Banyak orang yang tak tahu kemana arah tujuan mereka. Tak sedikit bahkan yang terombang-ambing dalam arus lingkaran kehidupan. Mereka melakukan pekerjaan ini-itu bukan karena kemauan ataupun cita-citanya, namun karena tuntutan ekonomi semata.
Bekerja untuk mendapatkan uang dan memenuhi kebutuhan jadi fokus utamanya. Sementara, hal-hal lain seperti passion dan cita-cita tak mendapat porsinya. Meski fokus menumpuk penghasilan dan berusaha hidup mapan itu sah-sah saja, pernahkah kamu bertanya pada diri sendiri;
“Sudahkah hidupmu bahagia?”
ADVERTISEMENTS
Kamu punya kebebasan dalam menjalani kehidupan. Tapi bagi orang-orang dewasa, tujuan hidup bisa jadi terkesan seragam.
Setiap orang tentu punya tujuan hidupnya masing-masing. Ada yang fokus kuliah karena punya mimpi jadi pengajar. Ada yang ingin merintis bisnis sendiri dan sukses jadi entrepreneur. Sementara, kamu mungkin ingin menghidupi passion-mu sendiri seperti bekerja di media atau aktif di organisasi sosial misalnya.
Meski banyak hal yang bisa kamu kerjakan, usia dewasa menuntutmu satu hal, yaitu mampu memenuhi segala kebutuhanmu sendiri dan lepas dari bantuan orang tua. Itulah alasannya mengapa selesai sekolah atau kuliah, kamu akan mencari pekerjaan yang setidaknya dapat dijadikan sebagai pegangan.
Sayangnya, kerasnya dunia kerja bisa jadi memaksamu melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak kamu sukai. Tujuanmu semata-mata hanya ingin mendapatkan gaji dan memenuhi kebutuhan hidupmu sendiri. Tapi,
“Apa yang dirasakan ketika harus menjalani pekerjaan yang sebenarnya tidak disukai? Apakah demi memenuhi kebutuhan hidup, kamu pun harus mengesampingkan kebahagiaanmu sendiri?”
ADVERTISEMENTS
Kebahagiaan akan datang dengan berbagai cara. Uang tidak selalu jadi ukurannya, tapi kepuasaan dalam menjalani hidup juga jadi penanda.
Ketika fokusmu adalah bekerja demi memenuhi kebutuhan dan bisa hidup mapan, mungkin kamu akan merasa semua sah-sah saja. Meski harus menghadapi tugas-tugas yang menyiksa atau pekerjaan yang tak disukai pun kamu mencoba untuk sabar menghadapinya.
Tapi meski berusaha untuk bertahan, ada sisi lain dalam dirimu yang tidak terpuaskan. Hati dan pikiranmu tidak berada dalam satu frekuensi yang sama. Dan meski pikiran dan tubuhmu terus bekerja, dirimu tidak sepenuhnya merasa bahagia. Berbeda ketika kamu menjalani pekerjaan yang memang kamu sukai atau kasarnya mencari uang di bidang yang memang jadi mimpi dan cita-citamu.
Nah, perbedaan inilah yang akhirnya membuatmu sadar, bahwa ukuran kebahagiaan bukanlah soal materi atau uang semata. Tapi lebih dari itu, perkara kepuasaan yang kamu rasakan setiap harinya juga jadi penentu utamanya.
ADVERTISEMENTS
Tapi tanpa perlu mencari-cari, kebahagiaan sebenarnya bersumber dari dirimu sendiri. Semudah memencet saklar lampu, kamu cukup menyalakan api kebahagiaan dalam dirimu.
”Jika kamu selalu ‘berhasil merasa’ bahagia, tandanya kamu sudah memiliki hidup yang sempurna,” – Erbe Sentanu
Salah satu cara yang paling praktis untuk diaplikasikan adalah dengan mengubah pola pikir kita. Buanglah pikiran negatif, dan datangkanlah lebih banyak pikiran positif. Ketika kamu bisa lebih banyak mengucap syukur daripada merapal keluhan, maka kamu bisa menjalani pekerjaan dan hidupmu dengan lebih ringan.
Tidak mudah memang membuat diri sendiri bahagia, tapi toh hal itu juga bukannya tidak mungkin diusahakan. Semakin bahagia hidupmu, maka semakin ringan pula kamu menjalani pekerjaan dan hari-harimu. Dan selama pikiranmu dipenuhi hal-hal yang positif, kesuksesan bukannya tidak mudah diraih.
Kebahagiaan dan pencapaian hidup tak melulu diukur dari uang dan materi yang kamu miliki. Berbahagialah atas apa yang sudah kamu miliki karena itulah pertanda kesuksesanmu dalam hidup ini. 🙂