Semua itu dimulai saat tahun lalu pekerjaanku memaksaku untuk tinggal jauh darimu, sedangkan kamu harus meneruskan kuliahmu di sana. Jauh sebelum semuanya terjadi, sebenarnya aku sudah tahu apa yang akan kita hadapi saat kita harus menjalin hubungan jarak jauh atau LDR.
Awalnya memang terlihat tak ada masalah, meski berjarak puluhan kilometer darimu aku berusaha sesering mungkin menengokmu kesana untuk mengobati rasa rinduku, kamu juga sesekali rela jauh-jauh kesini mencariku, meskipun hanya sebentar, bisa melihat wajah anggunmu sudah cukup membuatku bahagia.
Saat kesibukan kita tak mengizinkan untuk bertemu, kamu tak pernah lupa untuk menyapaku lewat video call, menyaksikan senyum manismu lewat layar smartphoneku untuk sedikit mengganjal rasa rinduku.
Saat itu aku senang kita baik-baik saja meski harus dipisahkan jarak dan waktu. Tapi ini adalah kehidupan nyata, bukan cerita dongeng yang selalu berakhir "hidup bahagia selamanya". Berbulan-bulan terpisah, aku mulai menyadari adanya perubahan.
Di dunia ini memang tak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri
Kita mulai jarang berkomunikasi, kamu mulai sibuk dengan dirimu sendiri, jangankan untuk bertemu, untuk sekedar menelponmu saja begitu sulit. Berbagai alasan kamu gunakan untuk menghindariku. Saat itu aku masih bisa memaklumi, mungkin karena kamu lelah mengerjakan tugas kuliahmu yang mulai menumpuk yang akan memasuki semester akhir, pikirku.
Tapi ternyata aku salah, story di akun instagrammu memberi tahuku kenyataan lain. Mungkin kamu hanya mulai lelah denganku, karena toh di sela-sela kesibukanmu kamu masih bisa pergi dengan teman-temanmu, sering, tidak hanya sekali, kamu tertawa begitu lepas, seolah melupakanku, mengabaikanku, aku yang setiap hari menanyakan kabarmu, menunggu notifikasi darimu tak pernah kamu hiraukan. "Aku lagi sibuk ", jawabmu singkat, saat aku barusaha menghubungimu.
Setelah itu hubungan kita semakin memburuk, kamu semakin sulit untuk dihubungi, aku mencoba mencari kesibukan, untuk menghibur diri, mencari pelarian tapi tak bisa. Bayangmu selalu melekat didalam pikiranku, aku tak bisa lari. Pikiran-pikiran negatifku mulai muncul, adakah yang kamu sembunyikan dariku? Apakah sudah ada orang lain di hatimu?
Bisikan-bisikan itu mulai menggrogoti akal sehatku, aku tak tahan lagi. Aku hanya manusia biasa, aku bisa kecewa, kecewa dengan perlakuanmu padaku. Sejak saat itu setiap hari, pertengkaran seolah menjadi gambaran keseharian kita, perkelahian yang tak ada akhirnya yang berujung caci maki.
Sabarku telah habis, aku sudah tak bisa berpikir waras lagi, rasa rindu dan sayang ini dikalahkan oleh amarah. Entah bagaimana, sejak saat itu kita tak pernah berhubungan lagi, hubungan kita sekarang bagai kapal yang telah karam, semua kenangan-kenangan indah, mimpi-mimpi yang ingin kita gapai berdua telah tenggelam bersamanya.
Dalam renungku, aku teringat saat beberapa bulan lalu aku akan melamar pekerjaan ini, kamu berjanji akan selalu bersamaku, apapun resiko yang harus aku tempuh. Kamu memberiku semangat, benar saja, aku diterima, aku begitu bahagia. Kamu adalah orang pertama yang mengetahuinya, namun Tuhan punya rencana lain.
Meskipun aku diterima, pekerjaan ini membuatku harus jauh darimu, masih teringat jelas tetes air matamu jatuh dipelukku, saat kamu harus menerima kenyataan itu untuk pertama kalinya, sebenarnya aku pun tak rela, aku telah terbiasa denganmu, bagaimana aku bisa menjalani hidupku saat berada jauh darimu?
"Sudahlah, kalau jodoh ga akan ke mana" pikirku menghibur diri untuk menyembunyikan rasa sedih.
Tapi itu beberapa bulan yang lalu, janji hanya tinggal janji. Saat ini bahkan kita seperti orang yang tak saling mengenal, kamu telah sibuk dengan duniamu sendiri. Tapi jujur aku masih sibuk memikirkanmu, memikirkan kemungkinan kita bisa seperti dulu lagi. Rasanya jika aku tahu akhirnya akan seburuk ini, aku lebih memilih untuk tidak menerima pekerjaan ini, apakah ini sudah menjadi takdir kita, harus berpisah seperti ini? Aku pun tak tahu.
Sekarang aku hanya bisa mempersiapkan diri untuk kehilanganmu selamanya, sebagaimana kamu yang telah terlebih dahulu melepasku. Sialnya lagi kamu tak pernah mengajariku bagaimana caranya hidup tanpamu.
"Mungkin memang cinta tak harus selalu bersama" gumamku dalam hatiÂ
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”