Sudah berapakah undangan pernikahan yang kalian terima menjelang akhir tahun ini?
Jika berbicara mengenai menikah muda, maka tentu saja subjek dari topik ini adalah anak-anak muda yang memilih untuk menikah diusia muda mereka.
Klasifikasi kelompok anak usia muda adalah 15-24 tahun.
25-34 tahun: Kelompok usia pekerja awal.
35-44 tahun: Kelompok usia paruh baya.
Berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dilihat bahwa usia produktif adalah mulai umur 24 tahun ke atas.
Di usia produktif ini umumnya adalah tahapan anak-anak muda memulai karier mereka. Namun, tidak sedikit juga yang memilih untuk melanjutkan jenjang studi. Intinya apapun itu, usia produktif adalah masa-masa usia cemerlang seseorang dalam berproses menentukan masa depan mereka.
Lalu apa yang terjadi jika banyak anak-anak muda memilih untuk menikah sebelum produktif? Tentu saja yang terjadi adalah banyak usia produktif yang menganggur.
Di Indonesia standar umur orang menikah berada pada 26-27 tahun. Namun, berdasarkan databoks.katadata.co.id, rupanya sejak tahun 2020 kelompok usia menikah di Indonesia berada di kategori umur 19-24 tahun untuk wanita dan usia ideal untuk laki-laki menikah adalah 25 tahun ke atas.
Berdasarkan hukum Indonesia sendiri usia menikah pada aturan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 adalah usia 19 tahun.
Pada kenyataannya, saat ini banyak anak-anak muda dalam usia produktif yang memilih untuk menikah terlebih dahulu.
Banyak anak muda yang memilih menikah muda. Why?
Ada banyak alasan orang nikah muda. Ada suatu kata-kata bijak seperti, lingkungan mempengaruhi pola pikir kita.
Jika kita tinggal di lingkungan yang berstandar orang-orang produktif maka kita secara otomatis juga akan ikut produktif, urusan nikah menikah bukan menjadi hal penting. Orang-orang tidak peduli dengan status kita yang belum menikah atau sudah punya pasangan. Fokus masyarakat pada berapa penghasilan kita? Apa karier kita?
Namun, sebaliknya, apabila kita berada di lingkungan yang menikah muda adalah hal yang umum, bagian dari budaya, secara naluri kita juga akan ikut ke trigger untuk menikah muda. Salah satu Youtuber yang pernah tinggal di Indonesia dan Korea pernah bercerita ketika di lingkungan kita sering melihat anak kecil, secara otomatis kita akan berpikir 'kapan ya aku punya anak juga' yang kemudian mengarah banyaknya orang berkeinginan menikah muda karena melihat orang disekitarnya sudah menikah dan punya anak.
Namun, saya disclaimer terlebih dahulu, kalau tidak semuanya seperti itu. Tidak bisa dimungkiri sebagian besar masyarakat telah memilih untuk menikah setelah lulus sekolah dan menjurus pada persentase orang menikah muda menjadi naik.
Sebagai contoh seperti negara Korea, Jepang. Negara-negara maju tersebut memiliki standar umur menikah yang cukup tinggi. Walau tidak semua begitu, sebagian besar saja, rata-rata umur menikah mereka adalah usia 30-34 tahun. Mereka cenderung ingin menunda menikah atau tidak ingin menikah jika belum sukses karena biaya hidup yang serba mahal dan bagi mereka memiliki anak akan menyita waktu dan membuat mereka tidak bisa berkarier dengan maksimal. Sehingga hal tersebut menyebabkan anak muda enggan menikah. Berbeda lagi dengan Indonesia yang memilih menikah di usia produktif.
Ada banyak alasan mengapa anak muda di Indonesia menikah muda. Namun, yang ingin saya garis bawahi di sini adalah karena faktor lingkungan yang mempengaruhi pola pikir masyarakat di Indonesia. Terlepas dari faktor-faktor lainnya.
Naiknya angka pernikahan muda di Indonesia akan berdampak pada jumlah populasi yang semakin naik, kemudian berdampak pada beberapa aspek di kedepannya jika jumlah tersebut tidak segera dikontrol. Mungkin dampak yang dirasakan tidak sekarang, tapi di masa depan dampak membludaknya populasi di Indonesia akan mulai dirasakan.
Sehingga cara yang perlu dilakukan untuk mengurangi angka pernikahan muda di Indonesia adalah dimulai dari mengubah mindset masyarakat, mengubah pola pikir masyarakat mengenai pernikahan, bahwa menikah muda bukanlah budaya Indonesia.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”