4 Teknologi Metaverse dalam Dunia Pendidikan, salah satunya sudah diterapkan di Indonesia!?

4 Teknologi Metaverse dalam Dunia Pendidikan

Dinamika kemajuan teknologi telah mengantarkan manusia pada pemanfaatan teknologi visual dalam berbagai kehidupan. Kemajuan Teknologi yang begitu pekat dan cepat telah merubah kehidupan manusia, mulai dari interaksi sosial, berbagi informasi, bertukar pikiran hingga kajian ilmu pengetahuan. Sumbangan teknologi sekarang ini mampu menyelesaikan tuntutan kehidupan yang kompleks, instan dan modern. Dewasa ini masyarakat memiliki akses berkomunikasi secara otonom, di mana pun, kapan pun dia berada. Kemajuan teknologi telah berperan penting bagi peradaban dan kesejahteraan manusia, sehingga manusia harus bisa mengimbangi kemajuan tersebut dalam kehidupan masyarakat modern. 

Metaverse pertama kali di ungkapkan oleh penulis novel kelahiran amerika Neal Stephenson pada tahun 1992 M dalam sebuah karya novel berjudul Snow Crash. Di dalam novel tersebut, metaverse didefinisikan sebagai lingkungan virtual untuk berinteraksi antar invdividu dalam dimensi besar.  Kemudian oleh para ahli, metaverse didefinisikan sebagai dimensi virtual yang dikenal dengan istilah Multi User Virtual Environtment (MUVE). Teknologi tersebut berasal dari format Massive Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORGP), dalam wujud avatar yang memungkinkan semua user dapat berinteraksi.

Dalam arti luas, metaverse merupakan semesta di luar dunia nyata dalam sebuah jaringan internet yang terkoneksi dengan komunitas lain, artinya pengguna satu dengan pengguna lainnya dapat berinteraksi layaknya kehidupan manusia pada umumnya. Sehingga, tidak heran apabila teknologi ini sering digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan masyarakat, mulai dari kegiatan pendidikan, kegiatan lembaga pemerintah, kegiatan. Platform digital seperti google meet, google class, google form, youtube, tik tok, instagram, dan sejenisnya, merupakan implementasi dari semesta metaverse. 

Metaverse sendiri merupakan perpaduan Augmented Reality (AR), Lifelog, Virtual Reality (VR) dan  Mirror World yang didukung oleh jaringan internet pada sebuah perangkat elektronik.

Augmented Reality (AR)

Augmented reality merupakan simulasi semesta di luar fisik dalam menghubungkan visual abstrak dengan objek konkret, menghubungkan konteks dunia nyata dengan objek virtual. Sistem kerja dari augmented reality memanfaatkan Built-in Global Positioning System dan Wi-Fi pada perangkat elektronik. Perangkat tersebut memberikan informasi linkage berbasis kode cepat yang mampu memberikan informasi lokasi atau objek pembahasan secara jelas. Dalam dunia pendidikan teknologi augmented reality dapat membantu guru dalam membuat overlay digital yang awalnya sebatas pada objek dunia fisik menjadi objek tiga dimensi. Penerapan desain augmented reality pada pembelajaran di kelas, dapat memberikan gambaran mendalam tentang materi yang di kaji, mengurangi kesulitan terhadap pemahaman materi berupa pengamatan dan analisis. Contoh penerapan teknologi AR adalah Cruscope’s Virtuali-Tee (T-Shirt Augmented Reality), yang memungkinkan peserta didik menganalisis bagian dalam anggota tubuh manusia. 

Lifelog 

Lifelog merupakan teknologi metaverse yang lebih menekankan pada pengalaman belajar peserta didik. Desain pembelajaran dengan lifelog memiliki manfaat yang baik bagi seorang guru, yaitu dalam meninjau dan merenungkan peristiwa sehari-hari. Hal ini bermanfaat bagi peserta didik dalam menepatkan dan mewakili umpan balik dari pembelajaran dan kehidupan sehari-hari. Contoh penerapan desain pembelajaran dengan teknologi lifelog adalah Aplikasi STEPN. Sistem kerja aplikasi STEPN bergantung pada konsep move-move earn (M2E), pengguna akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk token yang memiliki monetary value apabila berjalan dan berlari melintasi rintangan atau tantangan yang tersedia.

Virtual Reality (VR)

Metaverse yang dicanangkan oleh Mark Zuckerberg merupakan teknologi metaverse berbasis virtual reality. Dalam hal ini, semesta metaverse memiliki arti sempit bagaimana tubuh manusia beraktivitas, bergerak dan menyentuh di mana kehidupan manusia berlangsung pada dimensi virtual. Virtual reality (Realitas Virtual) adalah simulasi semesta metaverse yang mengandung realitas campuran dan realitas tambahan, terdiri dari grafik tiga dimensi, pengguna avatar dan alat penunjang komunikasi. Pada teknologi virtual reality terdapat fitur dimensi ruang, di mana latar belakang user, karakter individu, dan infrastruktur  dirancang berbeda dari kenyataan. Contoh penerapan VR pada bidang pendidikan adalah Zapeto. Manfaat teknologi VR dapat menjadikan pembelajaran menjadi interaktif. Contohnya, ketika sesi pelatihan manajemen risiko tentang pengendalian kebakaran yang dapat memakan biaya lebih, maka dengan adanya VR pelatihan risiko kebakaran dapat menjadi mudah, efisien dan efektif.

Mirror World

Mirror world atau dunia cermin adalah simulasi semesta di luar fisik yang mengacu pada dimensi virtual. Teknologi ini ditingkatkan secara formatif atau refleksi dari dunia nyata. Mirror world merupakan jawaban tentang bagaimana metaverse dapat mengubah pendidikan masa depan, karena mirror world mampu memberi ruang belajar virtual bagi peserta didik yang bersifat imersif. Permasalahan yang bersifat spasial dan fisik pada pendidikan dapat teratasi dengan teknologi mirror world ini.

Perkembangan metaverse sekarang ini telah memasuki babak baru khususnya pada bidang pendidikan interaktif, kompetitif dan efektif. Implementasi teknologi metavers juga dapat menjadi terobosan masalah pemerataan akses pendidikan. Simulasi yang diciptakan pada teknologi metaverse dapat membantu peserta didik berupa pengalaman belajar yang menarik, sehingga dapat menumbuh kembangkan soft-skills, self-perception pada diri peserta didik.

Dari hasil riset literatur yang dilakukan oleh Dwi Maulana Pangestu dan Azizu Rahmi menjelaskan bahwa penggunaan metaverse lebih cocok digunakan pada pembelajaran SLTA dan Perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan dengan 2 artikel pembahasan metaverse pada jenjang SD dan SMP,  3 artikel pada jenjang SLTA dan 6 artikel pada jenjang Perguruan Tinggi. Hal ini juga didasarkan pada kompetensi tenaga pendidik yang mengetahui dan terbiasa menggunakan teknologi.

Untuk mencapai hal itu, di butuhkan peran pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi keprofesian, tenaga pendidik serta pemahaman kepada peserta pendidik itu sendiri. Semoga ke depannya pemerintah dan lembaga terkait mampu menguntungkan setiap elemen masyarakat Indonesia sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan Indonesia maju, unggul, kompetitif dan mandiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini