Tahun 2022 bukanlah tahun yang mudah untuk dilalui. Bagi siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) tingkat akhir yang telah menjalani hampir dua tahun pembelajaran SMA secara daring karena pandemi, kesulitan dalam aspek akademik yang dihadapi tidaklah main-main. Sebagai siswi kelas 12, sudah waktunya bagi saya untuk membuat keputusan mengenai masa depan.
Ketika itu, saya berpegang teguh pada mimpi saya sejak kecil untuk menjadi seorang dokter. Tidak ada yang tahu bahwa ternyata akhirnya saya bisa selangkah lebih dekat dengan cita-cita saya. Semua keringat dan kerja keras akhirnya terbayarkan. Sebuah perjalanan panjang akhirnya sampai pada tujuannya. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret menjadi tempat saya untuk mencari bekal menjadi seorang dokter.Â
Ujian praktik, ujian sekolah, dan Penilaian Akhir Tahun (PAT) menjadi beberapa dari banyak syarat bagi siswa SMA untuk bisa lulus dan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadwal ujian yang padat dan tugas yang menumpuk menjadi tantangan bagi para siswa kelas 12, termasuk saya. Selain itu, kepentingan organisasi yang belum selesai ikut menjadi hal yang terus ada di pikiran. Setelah semua ujian dan kepentingan lainnya selesai dilewati, akhirnya pada bulan Mei 2022, saya lulus dari SMA saya dengan penghargaan non akademis.
Rasa sedih dan takut mendominasi hati saya. Berpisah bukan merupakan sesuatu yang saya gemari. Apalagi, saya harus berpisah dengan mereka yang sudah saya anggap keluarga sendiri. Rasa takut juga menjadi teman sehari-hari setelah lulus SMA. Saya takut untuk gagal di tes masuk perguruan tinggi dan takut untuk keluar dari tempat yang sudah membuat saya merasa nyaman selama ini.Â
Sebenarnya, perjalanan untuk masuk ke perguruan tinggi sudah saya jalani sejak bulan Januari 2022. Saya masuk dalam daftar siswa eligible Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2022. Saat itu, saya sangat bersemangat untuk memulai perjalanan yang ternyata menjadi sebuah perjalanan panjang yang tidak tahu apa ujungnya. Pada bulan Maret 2022, saya tidak diterima melalui jalur SNMPTN 2022. Awalnya saya merasa sedih. Akan tetapi, saya yakin masih ada banyak sekali jalan menuju impian saya. Sebenarnya, jiwa saya tidak tenang. Setiap hari saya merasa takut gagal untuk bisa masuk ke jurusan impian, mengingat bahwa dari kalangan teman-teman saya sudah ada banyak sekali yang mengincar jurusan kedokteran.
Kesempatan saya yang berikutnya adalah di ujian Ujian Tulis Berbasis Komputer – Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UTBK-SBMPTN) 2022. Saya sudah mengikuti bimbingan belajar sejak awal kelas 12 dan sudah menjalani berbagai tryout dengan hasil yang memuaskan. Tingkat kepercayaan diri saya untuk bisa lolos setidaknya di pilihan kedua UTBK-SBMPTN 2022 cukup tinggi saat itu. Akan tetapi, ternyata saya gagal juga di ujian tersebut. Hati saya semakin tidak tenang karena sebagian besar teman saya sudah diterima melalui ujian UTBK-SBMPTN 2022. Pada malamnya, saya menangis di kamar saya sendirian dengan lampu yang saya matikan. Saya saat itu merasa tidak memiliki pegangan. Nyawa saya tersisa di seleksi ujian mandiri. Melihat keadaan saya, orang tua saya menghibur dan menemani saya semalaman.Â
Saya mengikuti seleksi ujian mandiri di berbagai perguruan tinggi negeri. Bahkan, saya harus pergi ke luar kota untuk bisa mengikuti seleksi mandiri tersebut. Semuanya terlihat melelahkan. Akan tetapi, saya sangat beruntung karena memiliki keluarga dan teman-teman yang sangat suportif. Sebelum saya mengikuti seleksi mandiri, teman saya mengatakan, Lul, tadi kamu udah aku doain ya. Aku yakin kamu bisa lolos di tes ini. Aku tahu kamu pengen banget jadi dokter dan aku tahu kamu bisa. Semangat!. Saya merasakan perasaan tenang dan bahagia karena ada teman saya ingat bahwa saya ada tes mandiri saat itu dan mau mendoakan saya.
Padahal, teman saya itu sudah diterima di perguruan tinggi dan jurusan idamannya. Kata teman saya, Kalau rasa bahagia ini cuman bisa dirasakan sendirian, untuk apa?. Setelah melalui berbagai tes dan seleksi yang sangat melelahkan fisik dan mental, akhirnya saya diterima di beberapa perguruan tinggi negeri dengan jurusan yang berbeda-beda: Teknik Kimia, Teknik Industri, dan Kedokteran. Akhirnya, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke Kedokteran Universitas Sebelas Maret mengingat cita-cita saya untuk menjadi seorang dokter.Â
Saya memiliki sebuah motto hidup. Motto tersebut saya pegang sejak akhir kelas 12. Motto tersebut adalah Ad Maiora Natus Sum yang berarti I was born for greater things. Saya yakin bahwa saya lahir untuk hal-hal besar. Saya yakin saya tetap bisa menjadi perpanjangan tangan Tuhan bagi sesama dimanapun akhirnya saya ditempatkan oleh Tuhan. Saya yakin saya bisa mengabdikan diri bagi sesama dimanapun akhirnya saya ditempatkan oleh Tuhan. Masa SMA saya telah mencapai akhir. Namun, perjalanan saya menjadi dokter baru akan dimulai.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”