Masa SMA, masa dimana kisah cinta bergejolak seperti api membara yang tak mudah padam. Siapapun pasti punya kisah cinta yang membekas di ingatan yang menjadi bagian dari indahnya masa muda. Kenangan-kenangan itu bukan hanya meninggalkan euforia, tapi juga terkadang meninggalkan penyesalan yang kemudian berubah menjadi pembelajaran. Tak disangka ternyata seseorang yang pernah menjadi orang penting untuk kita, menjadi penyemangat hidup dan mengisi hari-hari kita dengan kebahagiaan, kini berubah menjadi hanya kenalan biasa. Terlebih jika dia kini sudah memiliki tambatan hati lainnya, yang menjadi pendampingnya, yang dengan leluasa bersandar pada bahu yang pernah menjadi tempatku bersandar dulu.
Memang benar, cinta itu nggak selamanya indah. Dia yang saat kini menjadi sandaran kita, belum tentu berakhir menjadi dia yang akan terus menemani sampai akhir hayat. Yang berjanji akan terus bersamapun, banyak yang akhirnya mengingkari dan pergi tanpa kata. Bahkan dia yang sudah serius pun, jika memang bukan takdir, tidak akan pernah bersatu sampai kapanpun.
Dan akhirnya, sendiri lagi.
Setidaknya itu yang terjadi padaku. Ini tentang aku dan kamu yang pernah menjadi kita. Masih teringat jelas ketika pertama kali kamu bercanda denganku, yang kemudian entah bagaimana sampai pada titik kamu ingin mengenalkanku pada orang tuamu. Kamu yang mencari tahu tentangku diam-diam. Yang selalu mendengarkan dan memberi hiburan. Yang selalu mengalah dan memprioritaskanku. Yang pernah pergi, namun selalu kembali. Bedanya kali ini, kamu tidak pernah kembali. Kamu pergi untuk menetap di hati lain.
Aku rasa kamu lelah. Lelah denganku sampai akhirnya kita tidak menjadi satu.
Aku akui, memang aku terlalu kekanak-kanakan. Jarang sekali peduli padamu, hanya mementingkan apa yang aku inginkan. Saat jarak menguji kita, kamu nggak pernah menyerah dan selalu berusaha ada untukku. Aku terlalu serakah karena selalu ingin bersamamu, padahal hari-harimu sudah cukup melelahkan dengan semua tekanan yang menyerang. Aku bersandar pada bahumu yang tanpa aku sadari butuh tempat untuk bersandar juga. Meskipun begitu, tak pernah sekalipun kamu marah atau menyalahkan aku. Ketika aku melihat kembali semuanya, aku tersadar. Ternyata rasa sayangku padamu tersampaikan dengan cara yang salah.
Perasaan maaf dan terima kasih ingin aku sampaikan padamu yang sudah pernah menjadi bagian dari kebahagiaanku. Mungkin ini adalah caraku menghadapi penyesalan yang aku sadari ketika semuanya sudah berakhir. Namun, aku sadar bahwa menghubungimu kembali hanya untuk membahas hal yang sudah terjadi hanya akan memperburuk keadaan. Mungkin kehadiranku sudah tidak diharapkan lagi olehmu. Karena kini aku dan kamu, menjalani hari-hari seperti tidak pernah ada kasih yang terjalin antara kita.
Kini kita asing. Bahkan lebih asing daripada teman.
Aku lihat kamu sudah menemukan kebahagiaan baru. Dengan mimpimu yang tercapai, juga pendamping yang setia.
Selamat, ya.
Semoga kamu selalu bahagia dengannya. Semoga dia adalah seseorang yang kamu cari dan butuhkan selama ini. Dia yang bersandar dibahumu kini, adalah dia yang beruntung.
Aku iri, tapi aku ikhlas.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”