangan dia akan tahu bahwa kau yang mengiriminya hadiah itu.
Aku tahu bagaimana cemasmu, Tuan. Sebab dulu pun pernah kulakukan hal yang sama. Berhari hari sulit tidur hanya demi moment istimewa seseorang. Aku juga menghadiahinya sebuah hadiah. Yang dengan susah payah kudapatkan info mengenai apa yang dia suka. Demi seseorang yang berharga, apapun terasa tak ada sulitnya.
Itulah mengapa Tuan, aku bisa mengerti bagaimana perasaanmu.
Kau harus tahu, Tuan. Mencintai diam-diam itu akan selalu seperti boomerang. Kapan saja bisa meledak dan menghancurkan hatimu. Sakit hati. Mencintai secara rahasia selalu memiliki resiko yang tinggi. Sebab, kapanpun dapat berpotensi sakit hati. Kau harus tahu dan persiapkan itu. Sebab, dulupun aku begitu. Di antara pilihan ‘memendam’ atau ‘mengungkapkan’, bodohnya aku malah memilih ‘memendam’. Memendam perasaan pada diriku sendiri. Menelan lukanya bulat-bulat juga kulakukan sendiri. Itu perih, Tuan. Kau harus tahu itu.
Menjadi pengecut dan pecundang tanpa nyali hanya akan membuat kau menyesal.Sebab cintamu hanya sampai tersekat di tenggorokan yang entah kapan akan keluar dan kau utarakan. Itu sakit sekali. Pasti.
Maka, Tuan. Utarakan saja perasaanmu itu. Kau harus tahu bahwa perasaanmu telah terbaca oleh seseorang itu. Jangan berpikir bahwa dia akan memandangmu rendah. Kau harus mengerti, walau pada akhirnya dia tak bisa ‘balas mencintai’, setidaknya dia akan menghargai. Menghargai jerih payah dan usahamu selama ini. Sebab, kau takkan bisa memaksakan seseorang mengenai perasaan.
Tapi ungkapkan saja, Tuan. Walau akhirnya bertepuk sebelah tangan, itu jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Dia berjanji akan menghargai perasaanmu.
Sebab kau tahu Tuan? Seseorang itu; aku. Juga sama sepertimu. Pernah mencintai seseorang diam-diam. Juga pada akhirnya patah hati diam-diam. Tanpa sepatah katapun keluar, aku sekarat. Jadi jangan lagi terulang padamu, Tuan. Sebab aku paham bagaimana pedihnya.
Jadi inilah aku, Tuan. Seseorang itu.
Yang dulu pernah begitu mencintai seseorang secara diam-diam. Dan sekarang dengan diam-diam juga sedang kau cintai.
Maafkan aku. Tapi terimakasih, untuk semuanya..
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.