Ibu, Aku Ingin Melihatmu Berhenti Meneteskan Air Mata Kesedihan dan Menggantinya dengan Senyuman Tulus Penuh Kebahagiaan

Tuhan menitipkanku pada bidadari calon penghuni surga yang menyayangiku dengan tulus

Jam di dinding menunjukkan waktu untuk sholat Ashar. Ibu yang berbaring di depan tv, lekas mengambil wudhu untuk bersiap menghadap sang Khaliq. Kamar ibu berada tepat di depan kamarku. Sehingga suara apapun dari kamar ibu terdengar dari kamarku. Aku yang tengah menikmati merangkai kata dari dalam kamarku mendengar suara isakan yang menggores hati. Suara kesedihan yang terdengar samar-samar membuatku ikut merasakan sedih dan perih di hati. Entah apa yang membuat ibu menangis diatas sajadah sambil mengadu kepada penciptanya. yang jelas, aku merasa bersalah karena membiarkan ibu bersedih sendiri dan belum bisa memberikannya kebahagiaan yang layak didapatkannya.

Advertisement

Sebagai anak, tentunya aku ingin membuat kedua orang tuaku bangga dengan pencapaianku dan berbahagia menikmati hasilnya. Aku selalu punya keinginan untuk bisa membawa kedua kasihku bertamu ke rumah-Nya. Aku juga ingin bisa mengajak keduanya melihat pemandangan indah, menikmati kuliner yang nikmat, serta membelikannya barang-barang yang selalu diinginkan oleh keduanya. Semua harapanku ini masih menjadi harapan tertinggiku sampai detik ini, bahkan ketika tulisan ini sampai padamu. Aku membayangkan bahwa suatu hari nanti, ibu dan ayah akan tersenyum bahagia dengan tulus, bukan senyuman palsu yang selalu diberikan untuk menutupi kesedihannya.

Rencana hanyalah rencana. Sedangkan Tuhanlah yang memiliki kendali atas semuanya. Harapan dan bayanganku tak semudah yang aku pikirkan. Meraih pencapaian membanggakan tidaklah semudah kita menetapkan apa yang kita inginkan. Bahkan dengan usaha yang penuh dengan perjuangan tidak mudah, kegagalan akan tetap menghampiri. Hingga akhirnya, semua harapanku harus tertunda. Kebahagiaan ibu dan ayahpun juga turut tertunda. Aku sadar bahwa kegagalan dan penundaan adalah bagian dari kehidupan. Akupun tahu bahwa kedua hal itu menimbulkan kekecewaan dan kesedihan untuk diri sendiri. Tapi aku tidak berekspektasi bahwa penundaan ini membuat kebahagiaan orang tuaku juga tertunda, yang mana ternyata sakitnya melebihi rasa kecewaku pada diri sendiri. Sudah sedih karena impianku tertunda, ditambah kesedihan karena aku belum bisa membuat ibu bahagia.

Perjalanan meraih harapan dan impian kita, tidak pernah ada yang menjamin akan mudah. Semuanya akan penuh rintangan, menimbulkan luka, namun pasti akan melatih kita untuk menjadi seseorang yang lebih bijaksana dari sebelumnya. Ada titik dimana kita pasti ingin menyerah, ingin pulang meski ada di rumah, ingin menghilang, dan ingin mengakhiri semuanya. Akupun sama, merasakan semua hal itu. Tapi setiap aku melihat muka ibu dan ayah, melihat keduanya yang perlahan menua, aku merasa aku lemah kalau sekarang memilih untuk menyerah. Kedua orang tuaku pun, sesulit apapun keadaannya, keduanya tidak pernah menyerah untuk membesarkan aku dengan penuh kasih sayang. Keduanya berusaha semaksimal mungkin, melakukan berbagai hal, agar aku bisa tumbuh dengan baik, tanpa kekurangan apapun. Maka ketika aku mendengar suara isakan tangis ibu, apalagi ketika beliau mengadu pada penciptanya, ini adalah patah hati terbesarku selama aku hidup.

Advertisement

Katanya, sebelum kita terlahir ke dunia ini, kita diperlihatkan cuplikan kehidupan kita di dunia dan ditanya berpuluh-puluh kali apakah kita yakin akan benar-benar datang ke dunia ini. Aku belum paham bagian hidupku yang mana yang membuatku setuju untuk lahir ke dunia. Tapi aku sadar sekarang, ternyata karena Tuhan menitipkanku pada bidadari calon penghuni surga yang menyayangiku dengan tulus. Ibu yang selalu memberikan pelukan hangat, kata-kata manis, doa yang tulus, yang membuatku setuju untuk lahir ke dunia ini.

Tidak, aku tidak seperti ini sebelumnya. Aku selalu membalas omongan ibu yang tidak sesuai dengan apa yang aku yakini benar. Aku selalu mengeluh mendengarkan keluhan ibu. Aku selalu menunda-nunda permintaan atau perintah ibu. Aku bukan anak yang baik bagi ibu. Tapi kini, setelah menjadi wanita dewasa, setiap kali aku melihat ibu, aku selalu berkata dalam hati.

Advertisement


Ya Tuhan, aku sangat menyayanginya. Dia adalah malaikat yang kau pilih untuk kau titipkan aku padanya.


Sungguh, aku sangat menyayangi ibuku. Harapanku hanya satu, yaitu membahagiakannya. Mengganti semua luka-luka masa lalu dengan kebahagiaan yang berkali-kali lipat. Kini doaku sangatlah sederhana, jika bukan melalui aku, berikanlah kebahagiaan dan ketenangan hidup baginya lewat jalan manapun. Asalkan jangan ditunda-tunda lagi, Tuhan. Beliau adalah orang baik yang berhak mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan dihidupnya, aku saksinya.

Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk membahagiakan kedua orang tua kita. Dan semoga kedua orang tua kita tidak akan pernah merasakan kesedihan yang mendalam untuk kesekian kalinya. Untuk semua orang tua di dunia ini, sehat selalu, ya. Kami anak-anakmu akan berjuang demi kebahagiaanmu. Bertahanlah sedikit lagi. Apapun itu, semoga Tuhan mudahkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Just a jurnal of Dina's ordinary days. Stay be yourself, love yourself, and be kind to everyone!