Setiap manusia dimuka bumi ini tidak akan pernah putus dengan tindakan yang mendorong untuk saling berinteraksi. Seperti hal nya kita tidak hidup sendirian melaikan harus menjalin hubungan dengan orang lain melalui sebuah komunikasi yang akan berjalan terus-menerus tanpa henti. Oleh karena itu, membangun komunikasi yang baik adalah hal terpenting di kehidupan kita yang dimulai dari lingkup keluarga.
Seperti yang kita ketahui, didalam sebuah hubungan kekeluargaan pastinya tidak luput dengan sebuah komunikasi yang dibangun oleh anggota keluarga. Dimana orang tua pastinya perlu berkomunikasi dengan baik kepada anak – anaknya yang menjadi keharusan untuk membangun kehidupan keluarga yang harmonis.
Tentu saja hal ini menjadi poin untuk para orang tua dalam membangun hubungan yang baik dengan memberikan perhatian yang penuh kepada anak-anaknya, hal ini juga memberikan pengaruh terhadap pembentukan konsep diri seorang anak. Terlebih jika salah satu dari mereka memiliki anak yang mempunyai keterbatasan/kelainan fisik ataupun non-fisik. Yang biasanya kerap kita sebut dengan penyandang disabilitas.
Berdasarkan substansi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), bahwasanya melakukan kesepakatan dengan pemerintah Indonesia untuk mengesahkan undang – undang untuk penyandang disabilitas pada tahun 2011. Dimana tujuannya untuk melindungi, memajukan, dan mejamin kesamaan hal dan kebebasan untuk semua penyandang disabilitas, dan juga penghormatan terhadap martabat bagi penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan.
Kalian pasti sudah paham nih, anak-anak penyandang disabilitas itu juga memiliki kesamaan dengan anak-anak biasanya. Merekapun juga memiliki hak dan perlakuan yang sama dengan anak biasanya. Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah penting dalam membangun konsep diri anak penyandang disabilitas dengan komunikasi yang verbal maupun nonverbal.
Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti anak. Orang tua pastinya akan selalu menggunakan tutur bahasa verbal yang baik kepada anaknya. Hal ini merujuk pada gaya bahasa orang tua menjadi cerminan anaknya nanti. Berbeda dengan halnya anak yang memiliki kelainan secara fisik, salah satunya tunanetra. Anak-anak tunanetra memang memiliki gangguan terhadap penglihatan. Seperti gangguan ketajaman penglihatannya, posisi mata yang sulit dikendalikan syaraf otak, terdapat cairan di lensa mata, dan kerusakan lainnya yang berhubungan dengan syaraf penglihatan.Â
Dapat diartikan bahwa kecenderungan anak-anak tunanetra mengganti indera penglihatannya dengan indera pendengaran. Mereka menjadikan indera pendengaran ini sebagai saluran penerimaan informasi dari yang ia dengar. Sebagai contoh, seorang ibu pastinya harus jeli dengan apa yang ia akan sampaikan kepada anaknya. Terlebih anak yang mengidap gangguan penglihatan tidak memiliki pengalaman yang selengkap anak awas biasanya. Secara langsung komunikasi yang dilakukan ibu dengan anaknya akan menciptakan makna dalam membangun pengetahuan sang anak.  Â
Penggunaan bahasa isyarat kepada anak. Menggunakan bahasa isyarat menjadi simbol arti untuk para anak – anak disabilitas yang memiliki gangguan tidak bisa mendengar dan berbicara. Kondisi anak seperti ini kerap kita kena; dengan tuna rungu. Oleh sebab itu, anak – anak ini mengharapkan penjelasan terkait suatu informasi melalui komunikasi non verbal (isyarat) ini. Sebagai contoh, peran orang tua yang mengharuskan bisa berkomunikasi dengan anaknya menyesuaikan kondisi yang mereka alami. Seperti cara mengekpresikan wajah, pendangan penglihatan mata, dan gerakan badan lainnya. Komunikasi dengan tambahan bahasa isyarat ini tentu membantu anak – anak tuna rungu memahami maksud pembicaraan orang tuanya.Dengan maksud lain, cara ini dapat memberikan persepsi secara tidak langsung terhadap hal yang disampaikan orang tuanya kepada sang anak.
Tidak mencoba membedakan gender anak. Hal ini masih sering kita jumpai dari beberapa para orang tua yang masih membedakan gender sang anak. Akibat kepercayaan dahulu bahwa anak laki-aki akan tetap diposisi atas dari anak perempuan. Para orang tua menekankan bahwa anak perempuan tidak bisa sesukses anak lak-aki dan nantinya hanyalah menjadi ibu rumah tangga. Pandangan seperti ini tidak luput juga dengan anak-anak penyadang disabilitas yang juga pengalami perbedaan gender ini. Padahal banyak anak perempuan penyandang disabilitas yang memiliki kesuksesan terhadap kreativitas yang mereka kembangkan.
Seperti salah satu perempuan penyandang disabilitas yang menjadi staf khusus presiden yaitu Ala Angkie Yudhistia. Hal ini membuktikan perbedaan gender tidak menjadikan titik kesuksesan anak. Melaikan dengan konsep diri anak yang baik dan pengembangan yang dilakukan sang anak untuk mencapai kesuksesannya. Dan selain itu, pengaruh besar terhadap kesuksesan setiap anak terdapat dari hubungan baiknya dengan orang tua, orang tua mempercayai penuh dengan kemampuan sang anak akan menjadi satu hal besar motivasi anak dalam melakukan suatu tindakan yang ia jalankan kedepannya.
Memberikan perhatian penuh & kasih sayang kepada anak. Disinilah kelekatan sosok ibu menjadi hal yang utama untuk anak. Ibu yang merawat anaknya sejak ia mengandung sampai dewasa nanti. Menjadi sosok ibu untuk anak-anak khususnya anak penyandang disabilitas memang tidaklah mudah.Seorang ibu harus bisa melakukan segala bentuk hal dengan menyesuaikan kekurangan yang dimiliki anaknya. Ibu dituntut untuk mengerti dan memberikan perhatiannya penuh kepada anak-anak.
Dengan kasih sayang yang ibu berikan akan memberikan rasa nyaman dan aman oleh anak-anak mereka. Disinilah bentuk komunikasi yang harus diberikan sesuai dengan kemampuan anaknya. Sehingga, dari apa yang ibu berikan kepada anaknya bisa membentuk pandangan/arti makna dikehidupan sang anak bisa menjalankan dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarmya nanti. Selain itu, membuat sang anak menjadi pribadi yang percaya diri dan tidak takut untuk melakukan suatu hal yang baru.
Memberikan edukasi dini kepada anak. Sangat penting para orang tua memberikan edukasi kepada anak-anak nya sejak dini. Terlebih dengan anak-anak penyandang disabilitas sangat memerlukan hal ini. Edukasi yang diberikan tentu tidak jauh beda dengan anak-anak biasanya. Dan kebanyakan para orang tua penyandang disabilitas memasukan sang anak ke beberapa kegiatan komunitas yang memberikan banyak beragam kegiatan untuk anak-anak penyandang disabilitas. Disanalah anak-anak penyandang disabilitas bisa membangun & mengembangkan bakat yang mereka sukai. Disana juga mereka akan bertemu dengan teman-teman yang sama dengannya, pastinya hal ini  akan membentuk sang anak menjadi lebih percaya diri dan membangun mental sang anak menjadi berani untuk berinteraksi terhadap orang lain. Oleh karena itu, hal ini menjadi salah satunya cara orang tua untuk memberikan edukasi yang baik untuk perkembangan pribadi sang anak.
Referensi
Wood, Julia. T (2013). Komunikasi Interpersonal: Interaksi Keseharian (Edisi 6). Salemba Humanika: Jakarta.
Soleh, A. (2016). Aksesibilitas Penyandang Disabilitas terhadap Perguruan Tinggi; Studi Kasus di Empat Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta. LKIS PELANGI AKSARA.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”