Mencintaimu tidak bisa lagi kujabarkan dengan kata-kata, tak bisa lagi kugambarkan dan kuhitung dengan deratan angka-angka. Merindukanmu tidak mampu lagi kutahan, kurengkuh, meski kau temani dengan doa, air mata dan serbuk-serbuk kopi yang kau biarkan berserakan sampai ke lantai dapurmu. Tak perlu kau tahu seberapa dalam rasa cintaku dan seberapa besar rasa rinduku, karena aku tahu, di sana pun kau sedang merangkak menahan pilu, mencoba tak mengutuk jarak dan waktu, menyingkirkan segala resah melalui sisa-sia logika yang kita biarkan hilang dan tak diharapkan untuk kembali.
Sayang, aku memberimu belati untuk kau bawa kemana-mana atau kau simpan di saku kirimu. Agar kelak, kekasih.. Jika jarak yang memisahkan kita meruntuhkan apapun yang seharusnya tidak runtuh, pakailah belati untuk membunuh segala ragu.
Entah apa aku ini, jika resah tak lagi bisa kutenangkan. Aku ingin kau ada disampingku, sama-sama kita menghargai dan berterima kasih pada jarak dan waktu bukan malah mengutuk mereka. Kau bilang, kita mampu menaklukan semesta dan memberi tahuku bahwa barangkali salah sau alasan kenapa kau dan aku disatukan adalah agar kita berdua tak lagi takut pada rencana semesta yang tak bisa diterka.
Kasih, aku merasakan jari jemarimu mengikatku, namun lebih merasakan rinduku yang sudah kehabisan oksigen. Aku butuh kau. Aku butuh kau untuk datang. Walau sekedar untuk membunuhku. Biarlah aku mati bersama rindu, bukti aku kalah.. tak mampu menaklkukan jarak dan waktu.
Aku berharap aku sekuat kau di sana. Setiap aku melihat matamu, walaupun secara tidak langsung… Matamu tetaplah serupa aksara yang kubaca penuh tanda tanya, senyummu menjelma rayuan, menumpuk khayalku di tempat kita memberi peluk. Kelak..
Sayang, takutkah kau pada keraguanmu sendiri? Sedang aku merasa ingin mati saja jika kau ragu. Di matamu aku selalu memberi harap yang kutuangkan, seduhan harap yang semoga bisa melenyapkan keragunanmu. Kita jauh. Biarlah aku menjadi kopi disetiap cangkir yang kau kecup. Biarlah aku menjadi kasur tempatmu menggelarkan segala sedu sedan. Biarlah aku menjadi apapun yang dapat kau lihat dan kau sentuh, meski aku disini pun setengah mati melawan rasa rindu dengan hanya menulis puisi.
Anggap saja puisi-puisiku itu surat tanpa alamat. Tapi aku percaya, ia lebih tahu ke mana harus menujumu.
Jika aku tak bisa menaklukan jarak dan waktu, aku tetap mampu mencintaimu.
Bisakah kau menolongku? Taklukan mereka. Aku tahu seberapa hebat kau.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”