Waktu kian saja berlalu pergi meninggalkan sejuta keresahan tanpa jawab. Iya, masih di sini. Bernostalgia dengan setiap moment di empat tahun yang lalu. Hari dimana kita bersama mereka masih mengenakan seragam abu- abu yang penuh dengan realita. Kamu dan aku tak pernah memulai sebuah kata kita. Lantas, perpisahan seperti apa yang harus aku hadapi?
Hari ini aku masih dikecewakan oleh penantian. Tunggu yang tak pernah diminta sejak dulu. Lalu aku mengharapkan apa? Tahukah? Tak ada yang berubah hingga empat kali musim penghujan beranjak menjadi kemarau yang penuh derita. Semua masih seperti biasa. Rasa yang masih enggan untuk berpaling. Rindu yang terus saja merasuk. Memenuhi tiap sudut dalam keremangan. Rindu seperti apa? Iya, rindu sepihak yang punya sinonim sama dengan cinta sepihak. SAMA-SAMA M E N Y A K I T K A N!!
Detik ini, masih tetap ada rindu. Sebuah resah yang tak diduga datang. Sebagai dampak tak adanya temu dan saling pandang. Yang membuat kepasrahan kian menjadi. Lalu bagaimana? Abstraknya rindu membuatnya sulit. Dipelopori kamu yang memang tak punya niat. Tahukah? Bagaimana kerasnya menekan kerinduan ini? Memendamnya melalui tiap doa saat mengingatmu. Berharap segala urusanmu menjelang wisuda dimudahkan oleh-Nya. Tahukah?
Bagaimana proses yang harus aku alami tiap harinya? Saat waktu di mana aku menggenggam handphone dan mengecek semua akun sosial media yang kamu gunakan. Bukan tujuan bagaimana. Aku hanya ingin tahu kabarmu. Lalu, bagaimana jika setiap akun sosial mediamu kamu tak muncul?
Iya, kekhawatiran melanda hebat. Resah berkecamuk dahsyat. Pikiran terus melayang. Menebak tiap kemungkinan yang tak terjawab. Kamu sakit? Kamu pulang kampung? Kamu kehabisan kuota? Dan seribu pertanyaan tanpa pemecahan masalah. Sebab, tanya itu tak terucapkan. Hanya hatiku yang saling menjawab. Tahukah?
Bagaimana kerasnya aku mencari kabarmu? Mendekati teman-temanmu yang seringkali bertemu kamu. Mungkin ini berlebihan. Tapi, aku bisa apa ? Sementara hatiku berteriak lantang untuk tahu tentang kamu. Mungkin saja, aku bisa bertanya langsung. Namun wajarkah ? Sementara lagi-lagi aku bukan apa-apa. Aku hanya penikmat rindu yang akrab dengan rindu sepihak.
Lantas, kita yang sudah jauh dibuat semakin jauh oleh takdir. Aku yang masih disibukkan dengan perkuliahan sementara kamu yang memulai duniamu di kehidupan orang dewasa. BEKERJA.Tak lagi ada cara yang bisa kulakukan untuk bisa mendekatimu. Ataupun sekedar berpura pura ke kos mu karena ingin bertemu temanku yang juga adalah temanmu. Kamu lebih dulu kembali ke kampung. Karena alasan magang di salah satu perusahaan di daerah kita berasal.
Sesekali ku kirimkan pesan untukmu. Hanya untuk sekedar tahu kabarmu. Meski, jawabanmu singkat. Namun, hal itu sudah menjadi hal luar biasa yang bisa kurasakan. Masih terekam dengan jelas di ingatanku. Saat, aku sengaja menanyakan kabarmu. Kita pun hanyut dalam sebuah percakapan hingga kamu mengatakan bahwa kamu sedang magang di tempat tersebut. Dan memberitahuku untuk tidak memberitahukan oran lain. Rasanya, diberi kepercayaan olehmu membuat aku semakin dirundungi rasa percaya diri.
Sejak hari itu kita mulai sering bertukar pesan. Menanyakan kabar satu sama lain. Bersenda gurau atau sesekali aku yang harus bermanja di kamu. Rasanya sangat menyenangkan, empat tahunku terasa lebih berarti setelah rentetan kisah yang aku dan kamu ciptakan masing masing. Dari kita yang dekat, harus jauh karena kamu yang taj menginginkan aku. Hingga kita kembali dekat lantas di jauhkan. Dan pada akhirnya kembali di dekatkan. Namun, kedekatan kita tak berangsur lama. Meski aku menyukainya. Tapi tidak dengan kamu. Isyaratmu membuatku semakin paham. Kalau kamu enggan untuk sekedar dekat dengan aku. Sakit. Sungguh. Rasa sakit yang kau torehkan kala itu sangat benar benar sakit.
Hari itu kau membuatku terbang ke singgasana langit. Lantas, menjatuhkan aku seketika yang belum sempat merasakan keindahan bumi dari atas. Di tengah percakapan kita via whatsApp kamu seperti tanpa ragu mengganti foto profilmu dengan foto kamu dan seorang wanita. Yang ku ketahui adalah teman  bimbinganmu di kampus. Sementara kamu, terus saja melontarkan gurauan. Seolah tak ada rasa bersalah yang kau rasa. Lalu aku, terluka begitu dalam saat sesekali harus membalas pesanmu sembari melihat fotomu dengan orang lain. Berhari hari aku menangis. Sakittt yang kurasakan. Sakit memendam rinduku. Dan sakit dilukai olehmu. Kamu memberikan dua pukulan menyakitkan dalam satu kali hentakan.
AKU TERLUKA Â MERINDUKANMU!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”