Aku Berhenti Bertanya Kenapa atas Takdirku, Sebab Tak Semua Pertanyaan Perlu Dijawab Saat Ini

Sebagai manusia aku sering bertanya, kenapa, sih, harus aku? Bukan orang lain. Kenapa hidup orang lain tampak jauh lebih membahagiakan dibanding hidupku sendiri? Pertanyaan-pertanyaan kenapa ini terus memenuhi pikiran ketika aku sedang berada di masa-masa sulit. Semakin dipikirkan semakin menyesakkan. Merasa bahwa hidup penuh ketidakadilan. Alih-alih mencoba menyelesaikan masalah yang terjadi justru perasaan sedih dan kacau semakin menjadi-jadi. Akibatnya, memperparah keadaan. Padahal, kita sudah paham bahwa apa yang terjadi merupakan ketetapan dari-Nya. Sayangnya, berdamai dan menerima itu semua bukan hal yang mudah.

Advertisement

Contohnya, keadaan takdir yang kita bawa dari lahir. Jelas kita tak bisa memilih terlahir dari rahim siapa, kondisi wajah, dan lingkungan seperti apa. Hal ini tak jarang mengundang pertanyaan kenapa saat merasa kurang puas dengan apa yang didapatkan. Atau pada kejadian lain ketika kita menjalani hidup sejak kecil hingga dewasa. Di tengah perjalanan selalu saja ada hal yang membuat kita sedih. Seperti kegagalan, baik soal hubungan atau pencapaian. Musibah, bisa berupa sakit atau ditinggalkan orang tercinta. Tentunya memancing reaksi sedih. Dan itu wajar.

Pengalamanku sendiri, ada banyak kejadian yang dulu kutangisi ternyata saat ini amat sangat aku syukuri. Misalnya, gagal mendaftar kerja di sebuah lembaga. Saat itu aku sangat sedih padahal aku sudah berusaha. Lalu, tidak lama setelah itu aku diterima di lembaga lain yang jauh lebih besar daripada yang dulu. Ternyata, takdirku bukan di sana. Sang Pencipta sudah mempersiapkannya untukku.  

Pengetahuan manusia terbatas tanpa mengetahui bagaimana skenario-Nya. Menjadikan aku mengingat kembali kata mutiara dari Umar bin Khattab, hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang telah melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku. Dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku. Kata-kata itu menjadi power untukku agar tidak menggugat takdir yang terjadi. Sekuat tenaga aku menghindar, jika sesuatu memang sudah digariskan untukku, maka pasti terjadi padaku. Begitu pula sebaliknya.

Advertisement

Sekarang, aku putuskan untuk tidak lagi menyiksa diri dengan terus bertanya kenapa? atas apa yang terjadi. Karena itu tidak banyak membantu cobaan yang sedang kualami. Lebih baik fokus saja pada penyelesaian dan hal dalam kendali. Serta banyak berdoa dan berserah diri bukan untuk dihilangkan cobaan. Namun, meminta sepasang bahu yang kuat untuk memanggulnya. Mungkin kelak akan kutemukan jawaban-jawaban atas segala pertanyaan hidup. Tidak harus saat ini. Dan kalau pun tak kutemukan sampai aku tiada, itu tidak mengapa. Bisa jadi ketidaktahuan itu jauh lebih baik karena tidak semua hal di dunia wajib kita mengerti jawabannya.

Batang, 21 April 2022

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Lahir 1 Juni di Batang, Jawa Tengah. Seorang guru di SMP Negeri 6 Batang. Menyukai Puisi. Buku kumpulan puisinya berjudul "Senandika Pemantik Api".