Kabar pilu datang dari anak berinisial TR, penderita kanker rektum asal Padang yang baru berusia 12 tahun. TR yang menjadi korban pencabulan pedofilia hingga menderita kanker rektum, akhirnya harus mengembuskan napas terakhirnya pada 30 Desember 2019 di Rumah Sakit M Jamil, Padang, Sumatera Barat.
Kasus ini mengundang perhatian dari banyak orang. Rasa sedih kembali bergaung di media sosial ketika kabar duka ini tersebar. Meski kini TR tidak lagi merasakan sakit dan penderitaan, tetap saja kasus ini menyisakan luka. Bukan hanya bagi keluarga yang TR tinggalkan, melainkan juga kita sebagai manusia.
ADVERTISEMENTS
Seperti yang kita tahu, TR dicabuli oleh tetangga neneknya pertengahan tahun 2018. Di awal 2019, TR mengalami pendarahan dan divonis Kanker Rectum stadium 4
Perbuatan bejat pria itu dilakukan di pertengahan tahun 2018. Awalnya TR tidak mau mengatakan apa yang dialaminya, karena diancam oleh si pelaku. Padahal saat itu TS sering mengalami sakit di organ intim dan perut bagian bawah. Hingga akhirnya awal tahun 2019 lalu, TS mengalami pendarahan yang sempat disangka datang bulan.
Setelah menjalani pemeriksaan selama 25 hari, TR didiagnosis menderita kanker rektum. Hal ini ternyata merupakan dampak dari apa yang dialaminya tahun 2018. Anus TR terluka, membengkak, dan sisa sperma menyumbat di sana. Pelaku sempat melarikan diri, namun, kini sudah berhasil ditangkap dan sedang menjalani proses hukum.
ADVERTISEMENTS
Kasus TR mulai menyita perhatian warganet. TR juga sempat dirujuk ke RSCM Jakarta, namun, kanker sudah menyebar dan kondisinya sudah terlalu parah
Saat didiagnosa, kanker rektum yang diderita TR sudah berada di stadium 4. TR juga diketahui sempat dirujuk untuk dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Berbagai upaya medis dilakukan, termasuk membuat lubang pembuangan baru di perut untuk menggantikan anusnya yang sudah membusuk. Namun, sel kanker sudah menyebar hingga ke ginjal, paru-paru, dan otaknya.
Dokter menyebut kondisi TR sudah paliatif, dengan kecil kemungkinannya untuk sembuh karena TR sudah mengalami gagal ginjal. Setelah penderitaannya yang panjang, TR mengembuskan napas terakhirnya pada 30 Desember 2019 di RS M Jamil, Padang. Sebuah kabar duka yang membuat akhir tahun 2019 kelabu. Tagar #Innalillahi pun menggema di media sosial.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
Menyimak kisahnya melalui ulasan orang lain saja sudah membuat hati ikut perih. Anak sekecil tak berdaya menerima luka akibat kebejatan orang dewasa
Butuh kekuatan besar untuk sekadar membaca kronologi kasus tersebut. Apa yang dialami oleh TR, dan bagaimana kondisi kesehatannya benar-benar memilukan. Anak sekecil itu, seharusnya masih menikmati masa tumbuh dan berkembang sebagai anak-anak lainnya. Semestinya ia masih berada di dunia yang aman dan nyaman, dan bisa belajar dengan tenang. Bukannya menjadi korban perbuatan orang dewasa yang tidak bertanggung jawab. Trauma psikis yang dialami saja sudah cukup buruk dan TR harus menanggung semua sakitnya sendirian. Bukankah ini sangat tidak adil? Akibat seseorang yang tidak bisa menahan nafsu seksual, orang lain harus merenggang nyawa.
ADVERTISEMENTS
TR tentu bukan kasus pelecehan seksual pada anak yang pertama. Masih ingat Yuyun, yang nasibnya begitu memilukan?
Apa yang terjadi pada TR memang bukanlah yang pertama. Kasus pelecehan seksual memang serupa dengan gunung es. Yang muncul di permukaan hanya sebagian kecil, dan masih banyak kasus serupa yang belum terungkap. Perempuan dan anak-anak, adalah yang paling sering menjadi korban. Belum lama kita harus melepas kepergian Yuyun, siswi kelas 4 SD yang menjadi korban pemerkosaan sekelompok pemuda dan remaja. Yuyun ditemukan meninggal dunia dengan kondisi tubuh yang mengenaskan. Apa dosa anak-anak ini, sehingga mereka tak bisa menjalani masa pertumbuhan dengan aman dan nyaman?
ADVERTISEMENTS
Rasa takut untuk berbicara masih banyak menghantui korban kekerasan seksual. Mungkin ini juga sebab dari respons kita yang terkadang juga memojokkan
Kasus TR menyembunyikan kasus pencabulan yang dialaminya karena diancam oleh pelaku. Padahal jika saja ia lebih cepat mengungkapkan rasa sakit yang dialami, mungkin saja ada lebih banyak harapan serta upaya medis yang bisa dilakukan lagi. Namun, bukan salah TR juga, karena itulah yang memang sering terjadi pada korban kekerasan dan pelecehan seksual. Mereka “dipaksa” untuk bungkam oleh ancaman pelaku dan juga respons masyarakat yang seringkali malah memojokkan dan menyalahkan korban.
Bila tidak segera dicarikan solusi, anak-anak kita kelak juga akan hidup di dunia yang tak aman. Pedofil dan penjahat seksual berkeliaran
Apa yang terjadi pada TR mengingatkan kita bahwa kita telah gagal menciptakan dunia yang ramah dan aman bagi anak-anak dan juga perempuan. Namun, bila bicara soal kekerasan seksual, tentu kita bicara tentang banyak isu yang mungkin menyumbang penyebab. Mulai dari relasi kuasa yang kuat dalam bentuk patriarki, hukum tidak kuat untuk kasus kejahatan seksual, juga tentang pandangan masyarakat yang masih sering menyalahkan korban. Jika hal ini tidak segera dicarikan solusi, bayangkan saja, ke depan anak cucu kita hidup di dunia yang sangat tidak aman ini.
Sungguh tidak adil bila TR harus menderita dan pergi dari dunia ini, sedang si pelaku tetap bisa hidup dan mungkin kesalahannya akan dilupakan setelah menjalani hukuman (dan mungkin memberikan permintaan maaf). Selamat jalan, TR. Semoga kasus ini adalah kasus terakhir tentang kekerasan seksual, dan semoga pelaku mendapat hukuman yang setimpal.