Pernah nggak sih kamu merasa bersalah banget sama diri sendiri? Rasa bersalahmu ini timbul karena kamu pernah melakukan hal-hal yang menurutmu nggak berguna di masa lalu. Sekecil apapun hal-hal itu. Rasa bersalah yang berlebihan ini pun akhirnya buatmu tak bersemangat jalani hidup. Ibarat hidup segan tak mau, kamu jadi mudah terbawa suasana. Dikit-dikit merasa menyesal dan bilang, kenapa sih dulu aku melakukan hal itu?
Sebenarnya kamu tak perlu menyalahkan diri sendiri apalagi sampai menyesal atas apa yang pernah dilakoni. Ungkapan yang berlalu biarlah berlalu memang cocok untuk keadaanmu saat ini. Kamu perlu membiarkan hal-hal yang sudah berlalu untuk menjadi kenangan. Tak perlu menyesal karena hal-hal tersebut bukanlah sebuah kesalahan. Tapi merupakan sebuah proses yang pasti akan dialami semua orang. Seperti hal-hal yang sering kamu sesalkan di bawah ini.
ADVERTISEMENTS
1. Pernah keras kepala saat orangtua memberi saran. Bukannya tak berbakti, tapi bukti bahwa kamu belajar mempertahankan pendapat sendiri
Persoalannya sepele. Kamu ingin bekerja di luar bidang kuliahmu dulu. Alasannya untuk mencari pengalaman baru. Namun ayah dan ibumu justru tak rela. Kamu diminta untuk tetap bekerja sesuai bidang kuliahmu yang menurut mereka besar profitnya. Atas nama jiwa anak muda dan ego, kamu memilih untuk melintas bidang keahlianmu selama masa kuliah dulu. Dan pilih bekerja dengan modal hobi. Kini kamu kesulitan sendiri karena penghasilan dari hobi yang dibayar tak selalu mencukupi. Kamu merasa ini merupakan buah atas sikap tak berbaktimu tempo hari.
Hey, kamu bukannya tak berbakti. Kamu hanya sedang belajar untuk mempertahankan pendapat sendiri. Coba kalau dulu kamu terus mengiyakan pilihan orangtua. Kamu tak akan tahu apa yang dirimu mau.
ADVERTISEMENTS
2. Dulu kamu sempat menilai seseorang dari fisiknya saja. Tapi dari sana kamu sadar penampilan bukan parameter kemampuan seseorang
Ih apaan sih tatoan gitu. Serem, pasti dia nggak bener.
Dulu kamu selalu memandang orang tatoan sebagai kumpulan mereka yang negatif. Makanya kamu tak mau pernah dekat-dekat dengan mereka. Namun pernah suatu kali kamu diremehkan karena penampilanmu tak menyakinkan. Kamu lantas sakit hati karena kemampuanmu tak diperhitungkan karena penampilan saja. Lalu pelan-pelan kamu sadar, bahwa penampilan seseorang kadang bukanlah sebuah parameter mutlak untuk mengukur kemampuan seseorang.
ADVERTISEMENTS
3. Buru-buru dalam menyelesaikan sesuatu lalu hasilnya tak sesuai harapan. Kecewa pasti, tapi hal itu menyadarkanmu proses memang dibutuhkan
Yang penting kelar adalah prinsip yang dulu kamu pegang. Kamu memang sering menjadi yang pertama, tapi hasilnya selalu tak sesuai harapan. Akhirnya kamu sendiri yang merasa kecewa dan kecepatan menyelesaikan yang telah kamu lakukan tak membuahkan apa-apa. Lelah dengan hasil yang tak sempurna itu pun buatmu pelan-pelan belajar bahwa terkadang proses yang lama memang tak apa-apa dirasakan.
ADVERTISEMENTS
4. Saat lagi cinta-cintanya sama pacar, kamu sempat lupa dengan teman. Makin ke sini makin sadar, bahwa keduanya harus berjalan beriringan
Maaf ya aku nggak boleh jalan lagi sama kalian. Pacarku nggak mengizinkan.
Dulu kamu memang budak cinta. Apa yang pacar katakan selalu menjadi perintah yang wajib kamu laksanakan. Hal ini buatmu harus melupakan lingkungan pertemanan. Lalu ketika putus, kamu bingung sendiri harus kembali ke mereka. Sejenak kamu merasa kesepian dan menyalahkan diri sendiri. Meski butuh waktu, kamu akhirnya sadar, terlalu mendewakan pacar bukanlah hal yang wajar. Makna pacaran harusnya lebih luas lagi dan bisa berjalan beriringan dengan hubungan pertemanan.
ADVERTISEMENTS
5. Mengumbar masalah pribadi ke media sosial. Meski pernah dihujat, kamu jadi punya pengingat kalau hal itu sama sekali nggak ada manfaat
Dikit-dikit cuhat ke media sosial. Instastory-mu bahkan sampai titik-titik dan ngalahin selebgram. Hanya saja isinya bukan endorsement, tapi kumpulan masalah pribadimu yang harusnya cukup di dunia nyata menyelesaikannya. Pernat suatu kali kamu dikucilkan karena drama hidupmu itu. Kamu jadi tak punya teman. Sahabatmu pun seakan ambil jarak karena merasa kamu tak lagi membutuhkan mereka. Dalam kesendirian ini kamu menyesal, sekaligus sadar bahwa memang nggak ada manfaatnya mengumbar masalah di media sosial.
ADVERTISEMENTS
6. Nggak berani punya mimpi karena merasa nggak mampu. Kini kamu jadi sadar semua mimpi bisa dimulai dengan modal mau
Nggak tahu sih mau jadi apa, yang penting bisa makan aja tiap harinya.
Tiap kali ditanya mau jadi apa, jawabanmu hanya miris seperti itu. Kamu tak berani mengatakan dan mempunyai mimpi. Alasannya lebih miris lagi. Kamu merasa nggak pantas dan nggak mampu. Ah, aku ini siapa sih? Mimpi itu cuma berlaku buat mereka yang punya duit. Giliran udah reuni sama teman-teman, kamu minder sendiri karena mereka ‘udah jadi orang’. Sementara kamu ya gini-gini aja. Paling berbeda di uban dan kerutan di muka. Berbekal ngobrol singkat di reuni ini kamu jadi malu dan menyesal. Kenapa nggak dari dulu berani punya mimpi. Padahal banyak dari teman-temanmu yang dulu hanya modal mau.
7. Nggak perlu malu apalagi rendah diri kalau dulu pernah nakal. Toh sekarang kamu jadi punya banyak bekal kehidupan
Setiap orang pasti punya fase nakalnya sendiri. Kamu juga begitu. Lihat saja bagaimana motor pembelian orangtuamu menjadi sekadar rangka using di pojokan. Atau lihat saja bagaimana kurusnya kamu sekarang, karena dulu sempat nakal dengan obat-obatan terlarang. Meski penyesalan tak bisa dihindari, paling tidak kamu bisa memangkasnya agar tak lama-lama. Saat ini udah bukan waktunya malu apalagi rendah diri. Toh waktu nggak bisa diputar kembali untuk memperbaiki. Terima saja keadaan sekarang. Toh dari nakalmu dulu kamu punya banyak bekal kehidupan dan cerita seru untuk dilanjutkan pada anak cucu.
Mulai dari keras kepala sama orangtua sampai kenakalan khas remaja, memang selalu jadi hal yang buatmu terjebak penyesalan. Namun jangan sampai menyalahkan dirimu terus-terusan karena memang nggak akan ada manfaatnya. Terima dan syukuri saja bahwa hal-hal tersebut memang sudah menjadi takdirmu untuk berproses sebagai manusia. Kini tinggal bagaimana kamu menyikapi hidup saja.