Kita terlahir sebagai manusia yang dikaruniai akal dan pikiran.
Dalam kehidupan sehari-hari, sudah menjadi menu wajib jika kita harus menerima segala bentuk kasih sayang dari-Nya. Bentuk kasih sayang Allah itu bukan hanya tentang kebahagiaan yang dapat kita rasakan, melainkan juga ujian atau masalah yang setiap hari senantiasa setia menjamah kehidupan kita.
Pada hakikatnya, kebahagiaan dan kesedihan adalah bentuk kasih sayang-Nya. Keduanya adalah ujian dari-Nya. Ketika bahagia, Allah sedang menguji kita, apakah saat kita tengah bahagia kita tetap menomor satukan Allah atau justru melalaikan-Nya.
Sama halnya dengan kesedihan, ia juga ujian dari-Nya. Ketika kesedihan itu menjadi ratapan bagi kita, akankah kita tetap mengingat Allah atau justru meninggalkan-Nya? Sederhana, tanamkan dalam diri kita bahwa semuanya adalah pelukan hangat dari-Nya. Bibir memang mudah berkata, namun dalam pengamalannya, tentu kita akan mengalami kesulitan atau kendala yang berbeda satu sama lain.
Lantas apa yang harus kita lakukan ketika ada teman, sahabat atau keluarga yang sedang dirundung kesedihan?
Menghakimi orang lain yang sedang meratap dengan asumsi-asumsi pribadi kita dan memaksanya untuk menerima pendapat kita, kah?
Menjatuhkan mereka dengan argumen-argumen yang “menurutmu” tepat itu, kah? Apa hal itu sudah cukup bijak bagimu?
Sungguh sayang, tentu niat kita baik, ingin menasihati orang lain yang sedang meratap merana karena masalah yang sedang dihadapinya. Tapi seringkali kita tidak mampu bijak dalam menyampaikannya.
Coba evaluasi diri, lebih sering menghakimi mereka dan memaksakan pendapat agar mereka terima atau kita cukup menasihati dan membiarkan keputusan akhir pada mereka tanpa kita merongrong dalam hati karena kecewa pendapat kita tidak diterima?
Jawabannya ada pada diri kita sendiri.
Jawablah dengan hati yang bersih. Niscaya kita akan lebih bijak setelahnya.
Sahabat, kita sering terlupa bahkan tidak peduli, mengapa dan bagaimana bisa mereka sesedih itu? Untuk mengetahui dan memahami kita memang tidak harus merasakan hal yang sama. Tidak ! Sebab, Allah tidak akan menguji kita di luar batas kemampuan kita. Bukankah kita sering mendengar dan membaca;
“Don’t judge a book just from the cover”.
Kenapa kita tidak belajar dari filosofi sederhana ini? Yup, untuk memahami buku tidak cukup hanya dengan melihat sampul buku tersebut. Tapi, cobalah untuk membuka buku itu, membacanya dan kemudian memahaminya. Tentu akan membuat kita paham dan kita tidak akan sibuk dengan asumsi-asumsi yang tak berdasar.
Sama halnya dengan masalah orang lain tadi, kita tidak hanya cukup untuk mendengar tanpa berempati padanya. Mungkin apa yang mereka katakan pada kita hanya “sebagian kecil dari isi buku itu”, atau justru mereka sebenarnya hanya menceritakan penggambaran mereka tentang “sampul buku” dari kisah tentang kesedihannya itu.
Dan satu hal yang tidak boleh kita lupa, tentang hati. Ya, kita tidak akan pernah tahu apa yang tersembunyi dari kotak rahasia ini. Sebab, hanya Allah dan si empunya sendiri yang tahu.
Sahabat, pahamilah tentang “hati” ini. Masih tegakah kita menghakimi mereka bahkan kita pun sama sekali tidak mengetahui apapun yang ada di dalamnya.
Tentu mereka sangat berterima kasih karena kita sudah bersedia membantunya dengan saran dan nasihat yang kita berikan, mereka pun paham, ada waktu yang kita korbankan demi mereka. Demikian pula, pahamilah mereka, mereka punya alasan kenapa mereka “melakukan hal” yang notabene menurut kita hal itu “tidak seharusnya mereka lakukan”.
Ya, karena ada yang tidak kita “tahu” hingga akhirnya kita seringkali kekeh dan memaksa mereka menerima pendapat kita.
Kita pun tidak pernah tahu usaha apa yang pernah mereka lakukan demi bangkit dari keterpurukan sebab dirundung kesedihan yang berkepanjangan itu. Ya, karena kita tidak tahu.
Sahabat, mulai hari ini…
Berhentilah membanding-bandingkan masalah kita dengan masalah orang lain. Berhentilah membanding-bandingkan solusi kita dengan solusi mereka.
Mengapa harus demikian? Sebab kadar masalah dan kadar kemampuan serta cara kita tidak akan pernah sama satu sama lain. Bahkan hal itu berlaku bagi mereka yang mungkin kembar identik sekalipun. Cukup do’akan mereka agar Allah mudahkan dan kuatkan mereka dalam memeluk ujian dari-Nya. Ketika kita ingin memaksa mereka untuk menerima pendapat kita, selalu tanamkan afirmasi;
“ada yang tidak kutahu darinya, sehingga ku tidak berhak memaksanya untuk menerima pendapatku”, semoga ini bisa membuat kita lebih bijak dalam berpendapat. Aamiin
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.