Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menjadi salah satu isu yang sedang banyak diperbincangkan. Secara garis besar kecerdasan buatan merupakan sebuah simulasi proses kecerdasan manusia yang dijalankan oleh mesin yang dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia.Â
Pemrograman kecerdasan buatan atau artificial intelligence berfokus pada tiga keterampilan kognitif, yaitu pembelajaran, penalaran, dan juga koreksi diri. Dengan berfokus kepada tiga keterampilan kognitif itulah yang menjadikan kecerdasan buatan memiliki peranan penting dalam sebuah kemajuan teknologi. Selain itu, dalam beberapa kasus, kecerdasan buatan juga dapat memberikan wawasan kepada perusahaan tentang operasi yang mungkin tidak mereka sadari sebelumnya.Â
Kemunculan kecerdasan buatan tentu saja membuat beberapa pihak khawatir, khususnya di dunia pekerjaan. Hal ini tidak terlepas dari ketakutan beberapa pihak akan hilangnya pekerjaan bagi manusia karena kelak akan tergantikan oleh robot.
Ketakutan akan hilangnya pekerjaan manusia dan tergantikan oleh robot juga muncul di industri media. Dalam situasi ini, jurnalisme menjadi salah satu bidang ilmu yang mengalami perubahan besar atas kehadiran kecerdasan buatan atau artificial intelligence.
Dengan adanya kecerdasan buatan, konten berita yang dulu dihasilkan wartawan melalui proses editing ketat dari redaktur, hingga persetujuan disiarkannya berita kepada pembaca melalui sidang redaksi, kini tahapan panjang dihilangkan oleh teknologi robot.Â
Konten yang dihasilkan oleh jurnalis robot juga sering disebut dengan konten otomatis. Cara kerja konten otomatis yaitu melalui perangkat lunak artificial intelligence yang kemudian cerita diproduksi secara otomatis melalui komputer. Program-program tersebut juga yang menafsirkan, mengatur dan menyajikan data dengan cara yang dapat dibaca dan dipahami oleh manusia.Â
Proses yang digunakan oleh jurnalis robot biasanya melibatkan algoritma yang memindai sejumlah data yang disediakan, memilih dari berbagai struktur artikel yang telah diprogram sebelumnya, menemukan poin-poin kunci, dan kemudian memasukkan detail seperti nama, tempat, jumlah, statistik, dan angka lainnya.Â
Jika robot menguasai, ke mana tujuan media?
Peranan artificial intelligence atau robot dalam berbagai bidang memang telah banyak dijumpai di berbagai industri. Mulai dari mendeteksi penyalahgunaan kartu kredit, menentukan apa yang ditampilkan media sosial terhadap penggunanya, hingga menampilkan iklan sesuai situasi dan juga kondisi audiens.Â
Lalu, bagaimana penerapan artificial intelligence dalam industri media, khususnya bidang jurnalistik? Apakah jika robot menguasai, media akan tetap berjalan sesuai tujuan?Â
Setidaknya terdapat beberapa fungsi pengganti yang sudah dikerjakan AI untuk menunjang pekerjaan jurnalis. Pertama, menandai peringatan. Kecerdasan buatan dapat memeriksa basis data besar dan mengirimkan peringatan kepada jurnalis segera setelah tren muncul dari data besar.Â
Kedua, mendukung proses jurnalistik. Sistem yang terdapat dalam kecerdasan buatan dapat meningkatkan proses dan alur kerja jurnalistik. Tentunya hal ini dapat membantu organisasi merampingkan proses pendistribusian mereka untuk mengumpulkan informasi.Â
Ketiga, mengontrol bias. Bias merupakan suatu isu global dan media berita yang tidak dapat lepas darinya. Namun, kecerdasan buatan membantu mengurangi interpretasi subjektif dari data manusia karena algoritma pembelajaran mesinnya telah dilatih untuk mempertimbangkan akurasi.Â
Dengan melihat tiga hal di atas, bisa dikatakan bahwa hadirnya kecerdasan buatan atau robot dalam jurnalisme tetap tidak akan mengganggu ataupun mengurangi tujuan media itu sendiri, yaitu sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi banyak orang.Â
Apakah masa depan jurnalis muda dapat tergantikan oleh robot?
Tentu saja dengan hadirnya kecerdasan buatan dalam jurnalisme membuat para jurnalis muda merasa cemas. Kekhawatiran mereka akan hilangnya pekerjaan dan memunculkan gelombang pengangguran itulah yang tidak dapat dihindari.Â
Jadi, apakah masa depan jurnalis muda akan tergantikan oleh robot? Jawabannya tentu saja, tidak. Kehadiran jurnalis robot tidak dapat menggantikan aspek kemanusiaan jurnalisme seperti unsur ironi, humor, dan emosi yang belum bisa dilakukan oleh robot. Walaupun dalam beberapa hal, robot dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik daripada jurnalis manusia.
Seperti bagian terpenting dalam bidang jurnalistik yaitu algoritma yang memutuskan apa yang dibaca dan diterima oleh pembaca. Namun tanpa adanya aspek kemanusiaan di dalamnya, tulisan yang dihasilkan tidak akan bernyawa dan diresapi oleh para pembaca.Â
Untuk para jurnalis muda di luar sana, ingat! Memang teknologi akan terus berkembang, tetapi jurnalis itu tetap. Yang tetap itu adalah nilai-nilai dasarnya dalam mencari kebenaran dan menceritakan fakta. Nah, seharusnya teknologi yang mengikuti jurnalistik, bukan malah sebaliknya. Dengan hadirnya teknologi diharapkan dapat memudahkan kerja para jurnalis yang nantinya akan menghasilkan informasi atau berita berkualitas yang jauh dari prasangka keliru apalagi hoax.Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”